Pandangan yang paling akurat yang diajukan oleh para fisikawan, terkait dengan unsur asli pembenetuk materi pertama alam semesta menetapkan bahwa alam materi, pada awalnya terbentuk dari unsur sodium padat yang menghuni sebuah ruang. Hal ini terjadi pada masa-masa yang sangat jauh berkisar 13 miliyar tahun sebelumnya dan akibat ledakan dahsyat materi ini terbagi menjadi beberapa bagian dan partikel lainnya. Matahari, bintang-gemintang, galaksi, langit, bumi dan sebagainya dengan ukuran dan volumenya masing-masing, terbentuk bagian-bagian yang terbagi ini.
Para penafsir al-Qur'an dan komentator Nahj al-Balâgha dengan memperhatikan kemampuan-kemampuan ilmu baru dan kemajuan sains, teori-teori dan pandangan-pandangan dari fisikawan, menafsirkan ayat-ayat dan riwayat yang terkait dengan masalah ini: "Tanpa ragu bahwa yang dimaksud dengan redaksi "dukhan" (asap) dalam al-Qur'an bukanlah asap yang dikenal secara umum; karena asap dikenal berasal dari api. Sementara dukhan (asap) dalam bahasa al-Qur'an bukanlah bersumber dari api, melainkan dari asap yang berasal dari air akibat banyaknya gelombang-gelombang.
Karena itu, ucapan Amirul Mukminin As yang menegaskan bahwa penciptaan semesta berasal dari air tidaklah berseberangan dengan al-Qur'an; karena kita tidak memiliki dalil-dalil dan bukti-bukti bahwa yang air dimaksud oleh Baginda Ali adalah air yang terbentuk dari oksigen (O2) dan hydrogen (H20). Bahkan boleh jadi yang dimaksud oleh Imam Ali As adalah materi madzâb (yang mencair).[i] Lantaran masyarakat pada waktu itu belum mengenal materi madzâb (yang mencair) sehingga beliau menyebut materi tersebut sebagai air; karena materi madzâb (yang mencair) juga seperti air yang mengalir dan selalu bergerak (in flux).
Sebagai hasilnya, pandangan Imam Ali dengan teori baru yang mengatakan: Materi utama alam semesta adalah madzâb (yang mencair) tidak bertentangan antara satu dengan yang lain; karena Imam As berkata: "Karena akibat pengaruh gerakan air (atau materi madzâb (yang mencair)) terbentuklah buih. Dan yang dimaksud dengan buih adalah atom-atom yang berasal dari bahan madzâb (yang mencair) naik ke atas dan kemudian terpisah darinya; artinya sebagian besar berpisah darinya dan naik dalam bentuk asap dan dari asap langit dan buih itu sendiri terciptalah bumi. Karena itu bumi juga berasal dari materi madzâb (yang mencair) dan selepas itu tertutup di atasnya.
Persoalan di atas ini dapat dicocokkan dengan teori – big bang – yang berkata: "Atom-atom terlepas dari madzâb (yang mencair) dan kemudian hasilnya adalah bumi." Karena itu, pandangan al-Qur'an, riwayat dan teori ilmuan baru tentang materi pertama semesta dapat dihimpunkan dan disatukan. Dan hal ini dapat dilakukan dengan penafsiran redaksi "air" dan "asap" yang disebutkan dalam al-Qur;an sebagai materi madzâb (yang mencair) dan gas.
Kendati demikian kita tidak boleh melupakan beberapa poin berikut ini:
1. Meski secara lahir dari al-Qur'an dan sains dapat disimpulkan bahwa alam semesta pada permulaannya terbentuk dari gas. Akan tetapi al-Qur'an tidak memiliki matlab yang tegas terkait dengan unsur-unsur lainnya seperti teori big-bang.
