1. Terkadangan maksud dari “hadis kisa” itu adalah sekumpulan hadis-hadis yang disebutkan dalam kitab-kitab hadis dan lain-lain Ahlusunnah dan Syi’ah yang dianggap sebagai sebab-sebab turunnya ayat “tathhir” dan peristiwa berkumpulnya lima orang (As) (Ashâbul Khamsah) di bawah kain Kisa (pakaian orang Yaman), dan terkadang yang dimaksudkan adalah suatu hadis yang disebutkan dalam kitab-kitab seperti: al Muntakhâb dan Mafâtîhul Jinân dan lain-lain.
2. Hadis dan peristiwa kisa yang terjadi setelah turunnya ayat tathhir di rumah Ummu Salamah dan Rasulullah Saw, dengan pakaian dan mantelnya, menyuruh Ali As, Fatimah As, Hasan As dan Husein As untuk masuk di bawah naungan kain dan menjelaskan obyek-obyek luaran (misdak) siapa saja yang termasuk Ahlulbait secara sempurna. Hal ini merupakan perkara yang pasti dan definitif dalam pandangan Ahlusunnah dan Syi’ah dan banyak dari para sahabat dan tabi’in, dan bahkan Imam Ali As, Imam Hasan As, Imam Husein As, Ummu Salamah dan Aisyah serta yang lain menukil hadis ini.
3. Riwayat-riwayat yang merupakan penjelasan atas peristiwa ini, kendati dalam perinciannya terdapat perbedaan satu dengan yang lain namun mereka sama-sama mengakui bahwa peristiwa ini betul-betul terjadi.
4. Sejumlah orang dari keluarga dan sahabat-sahabat Rasulullah Saw yang menyaksikan dan melihat peristiwa tersebut, mengabarkan bagaimana proses terjadinya peristiwa Kisa.
5. Apa yang dinamakan hadis kisa yang dinukil dari Fatimah al-Zahra As yang ada dalam kitab-kitab seperti, ‘Awâlimul ‘Ulûm, al-Muntakhâb dan Mafâtîh al-Jinân itu tidak dianggap muktabar dan valid.
6. Dengan alasan bahwa hadis yang disebutkan di atas sanadnya lemah, dan bahwa tak ada satu pun kitab hadis muktabar dan populer yang menukilnya, dan bahkan sebagian juga nama mereka tercantum dalam silsilah sanad hadis, tidak menyebutkan hadis kisa tersebut dalam kitab-kitab hadis mereka, dan almarhum Syekh Abbas Qumi juga menjelaskan hal ini dalam kitab Muntahâ al-Âmâl, mungkin dapat dikatakan, penyebutan hadis ini dalam kitab Mafâtîh al-Jinân hanya merupakan tambahan-tambahan yang dilakukan setelah Muhaddits Qumi Ra.
7. Maqam-maqam Ilahiyah dan keutamaan-keutamaan para Imam Ma’sum As merupakan di antara hal-hal yang dijelaskan dalam banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan Riwayat-riwayat Islam dan informasi tentangnya dapat diperoleh dengan merujuk kepada sumber-sumber yang ada.
Dalam menjawab pertanyaan ini, pertama perlu diperjelas maksud dari “hadis kisa” itu. Apakah maksudnya itu sesuai denga apa yang dinukil dalam sumber-sumber utama Ahlusunnah dan Syi’ah yang menyatakan bahwa hadis Kisa merupakan sebab-sebab turunnya ayat tathhir dan berkumpulnya 5 orang di bawah kain Kisa dan penjelasan asli peristiwa Kisa, atau yang dimaksudkan adalah suatu hadis yang disebutkan pada sebagian kitab-kitab seperti: “al-Muntakhâb”[1] dan “'Awâlim al-‘Ulûm”[2] dan “Muntahal Âmâl”[3]dan “Mafâtîh al-Jinân” [4] dan lain-lain itu sebagai “hadis kisa”?
Dari ungkapan-ungkapan sang penanya, dapat dipahami bahwa kebanyakan maksud dari hadis kisa adalah suatu hadis yang dijelaskan dalam kitab Mafâtîh al-Jinân dan lain-lain yang dinukil dari Fatimah al-Zahra As. Bagaimanapun juga di sini kita akan menjawab kedua kemungkinan pertanyaan di atas.
1. Hadis kisa dalam sumber-sumber Ahlusunnah dan Syi’ah:
Peristiwa kisa yang terjadi ketika pada proses turunnya ayat tathhir: “innamaa yuriidullaahu liyudzhiba ‘ankumurrijsa ahlalbait wayuthahhirakum tathhiira”[5] merupakan suatu hal yang pasti dan tidak bisa dipungkiri lagi kebenarannya. Kejadian ini banyak dinukil dalam teks-teks dan hadis-hadis dari Ahlusunnah (para sahabat dan tabi’in) dan Syi’ah (para Imam Ma’sum As), yang menjelaskan ketinggian maqam dan kesucian Ashâb al-kisa. Peristiwa ini sedemikian mutawatir sehingga para ahli hadis Ahlusunnah dan Syi’ah menukilnya dan banyak bukti-bukti serta indikasi dalam sejarah yang mendukung hal ini.
