Kode Site
fa1038
Kode Pernyataan Privasi
49864
Tags
amalan-amalan|ikhlas|riya|tulus|niat
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana saya dapat melakukan amalan-amalan dengan niat tulus dan ikhlas?
Pertanyaan
Apabila seseorang ingin seluruh amalannya dikerjakan dengan niat tulus, apa yang harus dilakukan? Bagaimana kita dapat senantiasa mengingat dan fokus pada tujuan ini (ikhlas dalam beramal)?
Jawaban Global
Ikhlas artinya motif utama dalam mengerjakan pelbagai perbuatan penghambaan, kelayakan dan keridhaan zat Allah Swt, bukan kelayakan dan keridhaan selain-Nya.
Karena itu, pertama-tama faktor penghalang ikhlas yaitu riya, ketergantungan pada dunia dan was-was setan harus segara dilenyapkan; kemudian melalui jalan penguatan iman dan pengenalan terhadap Allah Swt, berpikir tentang nilai-nilai ikhlas dan kerugian apabila sebuah perbuatan tidak disertai dengan ikhlas, menyamakan segala sesuatu baik nampak atau tersembunyi pada penghambaan pada seluruh dimensi, merasa kerdil dalam penghambaan dan bermunajat kepada Allah Swt akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk memperoleh sebuah tingkatan dari beragam tingkatan ikhlas.
Karena itu, pertama-tama faktor penghalang ikhlas yaitu riya, ketergantungan pada dunia dan was-was setan harus segara dilenyapkan; kemudian melalui jalan penguatan iman dan pengenalan terhadap Allah Swt, berpikir tentang nilai-nilai ikhlas dan kerugian apabila sebuah perbuatan tidak disertai dengan ikhlas, menyamakan segala sesuatu baik nampak atau tersembunyi pada penghambaan pada seluruh dimensi, merasa kerdil dalam penghambaan dan bermunajat kepada Allah Swt akan memberikan kemampuan kepada manusia untuk memperoleh sebuah tingkatan dari beragam tingkatan ikhlas.
Jawaban Detil
Jawaban terang terkait dengan pertanyaan tentang bagaimana dapat memperoleh ikhlash dalam penghambaan kepada Allah Swt kiranya perlu perhatian pada beberapa poin berikut:
Definisi ikhlas, tingkatan-tingkatan ikhlas, beberapa faktor penghalang ikhlash, tips untk memperoleh keikhlasan.
Definisi ikhlas, tingkatan-tingkatan ikhlas, beberapa faktor penghalang ikhlash, tips untk memperoleh keikhlasan.
- Definisi Ikhlas: Ikhlâsh[1] artinya motivasi utama dalam melakukan perbuatan-perbuatan, penghambaan, kelayakan dan keridhaan Allah Swt, bukan kelayakan dan keridhaan selain-Nya.
- Beberapa tingkatan penghambaan dan ikhlas[2] bergantung pada niat setiap orang; karena penghambaan dapat diperoleh disebabkan karena takut dari azab Ilahi, untuk memperoleh ganjaran-ganjaran Ilahi, merasa malu di hadapan Allah Swt akibat pembangkangan dan tiadanya ketaatan, bersyukur atas segala nikmat yang tak terbatas Ilahi, memperoleh segala kesempurnaan maknawiah manusia, kelayakan sang pencipta keberadaan dalam penghambaan kepada-Nya serta kecintaan dan kesukaan kepada-Nya. Berdasarkan urutan yang telah disebutkan masing-masing dari urutan tersebut dapat disebutkan tingkatannya. Ibadah dan penghambaan terkadang disebabkan oleh karena rasa takut (dari neraka), ingin berniaga (sorga), merasa malu, perlu bersyukur, penuh cinta dan kasih. Namun demikian harus dikatakan bahwa terkadang sebagian motivasi ini boleh jadi terhimpun pada diri seseorang.
