Kedua belah pihak, tanpa adanya kontrak kerjasama, memulai pekerjaannya dan berdasarkan kesepakatan tertulis tugas untuk membeli tanah tersebut dan melakukan transaksi serta menunjukkan cek diserahkan kepada salah satunya sebagai pembeli. Kesepakatannya bahwa orang lain tidak memiliki peran dalam hal ini. Tanah terjual dan uang hasil penjualan tanah tersebut diserahkan kepada pembeli sesuai dengan hari yang telah ditentukan. Dari penjualan ini, sertifikat tanah berganti nama ke nama pembeli. Dan tiada satu pun dari orang-orang yang bersepakat yang mengeluarkan uang dari modal mereka dan hanya menyerahkan harga tanah yang telah dijual. Mengingat bahwa pihak kedua yang bersepakat sama sekali tidak memiliki peran dalam transaksi dan peran asli dipikul oleh salah satu dari mereka. Berangkat dari contoh kasus ini saya meminta Anda untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut ini:
1. Apakah kesepakatan ini yang merupakan jenis kemitraan pada dasarnya benar atau tidak?
2. Apabila pembeli asli mengklaim bahwa sementara ini sebagian besar dari modal yang digunakan untuk membayar uang transaksi dimanfaatkan. Apa yang harus dilakukan?
3. Apa yang harus dilakukan jika sekiranya setelah berakhirnya transaksi, ia mengingkari kemitraan atau kesepakatan yang telah dibuat di antara keduanya?
4. Apabila pada dasarnya kesepakatan atau kemitraan telah batal apakah pihak lain memiliki saham atau hak untuk mendapatkan keuntungan dari penjualan tanah ini atau tidak?
Perlu untuk diketahui bahwa pihak yang bersepakat bahwa pembeli asli tidak siap untuk menunjukkan sertifikat dan dokumen-dokumen tanah yang telah dijual. Pada akhirnya, apabila pembeli asli siap untuk menyerahkan sejumlah uang sebagai komisi kepada orang lain lantas bagaimana hal ini dapat ditafsirkan?
Jawaban beberapa kantor marja agung taklid adalah sebagai berikut:
Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Siistani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Apabila jual-beli dilakukan oleh pembeli yang diwakili oleh mitranya maka transaksi jual-beli itu benar adanya dan harus dijalankan sesuai dengan kesepakatan. Namun apabila ia tidak bermaksud untuk bekerja secara cuma-cuma dalam perwakilan maka ia dapat memohon ujrat al-mitsl (fee yang semestinya) darinya. Apabila terjadi perbedaan maka ia harus merujuk kepada pihak yang berwenang sehingga pertama inti kemitraan tercatat secara syar’i. Dan kedua jatah saham yang didapatkan juga harus diperjelas. Wallahu ‘Alim.
Kantor Hadhrat Ayatullah Agung Shafi Gulpaigani (Mudda Zhilluhu al-‘Ali):
Sesuai dengan asumsi pertanyaan apabila sepotong tanah yang disebutkan dibeli oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak yang dibeli dengan menggunakan wakil darinya dan pada intinya membeli dari sisinya maka tanah tersebut dimiliki oleh dua orang dan seluruh ketentuan akan berlaku sesuai dengan saham masing-masing dan apabila pembeli membeli untuk dirinya sendiri maka orang lain tidak memiliki hak. Dan terkait dengan sengketa sebuah persoalan maka murafâ’a syar’iyah (menyelesaikan persoalan mengikut ketentuan syariat) akan menjadi wajib. Wallahu ‘Alim. [IQuest]