Dengan itu, hari dimana peritiwa ini terjadi itu disebut sebagai “hari kisa” dan 5 orang yang mana pada hari itu mendapat limpahan rahmat khusus Allah Swt dengan turunnya ayat itu, dikenal dan populer dengan sebutan “Ashâbul Kisa” .[6] Ashâbul (dan ahli) kisa di antaranya adalah: Rasulullah Saw, Imam Ali As, Fatimah As, Imam Hasan As, Imam Husein As.
Riwayat-riwayat yang ada kaitannya dengan hal ini, tidaklah sama dan terdapat perbedaan-perbedaan dalam isi dan lafaz-lafaznya. Sebagian darinya menjelaskan inti dari peristiwa itu, tapi tidak menyebutkan tipologinya. Sebagiannya juga menjelaskan bagian-bagian dan pelbagai tipologi peristiwa itu, namun setiap dari penjelasan itu punya titik tekan dan sudut pandang yang berbeda-beda.
Dengan alasan ini, perbincangan tentang ayat tathir, penafsiran dan pengkajian tentang hadis-hadis yang terkait dengannya dan bahwa apakah ayat tersebut khusus ditujukan kepada Ahlulbait As dan Ashâbul Kisa itu di luar kajian kita kali ini dan barangkali dengan merujuk ke kitab-kitab yang ditulis khusus tentang hal ini dan juga tafsir-tafsir dan kitab-kitab hadis, dapat memberikan hasil yang cukup memuaskan bagi para pembaca.[7]
Saya kira cukup dengan menyebutkan hal ini bahwa salah seorang ilmuan menyusun sebuah kitab tentang seputar ayat tathhir dimana pada jilid pertama buku tersebut, ia menjelaskan tentang matan-matan hadis serta sejumlah sahabat-sahabat yang menukilkan hadis tersebut, ia menyebutkan sekitar lebih dari 50 orang.[8]
Jumlah riwayat-riwayat yang berkaitan dengan ayat tathhir itu lebih dari 70 hadis.[9] Qunduzi (Hanafi), setelah menukil hal-hal seputar “mawadda fil qurba” mengatakan Rasulullah Saw, setelah turunnya ayat “wa’mur ahlaka bish shalaati wash thabir ‘alaiha”, selama 9 bulan selalu datang ke depan pintu rumah Fatimah As dan membaca:”innamaa yuriidullaahu liyudzhiba ‘ankumurrijsa ahlalbait wayuthahhirakum tathhiira”, ia (Qunduzi) berkata seperti ini: “berita ini dinukil dari sekitar 300 sahabat”.
Layak disebutkan di sini bahwa terdapat orang yang berusaha mengingkari mayoritas riwayat-riwayat terkait dengan keutamaan-keutamaan Ahlulbait As namun mengakui kesahihan hadis kisa dan berkata: “Adapun hadis kisa ini adalah sahih dan benar”.[10]
Dengan meneliti dan memeriksa sanad hadis-hadis yang terkait dengan ayat tathhir dan peristiwa kisa, maka akan ditemukan lebih dari 30 orang sahabat. Sebagian diantaranya adalah: “Imam Ali As, Imam Hasan As, Imam Ali bin Husein As, Imam Shadiq As, Imam Ridha As, Jabir bin Abdullah, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Ja’far Thayyar, Buraidah al-Aslami, Abdullah bin Umar, ‘Imran bin Hashin, Salamah bin al Ukuu’, Abu Sa’id al Khudri, Anas bin Malik, Abu Dzar, Abu Laili, Abul Aswad Duali, ‘Amru bin Maimun Awda, Sa’ad bin Abi Waqqas, Ummu Salamah, Aisyah, Umar bin Abi Salamah, Abul Hamra, Zaenab binti Abi Salamah, ‘Amir bin Sa’ad, al Barra’ bin ‘Azib, Watsilah bin al Asqa’ (al Ashqa’), Tsauban (pembantu Nabi Saw), ‘Atha bin Sayyar, Abu Hurairah dan lain-lain...” [11]
Tentunya sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa bisa saja ditemukan dan disaksikan perbedaan-perbedaan pada lafaz riwayat-riwayat dan syarat-syarat, tempat, waktu peristiwa kisa dan turunnya ayat tathhir, namun tak ada keraguan sedikit pun akan substansi hadis kisa. Adapun mengenai apa rahasia yang terkandung pada adanya perbedaan tersebut, itu merupakan tema penting dan terpisah dari kajian kita kali ini dan tidak begitu penting untuk menjelaskannya d isini secara detil, namun singkatnya dapat dikatakan bahwa peristiwa kisa terjadi di rumah Um