2. Dengan memperhatikan jumlah teori terkait dengan awal penciptaan dan tiadanya penetapan definitifnya, sementara ini tidak satu pun dari teori ini secara definitif dapat disandarkan kepada al-Qur'an. Al-Qur'an merupakan kitab petunjuk (hudan) bukan kitab Fisika atau Kimia. Al-Qur'an dalam merealisasikan petunjuk ini terkadang menengarai masalah semacam ini. Oleh itu, di sini kita berada pada tataran apa yang dikemukakan dalam Islam sebagai contoh dari kemampuan multi pembahasan dan kemukjizatan al-Qur'an.
3. Apabila kelak suatu hari teori big-bang dapat ditetapkan dan dibuktikan secara definitif maka matlab ini akan menetapkan kemukjizatan ilmiah al-Qur'an, karena hal ini merupakan jenis penyingkapan rahasiah ilmiah al-Qur'an.
[i]. Yang dimaksud dengan madzab adalah bahan yang mencair yang memiliki potensi untuk berubah menjadi bahan-bahan langit dan bumi seperti menjadi buih dan berubah menjadi bahan-bahan dan unsur-unsur kosmos.
Manusia dalam rentang waktu hidupnya di dunia senantiasa berupaya mencari dan menjelajah dengan pikiran dan kontemplasinya untuk mengenal dirinya. Khususnya seiring dengan kemajuan sains dan teknologi dalam pelbagai bidang dan dengan pelbagai media, wahana kemajuan dan modern, setiap hari ia berusaha untuk mengenal pelbagai dimensi dunia yang luas dan bintang-gemintang yang terdapat di angkasa raya.
Para saintis ilmu-ilmu material (baca: fisikawan) dan natural kendati telah berhasil menyingkap sebagian dari dunia materi ini dan mengemukakan pelbagai teori tentang bagaimana muncul dan terbentuknya dunia ini, akan tetapi harus diakui bahwa pengenalan mereka di hadapan hal-hal yang belum lagi tersingkap dari semesta keberadaan ini sangatlah kecil. Diumpamakan apa yang ditemukan laksana sebutir pasir di hadapan samudera yang mahaluas di hadapannya. Oleh itu, terdapat pelbagai pandangan yang menjelaskan tentang materi pertama semesta dan penjelasan itu mereka sebut sebagai teori atau asumsi tentang materi pertama.
Al-Qur'an sebagai mukjizat abadi Nabi Saw yang menetapkan kebenaran klaim risalah yang dibawanya, juga memiliki kemukjizatan pada bidang dan subyek yang beragam dimana salah satu dari kemukjizatan tersebut adalah kemukjizatan ilmiah al-Qur'an.
Kemujizatan ilmiah al-Qur'an termasuk pelbagai matlab dan rahasiah ilmiah yang dijelaskan al-Qur'an, akan tetapi pada masa pewahyuan dan diturunkannya al-Qur'an yaitu pada masa jahiliyah dan tiadanya teknologi dan industri belum lagi dikenal oleh manusia pada masa itu dan dengan kemajuan ilmu dan teknologi sebagian dari matlab dan rahasiah ilmiah tersebut tersingkap.
Akan tetapi tujuan dan risalah al-Qur'an bukan untuk mengungkap pelbagai masalah pelik ilmu pengetahuan, boleh jadi al-Qur'an menyerahkan urusan ini pada akal dan pikiran manusia. Al-Qur'an dengan mempresentasikan hal-hal yang gamblang dan menjelaskan pelbagai dali-dalil tak-lengkap, menuntun manusia kepada tauhid dan menggiringnya kepada hari kebangkitan dan mendekatkannya untuk menerima hal-hal tersebut. Apabila hal-hal seperti ini disebutkan dalam al-Qur'an sejatinya untuk mengajak manusia kepada Tuhan lalu memperkenalkan eksistensi dan keesaan-Nya.
Tugas utama al-Qur'an adalah manusia itu sendiri, risalah al-Qur'an menjelaskan frame-frame fundamental satu pandangan dunia menyeluruh tentang keberadaan dan mengungkap hubungannya dengan Tuhan semesta alam.
Akan tetapi ilmu-ilmu materi dan terboosan baru dalam dunia Fisika, dengan pelbagai media dan cara beragam, telah menyerahkan urusan ini kepada akal manusia, eksperimen, temuan dan pelbagai hipotesa manusia sehingga manusia itu sendiri dalam pelbagai bidang ini berusaha berdasarkan kemampuan-kemampuannya.
