Kode Site
fa1320
Kode Pernyataan Privasi
72190
Ringkasan Pertanyaan
Apabila para ahli warisan seorang pria yang telah meninggal itu adalah ayah, ibu, istri dan 4 putri berapa besar saham warisan masing-masing dari mereka? Apabila ahli warisnya itu adalah ibu, dua saudari, seorang istri, berapakah saham warisan yang mereka terima?
Pertanyaan
Dengan memperhatikan kandungan lugas ayat-ayat 11-14 surah al-Nisa yang menentukan dengan akurat dan jelas saham warisan para ahli waris namun kami menghadapi beberapa persoalan. Contohnya seorang pria yang meninggalkan ayah, ibu, istri dan empat putri sebagai ahli waris. Pertanyaan saya adalah berapa saham masing-masing dari ahli waris ini? Demikian juga apabila seorang pria yang meninggalkan ibu, dua saudari dan seorang istri? Mirip dengan pertanyaan ini angka-angka yang disebutkan dalam ayat-ayat ini dapat dikemukakan dan tentunya akan sangat penting mengingat apa yang disebutkan secara lugas dalam ayat-ayat ini, keseluruhan dari saham warisan lebih dari satu.”
Jawaban Global
Dengan memperhatikan ayat-ayat ini dan riwayat-riwayat para maksum, para fakih kemudian menginferensi kaidah-kaidah dan rumusan-rumusan untuk pembagian warisan yang dijelaskan dalam fatwa-fatwa dan disebutkan dalam buku-buku fikih mereka.
Untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan pembagian warisan maka perlu kiranya memperhatikan tingkatan masing-masing ahli waris dan mengetahui kaidah-kaidah umum dan khusus warisan demikian juga mengetahui sedikit banyak tentang ilmu Matematika.
Secara umum ahli waris terbagi menjadi tiga tingkatan:
Tingkatan pertama: Ayah, ibu dan anak-anak (langsung atau cucu).
Tingkatan kedua: Kakek dan nenek (nenek atau ibu nenek), saudara, saudari, kemenakan dari saudara dan saudari (langsung atau putra/putri kemenakan).
Tingkatan ketiga: Paman dan bibi, oom dan tante, anak-anak mereka (yang dimaksud paman dan bibi, oom dan tante adalah paman dan bibi, oom dan tante pewaris sendiri dan yang dimaksud dengan anak-anak mereka adalah entah anak-anak mereka langsung atau cucu-cucunya).
Setiap tingkatan adalah penghalang sampainya warisan bagi tingkatan selanjutnya dan dengan adanya mereka maka warisan tidak akan sampai pada tingkatan selanjutnya.
Saham warisan para kerabat yang berhubungan secara nasab (nasabi) atau disebabkan oleh pernikahan (sababi) terkadang dengan bagian yang telah ditentukan, sehingga bagian ini disebut sebagai Fardh dan kepada ahli waris yang memperoleh warisan seperti ini disebut sebagi shahib Fardh. Terkadang saham warisan tanpa bagian yang telah ditentukan, ahli waris yang menerima warisan seperti ini disebut sebagai shahib al-qarabah. Jatah-jatah enam bagian warisan adalah sebagai berikut:
Seperdua (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), sepertiga (1/3), seperenam (1/6), dua pertiga (2/3) yang masing-masing untuk tingkatan atau tingkatan-tingkatan ahli waris.
Dengan memperhatikan kaidah-kaidah ini dan dengan mencermati saham yang telah ditentukan untuk masing-masing ahli waris, apabila ahli waris seorang pria yang telah meninggal itu adalah ayah, ibu, istri dan empat putrinya, saham sang istri adalah seperdelapan (tsumun, 1/8), saham atau jatah masing-masing dari ayah dan ibu adalah seperenam (sudus, 1/6) dan warisan yang tersisa dibagi secara merata kepada empat anak putri mayit.
Dalam kondisi kedua, jika ahli waris seorang pria yang telah meningal itu adalah ibu, dua saudari, dan seorang istri, maka saham sang istri adalah seperempat (rub’, 1/4) dan sisa hartanya akan diperoleh oleh sang ibu. Dalam hal ini, saudarinya sama sekali tidak memperoleh warisan. Karena dengan adanya ibu yang berada pada tingkatan pertama maka jatah dan saham tidak akan sampai pada para saudari yang berada pada tingkatan kedua.
Untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan pembagian warisan maka perlu kiranya memperhatikan tingkatan masing-masing ahli waris dan mengetahui kaidah-kaidah umum dan khusus warisan demikian juga mengetahui sedikit banyak tentang ilmu Matematika.
Secara umum ahli waris terbagi menjadi tiga tingkatan:
Tingkatan pertama: Ayah, ibu dan anak-anak (langsung atau cucu).
Tingkatan kedua: Kakek dan nenek (nenek atau ibu nenek), saudara, saudari, kemenakan dari saudara dan saudari (langsung atau putra/putri kemenakan).
Tingkatan ketiga: Paman dan bibi, oom dan tante, anak-anak mereka (yang dimaksud paman dan bibi, oom dan tante adalah paman dan bibi, oom dan tante pewaris sendiri dan yang dimaksud dengan anak-anak mereka adalah entah anak-anak mereka langsung atau cucu-cucunya).
Setiap tingkatan adalah penghalang sampainya warisan bagi tingkatan selanjutnya dan dengan adanya mereka maka warisan tidak akan sampai pada tingkatan selanjutnya.
Saham warisan para kerabat yang berhubungan secara nasab (nasabi) atau disebabkan oleh pernikahan (sababi) terkadang dengan bagian yang telah ditentukan, sehingga bagian ini disebut sebagai Fardh dan kepada ahli waris yang memperoleh warisan seperti ini disebut sebagi shahib Fardh. Terkadang saham warisan tanpa bagian yang telah ditentukan, ahli waris yang menerima warisan seperti ini disebut sebagai shahib al-qarabah. Jatah-jatah enam bagian warisan adalah sebagai berikut:
Seperdua (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), sepertiga (1/3), seperenam (1/6), dua pertiga (2/3) yang masing-masing untuk tingkatan atau tingkatan-tingkatan ahli waris.
Dengan memperhatikan kaidah-kaidah ini dan dengan mencermati saham yang telah ditentukan untuk masing-masing ahli waris, apabila ahli waris seorang pria yang telah meninggal itu adalah ayah, ibu, istri dan empat putrinya, saham sang istri adalah seperdelapan (tsumun, 1/8), saham atau jatah masing-masing dari ayah dan ibu adalah seperenam (sudus, 1/6) dan warisan yang tersisa dibagi secara merata kepada empat anak putri mayit.
Dalam kondisi kedua, jika ahli waris seorang pria yang telah meningal itu adalah ibu, dua saudari, dan seorang istri, maka saham sang istri adalah seperempat (rub’, 1/4) dan sisa hartanya akan diperoleh oleh sang ibu. Dalam hal ini, saudarinya sama sekali tidak memperoleh warisan. Karena dengan adanya ibu yang berada pada tingkatan pertama maka jatah dan saham tidak akan sampai pada para saudari yang berada pada tingkatan kedua.
Jawaban Detil
Terkait dengan saham warisan dan bagaimana pembagiannya tidak disebutkan dalam ayat 13 dan 14 surah al-Nisa (4) namun Allah Swt berfirman dalam ayat 11 dan 12 surah ini, “Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian harta warisan untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk kedua orang tua, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh kedua orang tuanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tua dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam saham sepertiga (warisan). (Semua itu) sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar utangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris itu). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Dengan memperhatikan ayat-ayat ini, ayat-ayat dan riwayat-riwayat lainnya, para fakih kemudian menginferensi kaidah-kaidah dan rumusan-rumusan untuk pembagian warisan yang dijelaskan dalam fatwa-fatwa yang disebutkan dalam buku-buku fikih mereka.
Dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan warisan harus diperhatikan bahwa para ahli waris terdiri dari tiga tingkatan dimana tingkatan pertama dan kedua masing-masing terbentuk dua golongan sementara tingkatan ketiga dari satu golongan.
Dua golongan tingkatan pertama adalah ayah, ibu dan anak-anak (anak langsung atau cucu).
Dua golongan tingkatan kedua adalah kakek dan nenek (langsung seperti nenek atau ibu nenek), saudara, saudari, kemenakan dari saudara dan saudari (langsung atau putra/putri kemenakan).
