Dalam definisi leksikal tentang fakir disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fakir adalah seseorang yang tiang-tiang tulang punggungnya patah. Miskin juga bermakna fakir namun kondisi seorang miskin lebih parah dari seorang fakir.[1]
Dalam istilah teknis syariat terma fakir dilekatkan pada seseorang yang tidak memiliki kemampuan belanja dalam masa setahun untuk dirinya. Seseorang yang memiliki tanah dan modal yang dapat digunakan belanja untuk keperluannya selama setahun tidak termasuk sebagai seorang fakir.[2]
Terkait dengan penggunaan zakat, al-Quran menyatakan, “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat (yang mengumpulkan zakat), para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. Al-Taubah [9]:60)
Sehubungan dengan obyek-obyek pengeluaran zakat para Marja Agung taklid berkata, “Manusia dapat membayar zakat pada delapan obyek: Pertama: fakir yaitu sesorang yang tidak memiliki uang belanja untuk dirinya dan keluarganya dalam masa setahun. Adapun seseorang yang memiliki industri, harta atau modal yang dapat digunakan sebagai uang belanja bagi dirinya dan keluarganya dalam masa setahun tidak termasuk fakir.
Kedua, miskin dan orang yang kondisinya lebih parah dari kondisi seorang fakir.
Ketiga, seseorang yang memiliki tugas dari Imam Maksum atau deputi Imam Maksum yang bertugas untuk mengumpulkan, menyimpan dan mengelolah zakat kemudian menyampaikan zakat tersebut kepada Imam Maksum As atau deputinya atau orang-orang fakir.
Keempat: Orang-orang kafir yang apabila diberikan zakat maka mereka akan condong kepada agama Islam atau menolong kaum Muslimin dalam medan perang.
Kelima: Membeli budak-budak dan membebaskan mereka.
Keenam: Melunasi utang-utang orang-orang yang tidak mampu membayar utangnya.
Ketujuh: Sabilillah, yaitu pekerjaan seperti membangun masjid yang berfungsi sebagai fasilitas umum agama atau membangun jembatan dan memperbaiki jalan yang memiliki manfaat secara umum bagi kaum Muslimin serta apa yang bermanfaat untuk Islam apa pun bentuknya.
Kedelapan: Ibnu Sabil yaitu seorang musafir yang berada dalam perjalanan.”[3]
Karena itu, Islam memperkenalkan sebagian orang sebagai orang yang mustahik (berhak) memperoleh zakat dari orang-orang ini yaitu fakir dan miskin.
Satu hal lagi yang menjadi obyek pengeluaran zakat kepada non-Muslim yaitu dengan membayar zakat akan menyebabkan kecendrungan mereka terhadap Islam.
Para juris juga terkait dengan pembayaran zakat kepada non-Muslim berkata, “Membayar zakat kepada non-Muslim dibolehkan apabila menyebabkan mereka condong kepada Islam atau (mereka) membantu kaum Muslimin dalam peperangan yang kemungkinan terjadi.”[4] [iQuest]
[1]. Mahmud Abdurrahman, Mu’jam al-Musthalahât wa al-Fâzh al-Fiqhiyyah, jil. 3, hal. 50-51.
[2]. Sayid Muhammad Kazhim Hairi Yazdi, al-‘Urwat al-Wutsqâ (al-Muhassyâ), jil. 4, hal. 99.
[3]. Taudhih al-Masâil (al-Muhassyâ lil Imâm al-Khomeini), jil. 2, hal. 141.
[4]. Muhammad Ali Araki, al-Masâil al-Wâdhihah, jil. 1, hal. 334, Maktab al-‘Ilam al-Islami, Qum, 1414 H.