-
Beberapa faktor penghalang ikhlas dalam penghambaan: Untuk memulai dan masuk dalam alam dan tingkatan ikhlas terdapat beberapa faktor penghalang dimana yang terpenting darinya akan disebutkan sebagai berikut:
- Bersikap riya (pamer): Bersikap riya merupakan faktor penghalang utama manusia dapat memperoleh ikhlas dalam penghambaan kepada Allah Swt. Orang yang bersikap riya melakukannya untuk memperoleh perhatian, pujian, kemasyhuran dan kedudukan dari orang lain. Untuk menghilangkan riya ini maka seharusnya orang yang bersikap riya ini tahu bahwa ia tidak mungkin dapat setiap saat memperoleh penilaian dan penerimaan positif setiap orang, di samping itu, apalagi apabila ia hidup disertai dengan kekuatiran mental, buyarnya konsentrasi lantaran senatiasa fokus untuk meraih perhatian orang lain dan anggaplah ia dapat memperoleh keridhaan orang lain, maka keuntungan apa yang akan diperoleh dari keridhaan ini? Sementaran keuntungan dan kerugian sejati berada di tangan Allah Swt.
- Bergantung pada dunia: Bergantung pada dunia menyebabkan seluruh kehidupan manusia dan bahkan penghambaan kepada Allah Swt menjadi alat dan media untuk memperoleh lebih banyak keuntungan duniawi. Untuk menghilangkan ketergantungan ini manusia mengenal lebih baik dunia dan dirinya bahwa kebanyakan penderitaan, musibah dan ketegangan yang dialami manusia adalah untuk memperoleh kesenangan dunia yang sementara. Di samping itu, manusia memiliki banyak dan beragam kebutuhan dimana dunia tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan tersebut.
- Setan: Setan ini yang memperindah riya, dunia dan segala perbuatan buruk di hadapan manusia.[3] Untuk menghalau penetrasi setan adalah dengan mengetahui bahwa setan yang menyebabkan terpuruknya Adam dan mengetahui bahwa segala keburukan dan penderitaan yang menimpa manusia adalah buah tangan dari setan.
-
Beberapa cara dan tips untuk memperoleh keikhlasan:[4]
- Memperkuat iman dan pengenalan terhadap Allah Swt: Iman kepada Allah Swt dan seluruh sifat-sifat-Nya yang tak terbatas khususnya sifat yang layak dicintai dan disembah hanyalah Allah Swt. Iman seperti ini tidak akan menyisakan ruang bagi kemusyrikan, kekufuran, kemunafikan dengan segala bagian-bagiannya. Mengenal Allah Swt dengan segala sifat-Nya akan memunculkan sifat takut, rendah hati dan tawadhu pada diri manusia jangan sampai tertimpa azab duniawi dan ukhrawi atau tidak akan memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Allah Swt. Akhirnya, sesuai dengan tingkatan ini, tingkatan takut dan ikhlas akan diperoleh manusia.
- Memikirkan tentang nilai ikhlas: Ikhlash adalah perintah Ilahi pada agama-agama Ilahi.[5] Ikhlas adalah anugerah tersembunyi Ilahi pada kekasih-Nya,[6] Ikhlas akan mengantarkan manusia untuk bertemu dengan Allah Swt,[7] menyebabkan manusia terlepas dari perhitungan di hari kiamat.[8] Ikhlas akan membuat manusia memperoleh ganjaran-ganjaran yang tak terhitung ukhrawi[9] dan menyebabkan setan tidak dapat menguasai manusia.[10]
- Memikirkan tentang pelbagai kerugian apabila tidak disertai dengan keikhlasan: Dari kumpulan riwayat[11] terkait dengan pengaruh riya atau tidak ikhlas dapat disimpulkan bahwa riya dan tidak ikhlas merupakan sejenis kekufuran, kesyirikan, kemunafikan dan kelicikan terhadap Allah Swt. Riya akan mendatangkan kemurkaan Allah dan membuat amalan-amalan, syafaat dan doa tidak diterima.
- Kesesuaian dan keselarasan penghambaan secara lahir dan tersembunyi: Kesesuaian dan keselarasan ini harus dilakukan sedemikian sehingga kehadiran orang lain tidak akan memberi pengaruh pada penghambaannya kepada Allah Swt.
- Penghambaan pada seluruh dimensi: Mengikut titah Allah Swt pada seluruh kewajiban, meninggalkan segala yang diharamkan, mengerjakan seluruh yang dianjurkan, meninggalkan segala yang dimakruhan dan bahkan dalam menjalankan seluruh yang mubah, bukan misalnya mengerjakan salat pada saat yang sama bersikap hasud dan menggunjing, demikian juga pada hal-hal yang berkaitan dengan masalah keyakinan dan amalan agama.
