Please Wait
Hits
8351
Tanggal Dimuat: 2010/12/20
Kode Site fa10576 Kode Pernyataan Privasi 11478
Tema Dirayah al-Hadits
Ringkasan Pertanyaan
Apakah syair “Syi’ati ma in syaribtum maai ‘azbin fadzkurûni”…. Laitakum fi yaumin ‘Âsyurâ jami’an tanzhurûni, kaifa istasqi lithifli fa abû an yarhamûni” benar-benar berasal dari Imam Husain, Sayid al-Syuhadah (Penghulu para Syahid)?
Pertanyaan
Sebuah syair yang diriwayatkan terucap dari lisan Imam Husain As, “Syi’ati ma in syaribtum mâai ‘azbin fadzkurunî”…. Laitakum fi yaumin Âsyurâ jami’an tanzhurûni, kaifa istasqi lithifli fa abû an yarhamûni.” Apakah syair ini benar-benar bersumber dari Imam Husain As? Apabila tidak demikian, apakah penyairnya adalah orang dikenal? Dan dari sisi riwayat seberapa kadar kebenaran dan reliable-nya riwayat ini? Misalnya apabila kita ingin mengutip dan menukilnya bagaimana kita dapat menyatakan dan menyandarkannya?
Jawaban Global
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda memilih jawaban detil.
Jawaban Detil

Penulis buku Farhangg-e ’Âsyurâ menulis tentang Imam Husain As tatkala ingin meneguk air, “Kesyahidan karena dahaga Imam Husain sedemikian panas dan memilukan dalam hati sehingga bergetar tatkala melihat setiap sungai atau mata air dan dengan meneguk air dan minuman segar, supaya mengingat bibir-bibir dahaga Imam Husain As; karena air adalah pengingat atas kejadian Asyura yang penuh dahaga dan keinginan-keinginan dahaga mereka yang hadir dan syahid pada hari Asyura di Karbala.

Imam Shadiq As bersabda, “Aku sekali-kali tidak meminum air dingin kecuali aku mengingat Husain bin Ali.” Dan juga bersabda, “Ma min ‘Abdin syariba al-ma fadazkara al-Husain wa la’ana qatilahu illa kutiba lahu miata alaf hasanatan wa hutta ‘anhu miata alaf sayyiatan.” (Tidaklah seorang hamba ketika meminum air kemudian mengingat Imam Husain As lalu melaknat pembunuhnya kecuali dituliskan baginya seribu kebaikan dan dihapuskan darinya seribu keburukan).[1]

Dengan demikian, seorang Syiah tatkala meneguk dan meminum air seyogyanya menyampaikan salam kepada Husain bin Ali dan berkata, “Salam kepada bibirmu yang dahaga Duhai Husain. Salamullah ‘ala al-Husain wa Ashabih. (Salam Tuhan ke atas Imam Husain As dan para sahabatnya).   Demikian juga pada kedai-kedai minum atau sumber-sumber air dingin, pada musim panas dan pada hari-hari Muharram. Ulama menulis, “Teguklah air dan berdoalah semoga Allah Swt melaknat Yazid” atau “Minumlah dan ingatlah bibir-bibir dahaga Husain.” Dari lisan Imam Husain As sendiri diriwayatkan bahwa beliau bersabda, “Syia’ti ma in syaribtum ‘azbin main fadzkuruni aw sam’itum bigharibin aw syahidin fandubuni” (Syiahku! Ingatlah aku tatkala engkau meneguk air segar. Atau menangislah tatkala engkau mendengar keterasingan dan kesyahidanku) sebagaimana yang disebutkan dalam Khasâish Husaini Syusytari.[2]

Kaf’ami dalam Misbah[3] meriwayatkan dari Hadhrat Sukainah Sa bahwa tatkala ayahandaku telah terbunuh aku memeluk badannya yang suci dan kemudian aku pingsan dan tidak sadarkan diri. Pada waktu itu aku mendengar ayahku berkata, “

شیعتى ما ان شربتم ری عذب فاذکرونى

او سمعتم بغریب او شهید فاندبونى

و انا السبط الذى من غیر جرم قتلونى

و بجرد الخیل بعد القتل عمدا سحقونى

لیتکم فى یوم عاشورا جمیعا تنظرونى

کیف استسقى لطفلى فابوا ان یرحمونى

و سقوه سهم بغى عوض الماء المعین

یا لرزء و مصاب هد ارکان الحجون

ویلهم قد جرحوا قلب رسول الثقلین

فالعنوهم ما استطعتم شیعتى فى کل حین[4]

 

Syiahku! Ingatlah aku tatkala engkau meneguk air segar

Atau menangislah tatkala engkau mendengar keterasingan dan kesyahidanku

Dan aku adalah cucu (Rasulullah) mereka bunuh tanpa ada kesalahan

Dan setelah membunuhku mereka dengan sengaja menginjak-injaku dengan kaki kuda

Duhai sekiranya engkau sekalian hadir pada hari Asyura dan melihatku

Bagaimana aku meminta air untuk putra kecilku dan mereka menolak untuk mengasihaniku.

Dan melontarkan anak panah kezaliman kepada putraku sebagai ganti air segar

Tragedi ini sedemikian memilukan sehingga meruntuhkan kaki-kaki gunung-gunung Mekkah.

Celakalah bagi mereka yang telah melukai hati Rasul jin dan manusia

Maka laknatlah mereka semampumu wahai Syiahku pada setiap kesempatan[5]

Muqarram juga dalam Maqtal al-Husain menyebutkan syair ini.[6] Namun sebagian orang berkata bahwa syair ini merupakan bahasa tubuh (hâl, menjelaskan kondisi yang dialami Imam Husain) bukan bahasa lisan (qaul).[7]

Perlu diperhatikan bahwa terkait dengan sandaran (sanad) syair ini tidak disebutkan pada literatur-literatur yang telah dijelaskan sehingga harus dibahas dan dikaji validitas dan non-validitasnya syair ini. Namun bagaimanapun, nampaknya, syair ini adalah bahasa tubuh (hâl, yang menjelaskan kondisi yang dialami Imam Husain As) karena itu membaca atau membacakannya tidak bermasalah secara syar’i dan kesimpulannya juga tidak memerlukan pembahasan sanad dan referensinya. [IQuest]



[1]. Âmali, Syaikh Shaduq, hal. 122.

[2]. Al-Khashâish al-Husain, Syusytari, hal. 99, sesuai nukilan dari Farhangge- Asyura, Jawad Muhadditsi, jil. 1, hal. 40. Mausu’ât ‘Âsyurâ, Syaikh Jawad al-Muhadditsi, jil. 1, hal. 250.

[3]. Al-Misbâh lil Kaf’ami, hal. 741. Syahid Karbalâ, Sayid Taqi Thabathabai Qummi, jil. 1, hal. 197.

[4]. Yârân-e Kucak Imâm Husain As, Sayid Ahmad Musawi Wadiqani, hal. 132. Sesuai nukilan dari Asrâr al-Syahâdah, Fadhil Darbandi, hal. 462.  Dam’at al-Sâbikah, Mulla Baqir Bahbahani, hal. 350. Ma’âli al-Sibthain, Muhammad Mahdi Mazandarani, jil. 2, hal. 31.

[5]. Cehre Dirakhsyân Husain bin Ali, hal. 8.

[6]. Maqtal al-Husain, Abdurrazzaq Muqarram, , hal. 307.

[7]. Al-Khasâish al-Husainiyyah, Syustari, hal. 99.