Al-Quran secara tegas menyebutkan dan mendukung kisah Ashab al-Kahfi dan kisah tentang pembangunan masjid di atas kuburan mereka. Terdapat banyak riwayat yang membolehkan ibadah di samping kuburan para wali Allah, bahkan diumumkan memiliki pahala dan ganjaran berlipat ganda.
Dari sisi lain, terdapat juga beberapa riwayat yang boleh jadi pada pandangan pertama dapat dinilai sebagai bertentangan dengan ayat dan riwayat-riwayat derajat pertama. Namun harus diketahui bahwa fakta-fakta sosial dan bahaya-bahaya seperti kembali kepada syirik, bermegah-megahan dan berbangga-bangga, kehilangan kesabaran dan ketabahan, sebagian pemikiran-pemikiran takhayul yang tidak sesuai dengan Islam dan lain sebagainya yang mengancam masyarakat Islam merupakan sebagian dalil yang berujung pada perhatian ekstrem masyarakat terhadap kuburan sehingga dicela oleh para Imam Maksum As.
Sebagaimana yang telah dibahas dalam jawaban 3357 (Site: 3870) pada site Islam Quest ini, berdasarkan ayat 21 surah al-Kahf, “Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, sebagian mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka (supaya mereka tidak terlihat mata lagi untuk selama-lamanya dan janganlah kita memperbincangkan tentang mereka lagi), Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Tetapi orang-orang yang mengetahui rahasia mereka (dan meyakini peristiwa itu sebagai salah satu tanda kebenaran hari kiamat) berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah masjid di atas mereka (supaya kenangan mereka tidak terlupakan)” maka membangun masjid di samping kuburan dan tentu saja salat dalam masjid tersebut tidak dapat dipandang sebagai tindakan yang melanggar syariat Islam. Namun riwayat-riwayat yang ada dalam hal ini berbeda satu sama lain. Karena itu keduanya patut dikaji dan dipelajari sebagaimana berikut:
Kelompok pertama: Riwayat-riwayat yang tidak hanya memandang boleh salat di kuburan para wali Allah, bahkan salat di tempat itu memiliki pahala berlipat ganda. Tawatur maknawi riwayat-riwayat seperti ini dalam hadis-hadis Ahlulbait As tidak menyisakan justifikasi bagi para penentangnya, sedemikian sehingga yang hanya berkaitan dengan bolehnya salat di pusara Sayid al-Syuhada As (Imam Husain As), memiliki satu pasal tersendiri dalam Wasail al-Syiah yang menyebutkan lebih dari sepuluh riwayat terkait dengan pahalanya.[1]
Kelompok kedua: Riwayat-riwayat seperti hadis-hadis yang disinggung dalam pertanyaan yang nampaknya menyoroti keharaman atau kemakruhan membangun masjid atau mengerjakan salat wajib di samping kuburan-kuburan.
Dalam hal ini harus dikatakan bahwa karena dalil penegasan al-Quran dan riwayat-riwayat kelompok pertama, terkait dengan kebolehan membangun dan juga salat di samping kuburan, mau tak mau kelompok kedua harus kita pandang sebagai bentuk pengharaman terhadap kuburan-kuburan yang berujung pada sejenis syirik, sifat mubasir, berbangga-banggaan dengan memanfaatkan kepribadian orang-orang yang telah mati dan lain sebagianya. Pengharaman ini tidak berlaku secara umum bagi kuburan para wali Allah karena tidak bertentangan dengan penghambaan kepada Allah Swt, bahkan seiring sejalan dengannya. Artinya kita tidak dapat memandang larangan ini juga berlaku bagi kuburan para wali Allah.
Dengan kata lain, ayat 21 surah al-Kahfi dan riwayat-riwayat kelompok pertama tengah menjelaskan sebuah hukum yang bersifat tetap. Adapun riwayat-riwayat kelompok kedua sehubungan dengan hukum-hukum yang sifatnya situasional berdasarkan situasi dan kondisi yang telah dijelaskan.
Berikut ini kami akan menyampaikan penjelasan ringkas sehubungan dengan sebagian hal yang boleh jadi menjadi dalil keluarnya riwayat-riwayat kelompok kedua (adanya pengharaman):
- Bertentangan dengan firman Allah Swt: Pada pandangan pertama, harus dipandang bahwa sujud di hadapan kubur dengan sendirinya tidak dapat dinilai sebagai perbuatan yang ternodai syirik, sebagaimana salat dan sujud di hadapan Ka’bah juga tidak bermakna menyembah dan beribadah kepada Ka’bah. Kita dapat berasumsi salat di hadapan simbol-simbol lainnya, namun diperuntukkan bagi Allah Swt. Contoh masalah ini dapat kita saksikan pada perintah Allah Swt kepada malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam[2] dan juga titah-titah Allah Swt lainnya terkait dengan orang-orang yang melaksanakan salat di hadapan makam Ibrahim As.[3] Kita tahu bahwa makam Ibrahim (di Mekkah itu) hanyalah tempat kakinya. Apabila membangun kuburan dan salat di samping atau di hadapannya, merupakan tanda penghambaan kepada Allah Swt tentu saja kita tidak dapat memandang misalnya, salat di samping dan bahkan di hadapan makam Ibrahim As di Palestina sebagai syirik. Namun demikian, mengingat Allah Swt telah menentukan kiblat kita tidak boleh begitu saja secara semena-mena memilih tempat lain hanya karena tempat suci dan keramat kemudian menjadikannya sebagai kiblat bagi kita. Terdapat kemungkinan bahwa laknat Rasulullah Saw kepada Yahudi dan Kristen disebabkan karena mereka menjadikan kuburan para nabi sebagai kiblatnya dan Rasulullah Saw mengkhawatirkan setelah beliau wafat, sekelompok orang dengan semena-mena akan mengerjakan salat ke arah kuburan Rasulullah Saw sebagai ganti Ka’bah.
