Sebagian orang berpandangan bahwa teori evolusi Darwin mengemukakan penjelasan tipikal dari keteraturan yang terdapat pada setiap organisme. Di samping itu, teori tersebut juga mempersoalkan pandangan monoteis dan menyangkal bahwa untuk menciptakan keteraturan pada kehidupan setiap organisme, kita tidak perlu berpandangan bahwa terdapat pengatur bijak, mahatahu dan mahacermat yang mengatur seluruh tatanan semesta.
Teori ini tidak dapat diterima dengan beberapa alasan:
Pertama, teori Darwin tidak menjelaskan sesuatu yang lain kecuali hal ini; bahwa organisme-organisme hidup yang lebih kompleks bersumber dari organisme-organisme yang lebih sederhana. Namun sehubungan dengan sumber seluruh organisme sederhana ini Darwin tidak menjelaskan sesuatu pun.
Kedua, apabila teori Darwin dapat ditetapkan dengan baik, maka teori ini tetap tidak dapat menggugurkan teori adanya penata Ilahi; karena para penyokong teori penata Ilahi dalam hal ini dapat menyodorkan jawaban bahwa penata bijak dan mahatahu seperti ini memiliki perencanaan yang panjang untuk menciptakan alam semesta dan seluruh organisme yang terdapat di dalamnya. Dan organisme-organisme yang kompleks secara perlahan diciptakan dalam sebuah proses evolutif.
Ketiga, dari sisi lain, pandangan Darwin hanyalah sebuah teori yang belum lagi ditetapkan dan memiliki banyak penentang. Demikian juga tidak sejalan dengan kebanyakan teori-teori ilmiah.
Karena itu, dalam hemat kami, teori evolusi yang membahas masalah penciptan Adam, bapak manusia, tidak mendapat dukungan al-Qur’an. Dengan asumsi mendapat dukungan al-Qur’an, teori ini tidak berseberangan dengan argumen keteraturan (argument from design).
Sebagian orang berpandangan bahwa teori evolusi Darwin yang mengemukakan penjelasan tipikal dari keteraturan yang terdapat pada setiap organisme, juga mempersoalkan pandangan monotheis dan untuk menciptakan keteraturan pada kehidupan setiap organisme kita tidak perlu berpandangan bahwa terdapat pengatur bijak, mahatahu dan mahacermat mengatur semuanya.
Sesuai dengan teori evolusi, struktur kompleks organisme-organisme hidup hari ini muncul dari organisme-organisme hidup yang lebih sederhana dalam sebuah proses natural. Dua faktor gerakan atau mutasi dan reproduksi generasi memiliki peran penting dalam proses ini. Mutasi terjadi tatkala anak dengan kedua orang tuanya sedemikian harus berbeda sehingga dapat menimbulkan perubahan pada generasi-generasi mendatang dan demikian seterusnya.
Faktor kedua juga berpengaruh apabila proses reproduksi organisme-organisme lebih besar dari kapasitas lingkungan. Dalam hal ini, untuk menyimpan makanan mereka berkompetisi keras satu sama lain dan pada akhirnya setiap jenis dari organisme hidup yang lebih kuat dari jenis lainnya dalam menyediakan makanan memiliki kesempatan hidup lebih besar dan mentransformasi tipologi-tipologi ini ke generasi mendatang. Sebagai kesimpulannya, kita memiliki sekumpulan faktor natural yang dengan kinerja mereka, dunia senantiasa mengalami perubahan.[1]
Nampaknya teori evolusi ini berhasilan mengkonfrontir ranah agama di Barat, dari beberapa sisi, dengan beberapa kontradiksi.
A. Kontradiksi lahir teori evolusi dengan masalah-masalah ketuhanan. Apa yang diterima di kalangan cendekiawan Barat sebagai argumen yang paling penting untuk menetapkan keberadaan Tuhan yang cerdas dan bertujuan adalah argumen keteraturan.
Sesuai dengan argumen ini, keteraturan berlaku di alam keberadaan. Di samping itu, menetapkan adanya Entitas konstruktif yang menciptakan alam semesta dan seluruh organisme juga menetapkan adanya kekuasaan mengatur dan menata, cerdas dan memiliki tujuan. Namun teori evolusi, secara lahir, memandang aksi dan reaksi hampa inteleksi yang menjadi sebab kemunculan berbagai jenis organisme hidup. Dan sebagai hasilnya, menepikan secara keseluruhan konsep teologis dan tertatanya penciptaan.
Meski sikap kontradiktif paling profan teori evolusi dengan gagasan-gagasan religius terpendam pada sisi ini, namun perkara ini bersumber dari tiadanya ulasan yang tepat dan absah terhadap argumen keteraturan. Padahal ulasan argumen keteraturan yang berkembang di kalangan teolog Muslim, terjaga dan terpelihara dari berbagai serangan pendukung teori evolusi.
Poin: Apa yang patut dicermati di sini adalah bahwa diantara keyakinan terhadap keberadaan Tuhan dan teori ini tidak terdapat kemestian logis. Artinya penetapan keberadaan Tuhan tidak hanya berpijak di atas argumen keteraturan. Masih banyak argumen-argumen yang disodorkan oleh filosof dan teolog dalam menetapkan keberadaan Tuhan.
