Tab'idh (mengambil sebagian masalah dari seorang marja' dan mengambil masalah lainnya dari marja' yang lain) itu dibenarkan pada awal-awal bertaklid dan sebelum beramal dalam taklid, dengan catatan apabila dua marja' taklid atau beberapa marja' itu sederajat (dalam tingkat a’lamiyahnya). Akan tetapi harus dipahami bahwa dalam masalah-masalah yang berkaitan erat satu dengan yang lainnya, ia harus bertaklid kepada satu marja'. Yakni ia tidak boleh mengikuti fatwa seorang mujtahid –misalnya- dalam hukum kenajisan badan dan pakaian. Sementara pada masalah pakaian untuk shalat, ia merujuk pada fatwa mujtahid lainnya.
Namun apabila setelah beramal (bertaklid), ia ingin merujuk pada fatwa marja' lainnya, maka hal ini termasuk dalam hukum 'udul (pindah marja' taklid secara total). Jelas, bahwa 'udul dalam taklid dan mengganti marja' taklid, harus dilakukan apabila ia yakin bahwa marja' yang lain tersebut ternyata a'lam (dibandingkan marja' yang ia taklidi). Adapun apabila ia mengetahui tentang sederajatnya dua marja' tersebut apakah ‘udul (berpindah) juga dibolehkan atau tidak?
Sebagian marja' agung taklid berkata: Tidak ada masalah apabila sebelumnya, terkhusus untuk masalah tersebut ia tidak beramal, mengikut fatwa marja' taklidnya. Karena itu, terkhusus dalam masalah ini apabila Anda tidak beramal mengikut fatwa marja' taklid Anda, maka Anda boleh beramal mengikut fatwa marja' lainnya.[1] [IQuest]
[1]. Makarim Syirazi, Istiftâ’ât, jil. 3, Pertanyaan 11 dan 14 dan jil 1 hal. 26. Nuri Hamadani, Istiftâ’ât, jil. 1, Pertanyaan 11 dan jil. 1, Pertanyaan 4. Risâlah Dânesyjui, hal. 49.