Sudah merupakan kenyataan bahwa meski para nabi Ilahi, pada masanya, telah berusaha mengajak orang-orang kafir kepada Tuhan, dengan segala hikmah dan argumen-argumennya yang meyakinkan, namun mereka tetap memilih menjadi kaum ingkar kepada Tuhan. Mereka memilih menjadi kaum ingkar yang menolak menerima kebenaran, bukan karena para nabi tidak mampu memberikan argumen-argumen yang cukup meyakinkan atau dalil-dalil para pengingkar kesemuanya belum dibantah, melainkan karena sikap keras kepala dan membangkang yang mereka tunjukkan di hadapan argumen-argumen meyakinkan ini.
Pelbagai objeksi dan kritikan yang dilontarkan oleh kaum ingkar atau orang-orang ragu terkait dengan keberadan Tuhan, sama sekali tidak bersandar pada paradigma yang benar. Namun demikian, akhir dari pelbagai objeksi dan kritikan ini juga tidak dapat digambarkan. Artinya kritikan seperti ini tidak akan ada habisnya; karena bahkan dengan argumen yang paling meyakinkan sekali pun orang-orang ingkar tidak akan mau menerima kebenaran.
Syarat menerima kebenaran adalah ketika hati telah tersinari cahaya iman dan yakin. Sepanjang hati belum lagi terpendari cahaya iman dan yakin, maka kebenaran tidak akan pernah dapat diterima. Keyakinan hati juga tidak akan diperoleh semata-mata dengan pembahasan-pembahasan filosofis.
Dengan demikian, seorang Muslim tidak mengemban taklif bahwa untuk mencari keyakinan ia harus menginduksi seluruh dalil para pengingkar Tuhan dan menjawab satu per satu kritikan yang mereka lontarkan sehingga menjadi mantap hatinya bahwa tiada lagi dalil untuk mengingkari Tuhan. Taklif seperti ini tidak dibebankan kepada setiap Muslim. Mengingat pada akhir setiap argumentasi dan penalaran tetap terdapat kemungkinan akan muncul seseorang yang mengkritisi argumentasi tersebut.
Umumnya para pengingkar ini, menyampaikan ucapan-ucapan yang sama seperti para penentang di masa para nabi sebagaimana yang disinyalir dalam al-Qur’an berikut ini:
- “Dan apabila dikatakan (kepadamu), ‘Sesungguhnya janji Allah itu adalah benar dan hari berbangkit itu tidak ada keraguan padanya’, niscaya kamu menjawab, ‘Kami tidak tahu apakah hari kiamat itu. Kami sekali-kali tidak lain hanyalah menduga-duga saja dan kami sekali-kali tidak meyakini(nya).” (Qs. Al-Jatsiyah [45]:32)
- Mereka berkata (kepada Nabi Syuaib As), “Hai Syu‘aib, kami tidak banyak mengerti tentang apa yang kamu katakan itu dan sesungguhnya kami benar-benar melihat kamu seorang yang lemah di antara kami; kalau tidaklah karena kabilah kecilmu itu, tentulah kami telah merajammu, sedang kamu pun bukanlah seorang yang kuat menghadapi kami.” (Qs. Al-Hud [11]:91)
- “Mereka berkata (kepada Nabi Nuh As), “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami. (Cukup sudah semua ini). Datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.” (Qs. Al-Hud [11]:32)
Karena itu, kita saksikan para nabi Ilahi dengan segala hikmah dan argumen meyakinkan yang mereka sodorkan tetap diingkari oleh orang-orang kafir. Hal ini menunjukkan pembangkangan para pengingkar yang enggan menerima kebenaran. Masalahnya bukan karena mereka memiliki dalil-dalil yang cukup atau dalil-dalil para pengingkar kesemuanya belum dibantah, melainkan karena sikap keras kepala dan membangkang yang mereka tunjukkan di hadapan argumen-argumen meyakinkan ini. [iQuest]