- Bermegah-megahan dan berbangga-bangga: Dengan merujuk pada beberapa tafsir[4] kita akan mendapatkan beberapa peristiwa dimana sebagian orang dari dua suku yang berbeda masing-masing memamerkan keunggulan dan orang-orang terkenalnya. Tatkala pembicaraan tentang orang-orang hidup berakhir, mereka membeberkan keunggulan-keunggulan dan kebanggaan-kebanggaan dari orang-orang mereka yang telah meninggal sedemikian sehingga ayat-ayat pertama surah al-Takatsur turun, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu (dari mengingat Allah). Sampai kamu mendatangi kuburan (seraya menghitung orang-orang yang telah mati dari kalangan kaummu dan kamu berbangga-bangga dengan itu).”
Jelas bahwa pandangan seperti ini terhadap orang-orang mati dan menyalahgunakan nama dan kepribadian mereka serta membangun kuburan secara tidak wajar untuk memenuhi syahwat tentu tidak mendapat sokongan Islam. Banyaknya riwayat yang mencela orang-orang yang membangun kuburan. Celaan ini sangat boleh jadi disebabkan oleh perilaku seperti ini yang amat disayangkan kita saksikan sebagian pekuburan-pekuburan keluarga.
- Bersikap ekstrem dalam menyampaikan duka-duka biasa: Meski dalam agama Islam banyak dianjurkan untuk bersabar dalam menghadapi musibah, namun dewasa ini kita tetap menyaksikan sebagian orang bersikap ekstrem dalam berduka atas orang-orang mati yang berasal dari kalangan masyarakat biasa dan seolah-olah mereka tidak meyakini pahala dan ganjaran atas orang-orang bersabar.
Boleh jadi sebagian riwayat di atas juga tengah menyoroti masalah ini bahwa kematian para sahabat dan kerabat tidak boleh menghalangi manusia yang masih hidup untuk menjalani hidup yang lebih mulia dan bermartabat.
- Memperindah kuburan supaya orang-orang yang dikubur tetap memperoleh manfaat: Pada zaman dahulu kala terdapat gambaran bahwa orang-orang mati setelah kematian tetap memerlukan makanan, tempat yang layak, ornamen, dan lain sebagainya. Hal-hal seperti ini dapat disaksikan pada kuburan-kuburan yang terdapat pada peradaban-peradaban kuno. Sebagian riwayat juga mungkin berhubungan dengan pembangunan kuburan yang tidak sesuai dengan pandangan ini dan benda-benda material yang diletakkan di samping kuburan sama sekali tidak memberikan keuntungan pada orang yang telah meninggal.
- Adanya kemungkinan kembali menyembah berhala: Disebabkan pada masa-masa awal kemunculan Islam, perilaku-perilaku yang menunjukkan kemusyrikan, belum sirna secara total dari pikiran masyarakat, kemungkinan kembali kepada keyakinan-keyakinan jahiliyah mengancam kaum Muslimin. Atas dasar itu, Rasulullah Saw pada sebagian perbuatan-perbuatan mubah mengambil sikap tegas sehingga dengan demikian syirik dapat dicabut hingga akar-akarnya. Jelas bahwa setelah mencerabut akar-akar syirik sikap tegas juga akan berkurang dengan sendirinya.
Di antara tindakan ini, perintah Rasulullah Saw untuk menghancurkan wadah-wadah yang digunakan sebagai tempat minuman keras meski kita tahu bahwa perbuatan seperti ini pada masa sekarang tidak wajib hukumnya.
Sebagian tindakan tegas Rasululah Saw dalam hubungannnya dengan kuburan juga dapat dinilai dari sudut pandang ini. Sebagai contoh, Sunni meyakini bahwa Rasulullah Saw pertama-tama melarang kaum Muslimin untuk berziarah kubur namun seiring dengan berlalunya waktu, Rasulullah Saw tidak hanya tidak melarang mereka bahkan beliau menganjurkan orang-orang untuk pergi ziara kubur dan memandang ziara kubur sebagai pengingat mati dan hari kiamat serta menyebabkan manusia hidup zuhud di dunia.[5]
Dengan mencermati apa yang telah disampaikan dan dengan memperhatikan fakta-fakta yang ada terkait dengan haram (makam suci) para Imam Syiah kita dapat mengambil kesimpulan bahwa membangun dan mendirikan bangunan di sekitar makam suci mereka, serupa dengan membangun masjid di atas kuburan Ashab al-Kahfi dan dipandang sebagai tempat ibadah kepada Allah Swt. Segala fasilitas yang terdapat di sekeliling kuburan adalah fasilitas yang disediakan untuk kemudahan para peziarah atau simbol kesenian Islam dan bukan contoh dari hal-hal negatif yang telah disebutkan dalam kaitannya dengan kuburan. Karena itu dalam pandangan syariat, membangun kuburan tidak dapat dinilai sebagai perbuatan melanggar syariat.