Tingkatan ketiga yang merupakan satu golongan terdiri dari paman dan bibi, oom dan tante, anak-anak mereka. Yang dimaksud paman dan bibi, oom dan tante adalah paman dan bibi, oom dan tante pewaris sendiri dan yang dimaksud dengan anak-anak mereka adalah entah anak-anak mereka langsung atau cucu-cucu mereka.
Dalam masalah warisan pertama harus diperhatikan tiga kaidah penting yang terkait dengan tiga tingkatan dan golongan ahli waris:
Kaidah pertama: Setiap tingkatan didahulukan atas tingkatan setelahnya. Dengan kata lain, setiap tingkatan adalah penghalang warisan bagi tingkatan selainnya. Dengan adanya satu orang dari tingkatan pertama maka tingkatan kedua tidak akan kebagian saham warisan dan dengan adanya satu orang di tingkatan kedua maka orang-orang di tingkatan ketiga tidak akan memperoleh warisan.
Kaidah kedua: Pada setiap golongan, seseorang yang dekat kepada mayit, lebih diprioritaskan atas orang yang jauh dari mayit. Namun kerabat yang lebih dekat pada satu golongan tidak didahulukan atas kerabat yang jauh. Karena itu, anak lebih didahulukan atas cucu dan cucu atas cicit, namun ayah tidak didahulukan atas cicit, karena berada pada dua golongan, demikian juga kakek mayit lebih diprioritaskan atas kakek ayah dan saudara lebih didahulukan atas kemenakan, namun kakek tidak didahulukan atas kemenakan demikian juga saudara atas kakek karena berada pada satu golongan.
Kaidah ketiga: Kerabat ayah dan ibu, didahulukan atas kerabat dari pihak ayah, dengan syarat keduanya berada satu jarak dari mayit, namun apabila jarak mereka tidak satu, kerabat ayah dan ibu tidak didahulukan, karena itu kerabat lebih dekat didahulukan atas kerabat lebih jauh, meski kerabat lebih dekat dari jalur ayah kepada mayit dan kerabat lebih jauh dari jalur ayah dan ibu.
Istri dan suami tidk berbeda dalam klasifikasi tiga tingkatan di atas, bahkan istri dan suami bersama seluruh tingkatan memperoleh warisan dan tidak menjadi penghalang bagi setiap tingkatan.
Saham Warisan
Saham warisan para kerabat nasabi (jalur keturunan) atau sababi (melalui jalur pernikahan) terkadang dengan bagian tertentu yang telah ditentukan (baca: 1/3), pengurangan ini disebut sebagai “fardh” dan ahli waris yang menerima warisan seperti ini disebut “shahib al-fardh.” Terkadang saham warisan tanpa pengurangan tertentu yang telah ditentukan, ahli waris yang memperoleh warisan seperti ini disebut sebagai shahib al-qarabah.
Jatah-jatah Warisan
Seperdua (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), sepertiga (1/3), seperenam (1/6), dua pertiga (2/3) yang masing-masing untuk sekelompok atau kelompok-kelompok ahli waris.
Orang-orang yang memperoleh jatah warisan adalah:
Dengan memperhatikan ayat-ayat ini, ayat-ayat dan riwayat-riwayat lainnya, para fakih kemudian menginferensi kaidah-kaidah dan rumusan-rumusan untuk pembagian warisan yang dijelaskan dalam fatwa-fatwa yang disebutkan dalam buku-buku fikih mereka.
Dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan warisan harus diperhatikan bahwa para ahli waris terdiri dari tiga tingkatan dimana tingkatan pertama dan kedua masing-masing terbentuk dua golongan sementara tingkatan ketiga dari satu golongan.
Dua golongan tingkatan pertama adalah ayah, ibu dan anak-anak (anak langsung atau cucu).
Dua golongan tingkatan kedua adalah kakek dan nenek (langsung seperti nenek atau ibu nenek), saudara, saudari, kemenakan dari saudara dan saudari (langsung atau putra/putri kemenakan).
Tingkatan ketiga yang merupakan satu golongan terdiri dari paman dan bibi, oom dan tante, anak-anak mereka. Yang dimaksud paman dan bibi, oom dan tante adalah paman dan bibi, oom dan tante pewaris sendiri dan yang dimaksud dengan anak-anak mereka adalah entah anak-anak mereka langsung atau cucu-cucu mereka.
