Apabila air hujan atau air lainnya, bertumpuk pada sebuah lubang dan ukurannya kurang dari satu kurr, kemudian sebuah najis mengenai tempat itu, maka ia akan menjadi najis.[1] Karena itu, mengingat anjing adalah najis, apabila setelah usai turunnya hujan, dan permukaan basah tanah (lorong, jalan dan trotoar) berhubungan dengan badan anjing, maka bagian tanah tersebut akan menjadi najis. Dan apabila sepatu atau pakaian atau badan kita bersentuhan dengan bagian tanah tersebut maka sepatu, pakaian atau badan tersebut akan menjadi najis.
Benar apabila seekor anjing berjalan di atas sebuah jalan luas yang tanahnya basah namun kita tidak melihat tempatnya secara pasti maka, berdasarkan syubha ghairah mahshurah (obyek yang diragukan tidak terbatas cakupannya), apabila kita berjalan di atasnya dengan sepatu, maka sepatu kita tidak akan menjadi najis.
Namun apabila matahari menyinari tanah basah yang telah najis karena dilalui anjing di atasnya dan kering lantaran sinar matahari, maka tanah tersebut akan menjadi suci.[2] Apabila kita berjalan di atasnya maka sepatu kita tidak akan menjadi najis. Demikian juga, apabila berjalan di atas tanah kering yang suci, dengan beberapa syarat yang telah dijelaskan pada beberapa Risâlah ‘Amaliah, maka kenajisan sol sepatu akan hilang dan sepatu (tanpa harus dibersihkan dengan air) akan menjadi suci.[3] [IQuest]
[1]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini), jil. 1, hal. 49, Masalah 46.
[2]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ li al-Imâm al-Khomeini), jil. 1, hal. 117, Masalah 191, matahari, tanah, bangunan dan hal-hal seperti pintu, jendela yang terpasang pada bangunan akan menjadi suci dengan enam syarat...
[3]. Tahrir al-Wasilah, Imam Khomeini Ra, jil. 1, hal. 129.