Harap diperhatikan bahwa adanya kemiripan kondisi seperti ini dikarenakan adanya kebutuhan masa sekarang, dalam membangun dan mendirikan sebagian tempat-tempat suci pada haramain (Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi) juga dapat di saksikan. Di antaranya:
- Meski kita tahu bahwa berdasarkan riwayat Syiah dan Sunni, ibadah menghadap bukit Shafa di Mekkah memiliki pahala yang banyak namun demi menjaga bukit bersejarah ini sehingga sekarang ini bukit tersebut dibuatkan semacam tembok dan didirikan kubah di atasnya! Para peziarah Baitullah hanya dapat berdiri di samping tangga-tanggga dan menyibukkan diri beribadah. Dalam pada itu, sa’i antara Shafa dan Marwah yang duluunya dilakukan pada satu lintasan dan pada udara terbuka, kini dilakukan pada beberapa tingkat dan lingkungan yang tertutup. Alasannya karena jumlah para peziarah yang semakin membludak.
- Menjaga kehormatan Ka’bah adalah suatu yang harus dilakukan dalam segala kondisi, disebutkan pada sebagian riwayat bahwa makruh hukumnya membangun bangunan yang lebih tinggi dari Ka’bah,[6] namun di sekeliling Masjid al-Haram kini terdapat banyak bangunan yang lebih tinggi sepuluh kali dari Ka’bah! Dan tentu saja untuk membenarkan tindakan ini alasannya adalah karena kebutuhan para peziarah Ka’bah.
Nah pertanyaan kami adalah apakah pembenaran-pembenaran seperti ini, pekuburan Baqi di Madinah dibuatkan suasana yang sesuai dan memiliki atap demi kenyamanan para peziarah yang kian hari kian membludak? Apabila kubah yang dibuat di atas bukit Shafa dan Marwah bukan tanda kemusyrikan bagaimana mungkin kubah seperti itu dapat dinilai sebagai syirik ketika diletakkan di atas makam para wali Allah?
Akhir kata kami meminta Anda menyimak sebuah riwayat dari Shahih Bukhari yang diriwayatkan oleh Sufyan Tammar bahwa saya melihat kuburan Rasulullah Saw seperti punuk unta (kira-kira mirip dengan kubah kecil).”[7]
Apabila pada masa ketika peziarah masih terogolong sedikit, kuburan dibangun dalam bentuk seperti kubah kecil kemudian dewasa ini dibangunkan kubah yang lebih besar karena tuntutan situasi dan kondisi, apakah hal ini bermasalah? [iQuest]
[1]. Muhammad bin al-Hasan Hurr ‘Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 14, hal. 517, Bab 69, “Istihbab katsrat al-shalat ‘inda qabra al-Husain As Fardhan wa Naflan..” Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.
[2]. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka bersujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur, dan (dengan demikian) ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. “ (Qs. Al-Baqarah [2]:34); “(Sesungguhnya Kami telah menciptakanmu, lalu membentukmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.” (Qs. Al-A’raf [7]:11); “Dan (ingatlah) tatkala Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu semua kepada Adam.” Lalu mereka sujud kecuali iblis. Dia berkata, “Apakah aku akan sujud kepada orang yang Engkau ciptakan dari tanah?” (Qs. Al-Isra [17]:61); “Dan (ingatlah) ketika Kami berkata kepada malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam”, maka mereka sujud kecuali iblis. Ia membangkang.” (Qs. Thaha [20]:116).
[3]. ”Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah) itu tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian makam Ibrahim sebagai tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku (ini) untuk orang-orang yang melakukan tawaf, yang beriktikaf, yang rukuk, dan yang sujud.” (Qs. Al-Baqarah [2]:125)
[4]. Muhammad bin Ahmad Qurthubi, al-Jâmi’ al-Ahkâm al-Qur’ân, jil. 21, hal. 169, Intisyarat Nashir Khusruw, Teheran, 1364 S.
[5]. Dalam hal ini silahkan lihat Pertanyaan 24506 (Site: fa8926). Sunan Ibnu Majah, jil. 1, hal. 501, Hadis 1571, Riset oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi, Dar al-Fikr, Beirut.
"کنت نهیتکم عن زیارة القبور، فزوروها فإنها تزهد فی الدنیا و تذکر الآخرة".
[6]. Muhammad bin al-Hasan Hurr ‘Amili, Wasail al-Syiah, jil. 13, hal. 235, Bab 17, Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.
[7]. Shahih Bukhâri, jil. 2, hal. 106, Dar al-Fikr, Beirut, 1401 H.