Kode Site
fa3224
Kode Pernyataan Privasi
38218
Tags
haram|fikih|sedekah|sayid|penggunaan
Ringkasan Pertanyaan
Menurut Fikih Islam, apa saja jalan penyaluran sedekah dan apakah bersedekah kepada sayid itu haram hukumnya?
Pertanyaan
Saya ingin tahu, misalnya saat berpergian, sakit, atau selainnya, saat saya ingin bersedekah, menurut Fikih Islam melalui jalan apa saja sedekah dapat diberikan? Apakah benar mereka berkata bahwa sedekah haram bagi sayid?
Jawaban Global
Dalam Fikih Islam, kita dapat menyalurkan zakat (sedekah) di delapan tempat:
Pertama: Fakir, yaitu orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya dalam setahun. Karena itu orang yang memiliki aset dan usaha yang bisa memenuhi kebutuhan hidup setahunnya bukanlah orang fakir.
Kedua: Miskin, yaitu orang yang lebih susah dari pada fakir dalam menjalani hidupnya.
Ketiga: Orang yang ditunjuk oleh imam atau wakil imam untuk mengumpulkan zakat lalu menyampaikannya kepada imam atau orang-orang fakir.
Keempat: Orang-orang kafir yang jika diberi zakat mereka condong untuk menerima Islam, atau membantu umat Islam dalam berperang.
Kelima: Untuk membeli budak lalu membebaskannya.
Keenam: Orang yang berhutang dan tak mampu menunaikan hutangnya.
Ketujuh: Fi Sabilillah, yakni pekerjaan-pekerjaan seperti membangun masjid yang berguna bagi umat Islam bersama-sama, atau membangun jembatan, memperbaiki jalan dan lain sebagainya yang merupakan kepentingan Muslimin bersama. Hal itu bisa meliputi apa saja asal untuk kepentingan Isalm dan Muslimin.
Kedelapan: Ibnu Sabil, yaitu musafir yang mendapat masalah di perjalanannya dan tak bisa pulang ke tempat tinggalnya.[1]
Perlu diketahui bahwa memberikan sedekah mustahab kepada Sayid tidak ada masalah, namun sedekah wajib seperti zakat, jika pemberi adalah bukan sayid, maka ia tidak bisa memberi zakat wajib kepada sayid (kecuali khumus atau beberapa pembayaran lainnya), juga dikecualikan jika ia tidak kecukupan hidupnya dan terpaksa menerimanya. Namun jika pembayar zakat adalah sayid, ia bisa membayarkan zakat wajib tersebut kepada sayid pula.[2] [iQuest]
Pertama: Fakir, yaitu orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya dalam setahun. Karena itu orang yang memiliki aset dan usaha yang bisa memenuhi kebutuhan hidup setahunnya bukanlah orang fakir.
Kedua: Miskin, yaitu orang yang lebih susah dari pada fakir dalam menjalani hidupnya.
Ketiga: Orang yang ditunjuk oleh imam atau wakil imam untuk mengumpulkan zakat lalu menyampaikannya kepada imam atau orang-orang fakir.
Keempat: Orang-orang kafir yang jika diberi zakat mereka condong untuk menerima Islam, atau membantu umat Islam dalam berperang.
Kelima: Untuk membeli budak lalu membebaskannya.
Keenam: Orang yang berhutang dan tak mampu menunaikan hutangnya.
Ketujuh: Fi Sabilillah, yakni pekerjaan-pekerjaan seperti membangun masjid yang berguna bagi umat Islam bersama-sama, atau membangun jembatan, memperbaiki jalan dan lain sebagainya yang merupakan kepentingan Muslimin bersama. Hal itu bisa meliputi apa saja asal untuk kepentingan Isalm dan Muslimin.
Kedelapan: Ibnu Sabil, yaitu musafir yang mendapat masalah di perjalanannya dan tak bisa pulang ke tempat tinggalnya.[1]
Perlu diketahui bahwa memberikan sedekah mustahab kepada Sayid tidak ada masalah, namun sedekah wajib seperti zakat, jika pemberi adalah bukan sayid, maka ia tidak bisa memberi zakat wajib kepada sayid (kecuali khumus atau beberapa pembayaran lainnya), juga dikecualikan jika ia tidak kecukupan hidupnya dan terpaksa menerimanya. Namun jika pembayar zakat adalah sayid, ia bisa membayarkan zakat wajib tersebut kepada sayid pula.[2] [iQuest]
[1]. Taudhihul Masail (Al-Muhassya lil Imam Khumaini), jil. 2, hal. 141, masalah ke-1925.
[2]. Imam Khomeini Rah berkata: Sayid tidak dapat menerima zakat dari selain sayid; jika ia tidak kecukupan hidupnya dan terpaksa menerimanya, maka ia boleh menerima zakat dari selain sayid. Namun mengikut prinsip ihtiyâth wâjib, hendaknya ia menerima zakat sekedar untuk kebutuhan sehari-harinya yang terpaksa saja.
Ayatullah Agung Fadhil Rah: Sayid dapat menerima zakat dari sayid, namun tidak bisa menerima zakat dari selain sayid.
Ayatullah Bahjat Rah: ...boleh menerima zakat untuk memenuhi kebutuhan tahunannya. Namun jika di pertengahan tahun ia kecukupan, maka ia harus mengembalikannya kepada pemberi zakat, atau dengan izin pemberi itu ia berikan zakat tersebut kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan ia hanya menggunakan khumus saja. Taudhih al-Masail (Al-Muhassyâ lil Imâm Khomeini) jil. 2, hal. 155, Masalah 1955; Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hal. 341.
Ayatullah Agung Fadhil Rah: Sayid dapat menerima zakat dari sayid, namun tidak bisa menerima zakat dari selain sayid.
Ayatullah Bahjat Rah: ...boleh menerima zakat untuk memenuhi kebutuhan tahunannya. Namun jika di pertengahan tahun ia kecukupan, maka ia harus mengembalikannya kepada pemberi zakat, atau dengan izin pemberi itu ia berikan zakat tersebut kepada orang lain yang berhak menerimanya, dan ia hanya menggunakan khumus saja. Taudhih al-Masail (Al-Muhassyâ lil Imâm Khomeini) jil. 2, hal. 155, Masalah 1955; Tahrir al-Wasilah, jil. 1, hal. 341.