B. Kontradiksi teori evolusi dan Kedudukan Mulia Manusia
Dalam teori-teori religius Barat, manusia diposisikan sebagai tujuan tinggi penciptaan dimana seluruh keberadaan diadakan untuk memenuhi seluruh hajat dan keinginannya. Dalam pandangan ini, manusia adalah tenunan yang terajut terpisah dengan kehendak Tuhan dan dengan tujuan untuk bersanding dengan-Nya sehingga ia mengada. Organisme-organisme lainnya juga dikerahkan supaya manusia sampai pada tujuannya.
Nah, teori evolusi dengan mengemukakan masalah ini; yakni bahwa seluruh organisme semesta (diantaranya manusia) muncul dari proses evolusi dan proses aksi dan reaksi hampa inteleksi natural, telah menggerusi kemuliaan dan kedudukan eksklusif manusia. Demikian juga, dengan pandangan seperti ini, teori evolusi telah mendegradasi kedudukan manusia dari posisinya yang menjulang. Dimensi kontradiksi ini lebih banyak bersumber dari polemik antara dua kelompok yaitu kaum empirik pendukung teori evolusi dan para pengikut ajaran-ajaran kitab suci, yang memandang keberadaan manusia sebelumnya pada maqam dan kedudukannya sekarang ini. Sementara kedua kelompok ini telah melupakan asumsi lainnya secara keseluruhan bahwa manusia adalah entitas yang memiliki akal dan kemampuan berpikir serta memiliki keunggulan di alam keberadaan dan wujud manusia sebelumnya (hasil dari evolusi atau hasil dari penciptaan serentak) tidak akan memberikan pengaruh negatif atau positif pada situasi unggulnya sekarang ini.
Beberapa Sanggahan atas Pandangan ini
Terdapat beberapa sanggahan atas pandangan ini yang akan disebutkan sebagian diantaranya sebagaimana beriktu ini:
1. Teori Darwin tidak lain menjelaskan bahwa organisme-organisme hidup yang lebih sempurna dihasilkan dari organisme-organisme hidup yang lebih sederhana. Namun teori ini tidak menjelaskan tentang sumber organisme-organisme hidup sederhana ini. Struktur organisme-organisme yang lebih sederhana ini harus sedemikian lengkap sehingga mampu menyediakan berbagai kebutuhan-kebutuhannya dan apabila tidak demikian mereka tidak akan mampu melanjutkan hidupnya. Sejatinya, pandangan ini tidak memberikan uraian sempurna dari keteraturan final yang terdapat di dalam semesta, melainkan semata-mata menjelaskan bagaimana sebagian organisme mengalami evolusi dan kesempurnaan gradual satu sama lain. Karena itu, teori evolusi ini tidak dapat menggantikan uraian tentang tauhid dan monotheistik.[2]
2. Apabila teori Darwin dapat ditetapkan dengan baik maka teori ini tetap tidak dapat menggugurkan teori adanya Penata Ilahi atas alam semesta; karena para pendukung teori penata Ilahi dalam hal ini dapat menyodorkan jawaban bahwa Penata Bijak dan Mahatahu sedemikian memiliki perencanaan panjang bagi penciptaan semesta dan mahluk hidupnya yang sempurna. Dan organisme-organisme yang kompleks secara perlahan diciptakan dalam sebuah proses evolutif.
3. Dari sisi lain, pandangan Darwin hanyalah sebuah teori yang belum lagi ditetapkan dan memiliki banyak penentang. Demikian juga tidak sejalan dengan kebanyakan teori-teori ilmiah.[3]
Karena itu, dalam hemat kami, teori evolusi yang membahas masalah penciptaan Adam, bapak manusia, tidak mendapat dukungan al-Qur’an. Sebagaimana yang dijelaskan pada Jawaban 731 (Site: 911) bahwa dengan asumsi mendapat dukungan al-Qur’an, maka teori ini tetap tidak berseberangan dengan argumen keteraturan (argument from design).[IQuest]
Untuk telaah lebih jauh ihwal bagaimana penciptaan manusia, kami persilahkan untuk merujuk link terkait sebagai berikut:
Beberapa Tingkatan Penciptaan Manusia, 12403 (Site: 12170)
Penciptaan Jasmani Nabi Adam As, 12061 (Site: 11843)
Penciptaan Nabi Adam As dan Temuan-temuan Para Ilmuan, 2999 (Site: 3297)
[1]. Paul Edwards, Barâhin Itsbât-e Wujud Khudâ dar Falsafe-ye Gharb, God and Philosophers penerjemah Jamali Nisbat, Ali Ridha, Muhammad Ridhai, Muhammad, hal. 79-80, nukilan dari Dâirat al-Ma’ârif, Qum, Markaz Muthala’at wa Tahqiqat-e Islami, 1371 S.
[2]. Ibid, hal. 10.
[3]. Sehubungan dengan Argumen Keteraturan dan Teori Evolusi, silahkan lihat Syarh Ushûl Falsafeh wa Rawesy-e Realisme, karya Murtadha Muthahhari, Majmu’e Atsar, jil. 6, hal. 940 – 956, Teheran, Shadra, 1373 S. Demikian juga sanggahan ini dikaji dan ditelisik secara lebih akurat pada kitab Tauhid karya Muthahhari, hal. 256 – 278, Shadra, Teheran, Cetakan Kesepuluh, 1381 S.