Kode Site
fa4325
Kode Pernyataan Privasi
42782
Ringkasan Pertanyaan
Seberapa batas yang perlu ditutupi oleh perempuan di depan mahram dan seberapa batas kebolehan lelaki memandang tubuh mahramnya?
Pertanyaan
Sampai sejauh mana paman (saudara laki-laki ibu) bisa memandang tubuh keponakannya (anak perempuan dari saudara perempuan)? Pada dasarnya, seberapa perempuan dibolehkan tidak menutup tubuhnya di depan pamannya? Bagaimana dengan di depan mertua laki-laki atau saudara suami?
Jawaban Global
Pandangan lelaki ke tubuh perempuan non mahram, baik dengan maksud untuk menikmatinya ataupun tidak, hukumnya haram, dan kendati hanya memandang wajah dan tangan, jika hal ini dilakukan dengan tujuan menikmati, juga haram hukumnya, akan tetapi tidak ada masalah jika tanpa adanya niat untuk menikmati.
Pandangan ke wajah, tubuh dan rambut seorang anak perempuan yang belum baligh, jika tanpa tujuan untuk menikmati dan melalui pandangan tersebut seseorang juga tidak khawatir akan terjatuh ke dalam maksiat, maka hal yang demikian tidak menjadi masalah, akan tetapi berdasarkan ikhtiyat, jangan memandang ke tempat-tempat yang biasanya ditutup seperti paha dan perut.[1]
Akan tetapi pandangan lelaki ke tubuh perempuan (kecuali kedua auratnya) yang merupakan mahramnya, jika tanpa niat untuk menimati, maka tidak menjadi masalah, dan di sini suami terkecualikan, karena ia bisa memandang seluruh tubuh istrinya dengan niat menikmati.
Imam Khomeini Rah, dalam kaitannya dengan masalah ini, berkata, “Lelaki dan perempuan yang saling bermahram, jika tidak ada niat untuk menikmati, bisa saling memandang ke seluruh tubuh kecuali kedua aurat”[2]
Oleh itu, paman tanpa niat menikmati bisa memandang seluruh tubuh (kecuali kedua aurat) para perempuan yang bermahram dengannya seperti keponakan perempuannya, dan perempuan tidak perlu menutupi tubuh dan kecantikannya di depan mahramnya[3], akan tetapi lelaki yang memiliki niat menikmati, tidak ada kebolehan memandang bagian tubuh yang manapun dari perempuan mahramnya.
Ringkasnya, jawaban Hadhrat Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Swt melanggengkan keberkahannya) adalah sebagai berikut:
Pandangan ke wajah, tubuh dan rambut seorang anak perempuan yang belum baligh, jika tanpa tujuan untuk menikmati dan melalui pandangan tersebut seseorang juga tidak khawatir akan terjatuh ke dalam maksiat, maka hal yang demikian tidak menjadi masalah, akan tetapi berdasarkan ikhtiyat, jangan memandang ke tempat-tempat yang biasanya ditutup seperti paha dan perut.[1]
Akan tetapi pandangan lelaki ke tubuh perempuan (kecuali kedua auratnya) yang merupakan mahramnya, jika tanpa niat untuk menimati, maka tidak menjadi masalah, dan di sini suami terkecualikan, karena ia bisa memandang seluruh tubuh istrinya dengan niat menikmati.
Imam Khomeini Rah, dalam kaitannya dengan masalah ini, berkata, “Lelaki dan perempuan yang saling bermahram, jika tidak ada niat untuk menikmati, bisa saling memandang ke seluruh tubuh kecuali kedua aurat”[2]
Oleh itu, paman tanpa niat menikmati bisa memandang seluruh tubuh (kecuali kedua aurat) para perempuan yang bermahram dengannya seperti keponakan perempuannya, dan perempuan tidak perlu menutupi tubuh dan kecantikannya di depan mahramnya[3], akan tetapi lelaki yang memiliki niat menikmati, tidak ada kebolehan memandang bagian tubuh yang manapun dari perempuan mahramnya.
Ringkasnya, jawaban Hadhrat Ayatullah Mahdi Hadawi Tehrani (Semoga Allah Swt melanggengkan keberkahannya) adalah sebagai berikut:
- Saudara laki-laki suami bukan mahram,
- Perempuan di depan mahram selain suami seperti mertua atau saudara laki-lakinya sendiri, tidak perlu mengenakan hijab syar’i akan tetapi mengenakan busana yang menarik syahwat, bertentangan dengan ihtiyâth. [iQuest]