Karena itu, menampilkan masalah keilmuan, empirik dan eksperimen sedemikian di hadapan al-Qur'an nampaknya bukan merupakan sebuah perbuatan yang benar.[1]
Bagaimanapun, untuk menjawab pertanyaan yang dikemukakan di atas pertama-tama kita akan mengunjukkan pendapat sebagian filosof dan ilmuan, kemudian mengkaji ayat-ayat, riwayat dan sumber-sumber Islam dan berupaya semaksimal mungkin hingga kita dapat mengambil sebuah kesimpulan dari permasalahan ini.
Materi pertama semesta menurut filosof dan ilmuan
Thales adalah filosof pertama Yunani yang pada tahun 640 SM, meyakini bahwa alam semesta terbentuk dari air. Seluruh perubahan yang terjadi di alam semesta dikarenakan unsur-unsur yang berpengaruh pada air. Ia berpandangan bahwa, tanah dan bebatuan muncul karena pergantian suhu udara dan udara merupakan air yang berbentuk uap dan awan-awan merupakan uap-uap yang menggumpal. Api muncul dari benturan benda-benda padat yang terbentuk dari air. Segala sesuatu di dunia ini kembali kepada asalnya yaitu air.
Filosof ini juga mengklaim bahwa wujud terajut dari air-air dan di sekelilingnya membeku dan terkepung air. Dari seluruh rajutan air-air yang membeku dan terkepung air ini ada sepenggal yang terpisah darinya dan menempati air yang disebut sebagai bumi.[2]
Para ilmuan Fisika meyakini bahwa asal keberadaan bersumber dari gas panas yang berbaran yang mengisi ruang dan kandungan materi yang senantiasa bergerak.
Kebanyakan ilmuan meyakini bahwa alam semesta dimulai dengan "big bang" semenjak jutaan tahun yang silam. Dapat digambarkan bahwa dari ledakan itu terciptalah seluruh materi dan energi yang ada di alam semesta.
Teori big bang dewasa ini merupakan penjelasan yang paling masyhur yang pernah diajukan oleh para ilmuan terkait asal usul alam semesta.[3] Teori ini menjelaskan bahwa alam semesta pada masa yang sangat-sangat silam, kurang-lebih 13 milyar tahun sebelumnya pada satu detik tertentu berada pada sebuah titik yang di dalamnya tertimbun energi dan densitas atom-atom yang tak-terbatas.
Berdasarkan model kosmologi ini, keberadaan dimulai dengan satu ledakan yang melepaskan diri dari kepadatan dan suhu yang melampaui batas.
Alam detik demi detik semakin meluas dan suhu juga mengikutinya detik demi detik semakin berkurang.[4] Para ilmuan ini berada pada kajian dan penyaksian mereka terkait dengan fenomena-fenomena alam sampai pada kesimpulan bahwa materi pada awal penciptaannya merupakan benda yang padat dan tetap, demikian juga bahwa materi pada permulaannya bentuknya adalah gas yang menyala yang sangat padat dan karena ledakan yang sangat dahsyat yang terjadi padanya, maka gas tersebut semakin meluas dan melebar.