Dalam masalah warisan pertama harus diperhatikan tiga kaidah penting yang terkait dengan tiga tingkatan dan golongan ahli waris:
Kaidah pertama: Setiap tingkatan didahulukan atas tingkatan setelahnya. Dengan kata lain, setiap tingkatan adalah penghalang warisan bagi tingkatan selainnya. Dengan adanya satu orang dari tingkatan pertama maka tingkatan kedua tidak akan kebagian saham warisan dan dengan adanya satu orang di tingkatan kedua maka orang-orang di tingkatan ketiga tidak akan memperoleh warisan.
Kaidah kedua: Pada setiap golongan, seseorang yang dekat kepada mayit, lebih diprioritaskan atas orang yang jauh dari mayit. Namun kerabat yang lebih dekat pada satu golongan tidak didahulukan atas kerabat yang jauh. Karena itu, anak lebih didahulukan atas cucu dan cucu atas cicit, namun ayah tidak didahulukan atas cicit, karena berada pada dua golongan, demikian juga kakek mayit lebih diprioritaskan atas kakek ayah dan saudara lebih didahulukan atas kemenakan, namun kakek tidak didahulukan atas kemenakan demikian juga saudara atas kakek karena berada pada satu golongan.
Kaidah ketiga: Kerabat ayah dan ibu, didahulukan atas kerabat dari pihak ayah, dengan syarat keduanya berada satu jarak dari mayit, namun apabila jarak mereka tidak satu, kerabat ayah dan ibu tidak didahulukan, karena itu kerabat lebih dekat didahulukan atas kerabat lebih jauh, meski kerabat lebih dekat dari jalur ayah kepada mayit dan kerabat lebih jauh dari jalur ayah dan ibu.
Istri dan suami tidk berbeda dalam klasifikasi tiga tingkatan di atas, bahkan istri dan suami bersama seluruh tingkatan memperoleh warisan dan tidak menjadi penghalang bagi setiap tingkatan.
Saham Warisan
Saham warisan para kerabat nasabi (jalur keturunan) atau sababi (melalui jalur pernikahan) terkadang dengan bagian tertentu yang telah ditentukan (baca: 1/3), pengurangan ini disebut sebagai “fardh” dan ahli waris yang menerima warisan seperti ini disebut “shahib al-fardh.” Terkadang saham warisan tanpa pengurangan tertentu yang telah ditentukan, ahli waris yang memperoleh warisan seperti ini disebut sebagai shahib al-qarabah.
Jatah-jatah Warisan
Seperdua (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan (1/8), sepertiga (1/3), seperenam (1/6), dua pertiga (2/3) yang masing-masing untuk sekelompok atau kelompok-kelompok ahli waris.
Orang-orang yang memperoleh jatah warisan adalah:
- Jatah (fardh) “seperdua” (setengah): Orang-orang yang memperoleh setengah dari warisan adalah:
- Seorang putri (apabila orang yang meninggal hanya memiliki satu putri dan tidak memiliki putra atau putri lainnya).
- Suami (apabila orang yang meninggal tidak memiliki anak meski dengan perantara).
- Saudari dari seayah dan seibut atau seayah saja (tanpa saudara).
- Jatah seperempat (rub’, 1/4): Orang-orang yang menerima seperempat dari warisan mayit adalah sebagai berikut:
- Suami (apabila mayit memiliki anak tanpa perantara atau dengan perantara).
- Istri (apabila mayit tidak memiliki anak tanpa perantara atau dengna perantara).
- Jatah seperdelapan (tsumun, 1/8): Orang-orang yang menerima seperdelapan adalah istri orang yang meninggal, apabila suaminya (pewaris) memiliki anak meski dengan perantara.
- Jatah sepertiga (tsuluts, 1/3): Orang-orang yang menerima sepertiga warisan adalah sebagai berikut:
- Ibu (apabila orang yang meninggal tidak memiliki anak meski dengan perantara) dan ada juga ayah sang mayit.
- Dua atau beberapa saudara seibu atau dua ata beberapa saudari seibu, atau saudara dan saudari seibu[1] (apabila ahli waris orang yang meninggal hanya saudara dan saudari seayah serta beberapa saudara dan saudari seibu dimana dalam hal ini sepertiga harta warisan dibagi secara merata di antara saudara-saudara dan saudari-saudari seibu).
