Pernyataan syukur, terima kasih, dan penghargaan adalah dari ‘nikmat-luas’ dan ‘perbuatan-baik’ yang sangat utama dan dicintai yang al-Quran disamping menyebut syakir[1] (orang yang bersyukur) dan syakur[2] (orang yang sangat bersyukur) sebagai nama-nama Tuhan, berfirman, “Dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”[3]
Imam Sajjad As bersabda, “Pada hari kiamat Tuhan berfirman kepada sebagian hamba-hamba-Nya: apakah kalian berterima kasih kepada si Fulan? Hamba berkata: wahai Tuhan kami! Saya bersyukur kepada-Mu. Tuhan berfirman: “Karena kalian tidak berterima kasih kepadanya, maka kalian juga tidak bersyukur kepada-Ku! Kemudian Dia berfirman lagi: Orang yang paling bersyukur di antara kalian di sisi Tuhan adalah orang yang paling banyak penghargaan, berterima kasih, dan bersukur atas nikmat-nikmat dan upaya-upaya manusia.”[4]
Lebih dari tujuh puluh ayat dalam al-Quran yang mengisyaratkan tentang penghargaan dan berterima kasih baik kepada Tuhan maupun kepada manusia, dan al-Quran sangat menekankan penerapan perbuatan baik ini dalam beragam tema dan ungkapan. Begitu pula perkara ini sangat dianjurkan di dalam banyak hadis yang sebagiannya adalah sebagai berikut:
- Berterima kasih kepada manusia: Imam Ridha As dalam hal ini bersabda, “Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada sang pemberi nikmat dari manusia, maka dia tidak berterima kasih kepada Tuhan Yang Maha Agung.”[5]
- Bersyukur kepada Tuhan dan kedua orang tua: “Kami berpesan kepada manusia tentang bapak dan ibunya, ibunya mengandung dia dalam berhari-hari dengan kondisi lemah dan menyusuinya selama dua tahun. Kami menganjurkan untuk bersyukur kepada Saya dan berterima kasih kepada bapak dan ibumu, karena hal itu kembali kepada Saya.”[6]
- Imam Shadiq As bersabda, “Sebaik-baiknya hamba adalah yang memiliki lima sifat: dia berbahagia setiap kali berbuat baik, dia beristighfar (memohon ampunan Ilahi dan meminta maaf) setiap kali berbuat buruk, dia bersyukur setiap kali mendapatkan suatu kenikmatan, dia bersabar setiap kali tertimpa kesulitan, musibah, dan bencana, dan dia memaafkan setiap kali terzalimi.”[7] [iQuest]
[1]. (Qs. Al-Baqarah [2]: 158).
[2]. (Qs. Fathir [35]: 30)
[3]. (Qs. Ali Imran [3]: 144)
[4]. Al-Kâfi, jil. 2, hal. 99, Bab Syukur, Hadis 30.
[5]. Wasâil al-Syiah, jil. 16, hal. 315, Hadis 21638.
[6]. (Qs. Lukman [31]: 14)
[7]. Biharul Anwar, jil. 75, hal. 207.