Materi pertama dunia menurut al-Qur'an
Para penafsir al-Qur'an dengan bersandar pada ayat 7 surah Hud "Dan Dia-lah yang menciptakan tujuh petala langit dan bumi dalam enam masa, dan ‘Arasy-Nya berada di atas air" dan ayat-ayat lainnya[5] berkata bahwa materi pertama dunia itu bersumber dari air. Sayid Quthb meyakini bahwa ayat ini (ayat 7 surah Hud) hanya menunjukkan pada adanya air tatkala penciptaan langit dan bumi serta tegaknya arsy Ilahi. Adapun bahwa air itu bagaimana ia air, merupakan perkara gaib yang tidak tersedia jalan untuk memahaminya.[6]
Sebagian mufassir al-Qur'an meyakini bahwa Allah Swt pertama kali menciptakan air, kemudian tujuh petala langit dan bumi dan secara keseluruhan entitas materi diciptakan dari air.[7]
Terkait dengan penciptaan langit, al-Qur'an menegaskan: " Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih berupa asap " (Qs. Fussilat [41]:11) Kemudian menciptakan langit yang berada dalam kondisi asap. Ayat ini menjelaskan tentang penciptaan langit dari asap. Imam Baqir As bersabda: "Asap ini bukanlah jenis asap yang bersumber dari api."[8]
Bahan pertama Semesta menurut Imam Ali As
Imam Ali As dalam Nahj al-Balaghah menjelaskan perbuatan-perbuatan Ilahi; artinya penciptaan seluruh entitas dan pengaturannya, baik itu entitas non-material atau material dan entitas-entitas bumi dan langit terkait dengan masalah ini dan bersabda: "Ketika Yang Mahakuasa menciptakan lowongan-lowongan atmosfer,[9] Allah Swt menciptakan hawa dan ruang yang luas dan pada hawa dan ruang yang luas itu, Allah menciptakan air dan air ini terletak di atas angin; sejatinya Allah Swt menciptakan angin di udara dan di atas angin itu terdapat sebuah benda cair yang tercipta dalam bentuk air dimana angin tersebut hadir di bawah tekanan dan air menjaga angin tersebut sehingga air tersebut tetap kondisinya. Kemudian Allah Swt menciptakan angin kedua dimana angin ini dengan tekanan mengaduk air tersebut dan sebagai hasilnya terciptalah gelombang-gelombang yang banyak.
Gelombang-gelombang ini berkejaran satu dengan yang lain dan akibat benturan gelombang ini muncullah buih-buih (dimana pada hakikatnya buih-buih ini adalah atom-atom biru yang naik ke atas) dan dari buih-buih ini muncullah tujuh petala langit.
Dari sebagian riwayat dimana salah satunya adalah dari Baginda Ali As dapat ditarik kesimpulan bahwa dari buih-buih muncullah uap yang berbentuk asap. Akan tetapi kedua hal ini tidak bertentangan satu dan yang lain; karena ketika banyak uap yang berkumpul pada suatu tempat dan bergerak ke atas maka nampaknya ia mirip dengan asap.[10]
Oleh karena itu, apabila penjelasan-penjelasan Imam Ali ini kita sandingkan dengan riwayat-riwayat lainnya dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Imam Ali berpandangan bahwa materi pertama alam semesta adalah air.
Konsiliasi di antara ayat, riwayat dan pandangan baru
Tanpa ragu bahwa yang dimaksud dengan "dukhan" (asap) yang disinggung dalam al-Qur'an bukan asap yang dikenal secara umum. Karena asap yang dikenal secara umum bersumber dari api. Para penafsir al-Qur'an dengan bersandar pada riwayat dari Imam Baqir As sepakat bahwa "dukhan" yang disebutkan dalam al-Qur'an tidak bersumber dari api. Melainkan dari pengaruh tekanan gelombang yang tinggi yang berasal dari gelombang dan uap yang bersumber dari air. Demikian juga ada kemungkinan bahwa arsy Ilahi pada ayat 7 surah Hud adalah kiasan dari kekuasaan Tuhan yang sejatinya merupakan permulaan kekuasaan Tuhan dalam penciptaan dan pembentukan alam semesta adalah berasal dari air. Hal ini sejalan dengan sabda Imam Ali As yang menegaskan bahwa penciptaan alam semesta bersumber dari air.
Akan tetapi kita tidak memiliki dalil bahwa yang dimaksud dengan air di sini adalah air yang komposisinya dari O2 (Oksigen) dan H20 (Hidrogen). Boleh jadi yang dimaksud adalah materi madzâb (yang mencair). Karena masyarakat pada waktu itu tidak mengenal madzâb (yang mencair) maka terma ini tidak digunakan dan madzâb (yang mencair) itu disebut sebagai air.