- Jatah seperenam (sudus, 1/6): Orang-orang yang memperoleh jatah seperenam warisan adalah sebagai berikut:
- Ibu (apabila orang yang meninggal memiliki anak atau memiliki dua saudara, atau empat saudari, atau seorang saudara dan dua saudari yang semuanya merupakan saudara-saudari seayah).[2]
- Ayah (apabila orang yang meninggal memiliki anak). Dalam saham ini, tidak terdapat ayah dan ibu entah masing-masing sendiri atau berdua.
- Seorang saudara atau saudari seibu.
- Jatah dua pertiga (tsultsain, 2/3): Orang-orang yang memperoleh dua pertiga warisan adalah sebagai berikut:
- Dua atu beberapa putri (tanpa putra).
- Dua atau beberapa saudara seayah dan seibu atau hanya seayah (tanpa saudara).[3]
Istri dan suami mewarisi satu sama lain bersama dengan seluruh tingkatan waris.[4] Warisan istri dari suami apabila sang suami memiliki anak maka ia akan memperoleh seperdelapan (tsumun, 1/8) dan apabila sang suami tidak memiliki anak, ia akan memperoleh seperempat (rub’, 1/4) dan warisan suami dari istri apabila istri memiliki anak maka ia akan memperoleh seperempat (rub’, 1/4) dan apabila sang istri tidak mempunyai anak maka ia akan mendapatkan seperdua (nishf, 1/2) warisan.[5]
Dengan memperhatikan kaidah-kaidah ini dan dengan mencemati saham yang telah ditentukan untuk masing-masing ahli waris, apabila ahli waris seorang pria yang telah meninggal itu adalah ayah, ibu, istri dan empat putrinya, saham sang istri adalah seperdelapan (tsumun, 1/8),[6] saham atau jatah masing-masing dari ayah dan ibu adalah seperenam (sudus, 1/6) dan warisan yang tersisa dibagi secara merata kepada empat anak putri mayit.
Dalam kondisi kedua, jika ahli waris seorang pria yang telah meninggal itu adalah ibu, dua saudari, dan seorang istri, maka saham sang istri adalah seperempat (rub’, 1/4) dan sisa hartanya akan diperoleh oleh sang ibu. Dalam hal ini, saudarinya sama sekali tidak memperoleh warisan. Karena dengan adanya ibu yang berada pada tingkatan pertama maka jatah dan saham tidak akan sampai pada para saudari yang berada pada tingkatan kedua. [iQuest]
Dengan memperhatikan kaidah-kaidah ini dan dengan mencemati saham yang telah ditentukan untuk masing-masing ahli waris, apabila ahli waris seorang pria yang telah meninggal itu adalah ayah, ibu, istri dan empat putrinya, saham sang istri adalah seperdelapan (tsumun, 1/8),[6] saham atau jatah masing-masing dari ayah dan ibu adalah seperenam (sudus, 1/6) dan warisan yang tersisa dibagi secara merata kepada empat anak putri mayit.
Dalam kondisi kedua, jika ahli waris seorang pria yang telah meninggal itu adalah ibu, dua saudari, dan seorang istri, maka saham sang istri adalah seperempat (rub’, 1/4) dan sisa hartanya akan diperoleh oleh sang ibu. Dalam hal ini, saudarinya sama sekali tidak memperoleh warisan. Karena dengan adanya ibu yang berada pada tingkatan pertama maka jatah dan saham tidak akan sampai pada para saudari yang berada pada tingkatan kedua. [iQuest]
[1] Taudhih al-Masāil (al-Muhassyā lil Imām al-Khomeini), jil. 2, hal. 718, Masalah 2747.
[2] Taudhih al-Masāil (al-Muhassyā lil Imām al-Khomeini), jil. 2, hal. 709.
[3] Taudhih al-Masāil (al-Muhassyā lil Imām al-Khomeini), Fatwa Ayatullah Zanjani, jil. 2, hal. 704.
[4] Taudhih al-Masāil (al-Muhassyā lil Imām al-Khomeini), Fatwa Ayatullah Zanjani, jil. 2, hal. 741, Masalah 2882.
[5] Taudhih al-Masāil (al-Muhassyā lil Imām al-Khomeini), jil. 2, hal. 741, Masalah 2770.
[6] Dari harta yang dijelaskan dalam kitab-kitab fikih bahwa istri memperoleh warisan darinya. Taudhih al-Masāil (al-Muhassyā lil Imām al-Khomeini), jil. 2, hal. 741, Masalah 2771.