- Merasa kerdil dan tiada berdaya dalam penghambaan: Seorang hamba selagi dalam penghambaan dan keikhlasan, maka ia akan melihat dirinya tidak berdaya dalam menuaikan penghambaan dan keikhlasan kepada Allah Swt. Karena itu, para nabi dan wali Allah, meski dengan tingkatan tertinggi keikhlasan, dalam doa dan munajatnya, memandang diri mereka tidak berdaya dalam menuaikan penghambaan yang semestinya kepada Allah Swt. Karena itu wajar sekiranya Rasulullah Saw pernah bersabda, “Kami tidak menyembah-Mu sebagaimana mestinya Engkau disembah.”[12]
- Doa: Doa merupakan media untuk memecahkan kebuntuan dan mengurai benang kusut segala problematikan dunia dan akhirat. Sebagian dari kebutuhan asasi dan abadi manusia tidak akan diperoleh kecuali melalui kanal doa dan penghambaan. Adakah kebutuhan yang lebih tinggi melebihi ikhlas dalam penghambaan kepada Allah Swt? Karena itu Imam Sajjad As memohon kepada Allah Swt supaya dianugerahi keikhlasan dalam penghambaan, “Tuhanku! Ikhlaskanlah seluruh perbuatan (kami) dari riyanya orang-orang riya dan sum’a-nya orang-orang suka memperdengarkan (kebaikan mereka) sehingga tiada satu pun yang kami jadikan sebagai sekutu-Mu dan tidak memilih selain-Mu.”[13] [iQuest]
[1]. Dalam buku-buku Akhlak, Irfan dan Tafsir, dibeberkan beberapa pandangan beragam terkait dengan definisi ikhlas ini. Misalnya Mi’râj al-Sa’adah, Allamah Naraqi, hal. 486; Kimiyâ Sa’âdat, Ghazali, jil. 2, hal. 453; Cihil Hadits (40 Hadits), Imam Khomeini, hal. 238; ‘Urwat al-Wutsqâ, Sayid Muhammad Kazhim Thabathabai, jil. 1, hal. 472 dan al-Mizân, Sayid Muhammad Husain Thabathabai, terkait ayat 264 surah al-Baqarah, ayat 38 dan 142 surah al-Nisa, ayat 47 surah al-Anfal, dan ayat 6 surah al-Ma’un.
[2]. Untuk telaah lebih jauh terkait dengan tingkatan ikhlas kami persilahkan untuk merujuk pada Tarjamah wa Syarh Ushul Kafi, karya Mustafawi dan Sair wa Suluk Allamah Sayid Mahdi Thabathabai.
[3]. “Iblis berkata, “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menghiasi (seluruh kenikmatan duniawi) di muka bumi (sehingga indah menawan dalam pandangan) mereka, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (Qs. Al-Hijr [15]:39) dan ayat-ayat serta riwayat-riwyat lainya yang berkaitan dengan perbuatan setan.
[4]. Tips untuk memperoleh ikhlash dikemukakan pada buku-buku yang telah disebutkan atau buku-buku Akhlak lainnya.
[5]. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus.” (Qs. Al-Bayyinah [98]:5)
[6]. Mi’raj al-Sa’âdah, Hadis Qudsi, hal. 489.
[7]. Ibid.
[8]. “Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa).” (Qs. Al-Shaffat [37]:128)
[9]. “Dan kamu tidak diberi pembalasan melainkan terhadap kejahatan yang telah kamu kerjakan. kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa; mereka akan terselamatkan dari azab itu).” (Qs. Al-Shaffat [37]:39-40)
[10]. “Kecuali hamba-hamba-Mu yang terpilih di antara mereka.” (Qs. Al-Hijr [15]:40)
[11]. Kumpulan riwayat ini disebutkan pada buku-buku Akhlak yang telah disebutkan.
[12]. Bihâr al-Anwâr, jil. 68, hal. 23.
[13]. Shahifah Sajjâdiyah Doa ke 44.
"خلص ذالک کله من رئاء المرائین و سمعة المسمعین لا نشرک فیه احدا دونک و لا نبغی فیه مرادا سواک”