Demikian juga angin yang menguasai air sebagaimana disebutkan Imam Ali boleh jadi yang dimaksud bukanlah angin sebagaimana yang dikenal secara umum namun energi dan kekuatan penggerak yang mengakselerasi gerakan bahan madzâb (yang mencair) ini. Demikian juga tidak jelas bahwa yang dimaksud dengan laut (bahr) dalam lisan Imam Shadiq As yang bersabda: "Tatkala Tuhan ingin menciptakan langit, Dia memerintahkan kepada angin-angin untuk mengguncang laut dan laut itu adalah laut-laut dan samudera yang kita kenal ini." Karena pembentukan laut-laut sedemikian adalah bagian dari penciptaan bumi dan pembahasan tentang asal penciptaan galaksi-galaksi dimana salah satu dari galaksi tersebut adalah bumi.
Karena itu, dengan pertimbangan ini, pandangan Imam Ali dan teori modern juga tidak terdapat perbedaan. Asal-usul alam materi sesuai dengan sabda Imam Ali adalah air atau dalam bahasa para fisikawan adalah materi madzâb (yang mencair).
Imam Ali As dalam Nahj al-Balaghah: "Akibat pengaruh gerakan muncullah buih, yang dimaksud dengan buih adalah sebuah atom dari bahan madzâb (yang mencair) yang mengarah ke atas dan kemudian terpisah darinya; yaitu pada hakikatnya potongan-potongan yang terpisah itu adalah madzâb dan naik ke atas dalam bentuk asap dan dari asap tersebut terciptalah langit dan dari buih sendiri terciptalah bumi." Karena itu, bumi berasal dari bahan madzâb (yang mencair) dan selepas itu tertutup. Matlab ini dapat dicocokkan dengan teori big-bang yang mentasbihkan bahwa sebuah atom terpisah dari bahan madzâb (yang mencair) dan muncul dalam bentuk bumi.
Karena itu, tidak terdapat kontradiksi antara pandangan ayat-ayat dan riwayat dengan teori dan pandangan fisikiawan baru. Karena pandangan al-Qur'an dan riwayat dapat disesuaikan dengan teori "sodium".[11] Lantaran redaksi air dan asap dapat disesuaikan dengan redaksi bahan madzâb dan gas.
Akan tetapi, para teolog mencukupkan diri mereka dengan bentuk lahir ayat-ayat dan riwayat tanpa menerima penjelasannya. Mereka berkata, "Karena Allah Swt mahamenguasai atas segala sesuatu maka boleh saja Dia menciptakan air dan dari air tersebut terciptalah tujuh petala langit dan bumi.
Sebagian lainnya juga dengan bersandar pada ayat al-Qur'an yang menyebutkan bahwa: "Aku sekali-kali tidak menghadirkan mereka untuk menyaksikan penciptaan langit dan bumi dan tidak (pula) penciptaan diri mereka sendiri." (Qs. Al-Kahf [18]:51) dan dengan berargumen bahwa pandangan para ilmuan dan fisikawan ini masih berada pada tataran hipotesa dan masih diperdebatkan serta belum sampai pada tingkatan kebenaran ilmiah. Karena tiada seorang pun yang menyaksikan entitas pertama dan bagaimana terbentuknya entitas tersebut.[12] Mereka menerima bentuk lahir dari ayat ini dan berpandangan bahwa bahan pertama alam semesta adalah air.[13]
Sebagian lainnya dalam menjelaskan penciptaan tujuh petala langit dan bumi dari air menyampaikan penjelasan lainnya. Mereka berkata:
Alam semesta terdiri dari dua jenis:
- Alam penciptaan dan materi.
- Alam amar (perintah) yaitu alam non-materi dengan dasar ayat 54 surah al-A'raf (7) yang menyebutkan: " yang dimaksud dengan "khalq" (penciptaan) adalah alam materi dan "amr" adalah alam non-materi.
Berdasarkan pokok pikiran ini yang dimaksud dengan air haruslah emanasi (faidh) Allah Swt. Sebuah emanasi (faidh) yang termasuk di dalamnya seluruh alam entitas (semenjak alam akal dan non-materi hingga alam materi).
Karena itu, yang dimaksud dengan redaksi bahwa dari benturan dan gelombang air, terciptalah bumi dan langit adalah bahwa alam akal yang menerima pengaruh emanasi Tuhan, kemudian ia menganugerahkan (ifâdha) dan dari anugerah ini terciptalah tujuh petala langit dan bumi.[14]
Sebagai penutup, untuk diketahui bahwa dalam berhadapan dengan ayat-ayat dan riwayat-riwayat maka kita harus memperhatikan beberapa poin berikut ini:
1. Kendati dari bentuk lahir al-Qur'an dan ilmu dapat disimpulkan bahwa alam semesta pada permulaannya terbentuk dari gas-gas. Akan tetapi al-Qur'an tidak menyebutkan secara tegas unsur-unsur lainnya seperti teori big-bang.
2. Dengan memperhatikan banyaknya teori dan pandangan terkait awal penciptaan dan tiadanya penetapan dan pembuktian secara definitif terkait awal penciptaan tersebut, sementara ini secara definitif tidak dapat disandarkan kepada al-Qur'an. Dengan demikian, jawaban dari pertanyaan yang diajukan di atas hanya berada pada tataran menjelaskan apa yang disebutkan secara lahir dari referensi-referensi Islam dan sebagai perumpamaan atas kemampuan pembahasan-pembahasan para pendahulu kita dan mukjizat ilmiah al-Qur'an.
3. Apabila suatu hari teori big-bang ditetapkan dan dibuktikan secara definitif, maka hal itu akan menetapkan dan membuktikan mukjizat ilmiah al-Qur'an dan riwayat-riwayat. Lantaran al-Qur'an dan riwayat-riwayat berada pada tataran mengungkapkan rahasia-rahasiah ilmiah.[15] Karena itu kita tidak dapat menyandarkan sesuatu secara definitif sementara ini kepada al-Qur'an dan riwayat-riwayat yang ada. []
[1]. Sayid Quthb terkait dengan hal ini berkata orang-orang Muslim lantaran terpesona dan terkesima oleh pengaruh pesat dan canggihnya teknologi baru, berupaya untuk menimpakan perkara-perkara ini ke atas al-Qur'an dan berusaha memperkenalkan al-Qur'an sebagai kitab kedokteran, kimia, astronomi dan sebagainya dimana hal ini bukanlah yang disasar oleh al-Qur'an. Orang-orang ini sejatinya adalah orang-orang yang berpikir sederhana dan picik. Sayid Quthb melanjutkan, al-Qur'an merupakan kitab sempurna pada subyek-subyek kajiannya. Dan subyek kajian al-Qur'an lebih besar dari seluruh ilmu ini. Karena subyek utama al-Qur'an adalah manusia itu sendiri. Tafsir fii Zhilâl al-Qur'ân, jil. 1, hal. 181.
[2]. Khatib Abdul Ghani, Qur'ân wa 'Ilm Imruz (terjemahan Asadullah Mubsyiri), hal. 69-70.
[3]. Pada tahun 1927 M (1306 Q) seorang inventor Belgia Georges Éduard Lemaître mengemukakan teori ini bahwa alam semesta pada mulanya sangat kecil. Kondisi alam seperti ini ia sebutnya sebagai "Telur Kosmos" yang setelah terjadinya ledakan bom big-bang, alam meluas seperti sekarang ini. Pada dekade 1930 dan 1940 M, teori "Telur Kosmos" menyempurna dan berganti menjadi teori "Big Bang." Danesh Name-ye Oxford, jil. 1, hal. 90.
[4]. Untuk keterangan lebih jauh silahkan Anda merujuk ke situs Basghah Andisyeh, Paraskar dan Majalah Rusyd.
[5]. Misalnya, "Wa ja'alna min al-ma' kullu syain hayy." Kami menjadikan segala sesuatu dari air itu hidup." (Qs. Al-Anbiya [21]:30)
[6]. Sayid Quthb, Tafsir fi Zhilâl al-Qur'ân, jil. 4, hal. 1858.
[7]. Dairât al-Ma'ârif al-Qur'ân, jil. 1, redaksi air.
[8]. "Tatkala Allah Swt hendak menciptakan langit, Dia memerintahkan kepada angin-angin untuk menggoncang lautan hingga muncul buih. Dari gelombang ini dan dari buih ini keluarlah asap dari tengah laut, kemudian Allah menciptakan langit dari buih tersebut tanpa api." Ibnu Maitsam, Syarh Nahj al-Balâghah.
[9]. Nahj al-Balâgha, khutbah pertama, "Ketika Yang Mahakuasa menciptakan lowongan-lowongan atmosfer, mengembangkan ruang angkasa dan lapisan-lapisan angin, la mengalirkan ke dalamnya air yang ombak-ombaknya membadai dan yang gelombang-gelombangnya saling melompati. la memuatnya pada angin yang kencang dan badai yang mematahkan, memerintahkannya untuk mencurahkannya kembali (sebagai hujan), memberikan kepada angin kendali atas kekuatan hujan, dan memperkenalkannya dengan batasan-batasannya. Angin meniup di bawahnya sementara air mengalir dengan garang atasnya. Kemudian Yang Mahakuasa menciptakan angin dan membuat gerakannya mandul, mengekalkan posisinya, mengintensifkan gerakannya dan menyebarkannya menjauh dan meluas. Kemudian la memerintahkan angin itu membangkitkan air yang dalam dan mengintensifkan gelombang laut. Maka angin mengocoknya sebagaimana mengocok dadih dan mendorongnya dengan sengit ke angkasa dengan melemparkan posisi depannya di belakang, dan yang berdiam pada yang terus mengalir, sampai permukaannya terangkat dan permukaannya penuh dengan buih. Kemudian Yang Mahakuasa mengangkat buih ke angin yang terbuka dan cakrawala yang luas dan membuat darinya ketujuh langit dan menjadikan yang lebih rendah sebagai gelombang yang berdiam dan yang di atas sebagai atap yang melindungi dan suatu bangunan tinggi tanpa tiang untuk menopang atau paku untuk menyatukannya.
[10]. Ibnu Maitsam, Syarh Nahj al-Balâgha, khutbah pertama, hal. 138.
[11]. Sodium adalah gas yang tercampur dengan debu kosmos atau dengan ungkapan lain gas yang bergantung yang di dalamnya terdapat bahan keras dan metal yang disebut oleh ilmuan sebagai "dukhan" (asap) yang disebut dalam al-Qur'an. Sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa materi matahari, bintang-gemintang, bumi dan sebagainya berasal dari bahan madzab, panas, hangat dan mengalir lantaran gerakan potongan-potongan yang terpisah dari bahan madzâb tersebut. . Matahari, bintang-gemintang, galaksi, langit, bumi dan sebagainya dengan ukuran dan volumenya masing-masing, terbentuk bagian-bagian yang terbagi ini. Berdasarkan teori ini titik common antara air dan madzâb adalah mengalir dan gerakannya. Karena itu boleh jadi yang dimaksud dengan air di sini adalah bahan madzâb yang mengalir dan bergerak itu. Dan sodium adalah gas yang tercipta lantaran gerakan kencang bahan madzâb ini. Dan tujuh petala langit tercipta dari bahan gas ini.
[12]. Khatib Abdul Ghani, Qur'ân wa 'Ilm Imruz, terjemahan Asadullah Mubsyiri, hal. 85-86.
[13]. Untuk telaah lebih jauh terkait pelbagai pandangan ilmuan tentang penciptaan entitas-entitas materi silahkan rujuk ke Syarh Nahj al-Balâgha Ibnu Maitsam, jil. 1, hal. 138-155.
[14]. Untuk telaah lebih jauh terkait pelbagai pandangan ilmiah tentang penciptaan entitas-entitas materi silahkan rujuk ke Syarh Nahj al-Balâgha Ibnu Maitsam, jil. 1, hal. 138.
[15]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Pazûhesy dar I'jâz-e 'Ilmi-ye Qur'ân, Muhammad 'Ali Ridhai Isfahani, jil. 1, hal. 93-10.