Ringkasan Pertanyaan
Jika kesenangan-kesenangan surgawi bukan ukuran, lantas bagaimana orang-orang surga menarik diri dari satu kesenangan menikmati kesenangan yang lain?
Pertanyaan
Jika kesenangan-kesenangan surgawi bukan ukuran, lantas bagaimana orang-orang surga menarik diri dari satu kesenangan menikmati kesenangan yang lain?
Jawaban Global
Tampaknya asal mula pertanyaan ini adalah satu bentuk tolok ukur antara karakteristik-karakteristik dunia dengan persoalan akhirat, penempatan ukuran dan standar tipologi dunia seperti kekurangan, sarat cela, tersebarnya penyakit, dilanda kematian, kelalaian, pertentangan dan kesalahan merupakan karakteristik dari alam semesta, sementara berdasarkan ayat-ayat dan hadis-hadis tipologi alam akhirat tidak sejalan dengan tipologi alam dunia.
Berhenti dari satu kesenangan dan menikmati kesenangan yang lain (jika dalam surga terdapat istilah berhenti), bukan alasan jenuh dari nikmat, akan tetapi adalah dengan alasan membarunya kesenangan dan variatif nikmat-nikmat. Surga adalah kesempurnaan tujuan seluruh nabi, para wali dan orang-orang mukmin.
Amirul mukminin As mengibaratkan jika engkau melihat surga dengan hati ketahuilah alangkah terpuji bagimu, lepaskanlah hatimu dari dunia meskipun hal itu jelas dan indah.
Penghuni surga adalah penghuni dinamis karena kekal dalam berbagai perwujudan manifestasi, naik dari manifestasi fisik pada kedermawanan Ilahi dan duduk pada singgasana rububiyat haq (kepengaturan Sang Pencipta) menyaksikan penciptaan.
Satu poin lain ialah inti kesenangan bagi seorang penghuni surga adalah pada saat itu ia adalah tamu Tuhan dan duduk depan jamuan Tuhan, yaitu dengan terikatnya hakikat tersebut dan atas dasar itu persoalan bosan tidak lagi memiliki arti.
Berhenti dari satu kesenangan dan menikmati kesenangan yang lain (jika dalam surga terdapat istilah berhenti), bukan alasan jenuh dari nikmat, akan tetapi adalah dengan alasan membarunya kesenangan dan variatif nikmat-nikmat. Surga adalah kesempurnaan tujuan seluruh nabi, para wali dan orang-orang mukmin.
Amirul mukminin As mengibaratkan jika engkau melihat surga dengan hati ketahuilah alangkah terpuji bagimu, lepaskanlah hatimu dari dunia meskipun hal itu jelas dan indah.
Penghuni surga adalah penghuni dinamis karena kekal dalam berbagai perwujudan manifestasi, naik dari manifestasi fisik pada kedermawanan Ilahi dan duduk pada singgasana rububiyat haq (kepengaturan Sang Pencipta) menyaksikan penciptaan.
Satu poin lain ialah inti kesenangan bagi seorang penghuni surga adalah pada saat itu ia adalah tamu Tuhan dan duduk depan jamuan Tuhan, yaitu dengan terikatnya hakikat tersebut dan atas dasar itu persoalan bosan tidak lagi memiliki arti.
Jawaban Detil
Tampaknya asal mula pertanyaan ini adalah satu bentuk tolok ukur antara karakteristik-karakteristik dunia dengan persoalan akhirat, penempatan ukuran dan standar tipologi dunia seperti kekurangan, sarat cela, tersebarnya penyakit, dilanda kematian, kelalaian, pertentangan dan kesalahan merupakan karakteristik dari alam semesta, sementara berdasarkan ayat-ayat dan hadis-hadis tipologi alam akhirat tidak sejalan dengan tipologi alam dunia.
Pada alam surga tidak terdapat pertentangan dan kesalahan; karena itu, kesenangan itu terikat dan tidak ada jalan kebinasaan, kerusakan dan ketakutan padanya. Allah Swt menyatakan:
«وَما هذِهِ الْحَیاةُ الدُّنْیا إِلاَّ لَهْوٌ وَ لَعِبٌ وَ إِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِیَ الْحَیَوانُ لَوْ کانُوا یَعْلَمُونَ»
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main belaka. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Qs. Al-Ankabut [29]:64)
Jadi alam akhirat dan segala sesuatunya yang memiliki kehidupan adalah kehidupan yang sebenarnya dan (senantiasa) baru.
Penghuni surga adalah penghuni dinamis karena kekal dalam berbagai perwujudan manifestasi, naik dari manifestasi fisik pada kedermawanan Ilahi dan duduk pada singgasana rububiyat haq (kepengaturan Sang Pencipta) menyaksikan penciptaan. Berhenti dari satu kesenangan dan menikmati kesenangan yang lain, bukan alasan jenuh dari nikmat, akan tetapi adalah dengan alasan membaharunya kesenangan dan variatif nikmat-nikmat.
Surga adalah tempat puncak kekekalan, kesempurnaan tujuan seluruh nabi, wali dan orang-orang mukmin, dengan ungkapan yang lebih umum surga adalah inti harapan semua penyembah Tuhan dan pencari Tuhan.
Imam Ali As dalam salah satu dari khutbahnya, beliau menggambarkan sudut surga:
“Jika mereka menyarankan engkau melihat dengan mata hati terhadap surga, lihatlah engkau akan lepaskan hatimu pada apapun yang berhubungan dengan dunia, meskipun hal itu menarik dan indah, hawa nafsu dan kesenangan dunia adalah merupakan perkara-perkara yang menarik hati manusia, dan engkau akan hilang dalam desir pohon-pohon yang akar-akarnya tersembunyi di (tanah) busut kesturi pada tanggul-tanggul sungai di surga, dan dalam rangkaian mutiara segar yang bergelantungan di ranting-ranting dan cabang pohon-pohon dan pada penampilan aneka buahan dari bawah lipatan daun-daunnya. Buah-buahan ini dapat dipertik tanpa kesulitan, karena mereka (buah-buahan itu) turun atas keinginan pemetiknya. Madu murni dan anggur beragi akan disuguhkan berkeliling kepada orang-orang yang duduk di halaman istana-istananya.
Mereka adalah suatu umat yang selalu diikuti kehormatan hingga mereka dihunikan di nimah kediaman yang kekal, dan mendapatkan istirahat dari gerakan perjalanan. Wahai, pendengar! Apabila Anda menyibukkan diri dalam(perjalanan) maju menuju pandangan yang menakjubkan yang akan bergegas menuju kepada Anda, maka hati Anda tentulah akan mati karena gairah untuknya, dan Anda akan bersedia menemani orang-orang di dalam kubur, langsung dari hadapan saya di sini, dan bergegas kepada mereka. Semoga Allah, dengan rahmat-Nya, memasukkan kami dan Anda juga di antara orang-orang yang berjuang dengan hatinya bagi kediaman prang yang berkebajikan.”[1]
Poin lain adalah surga merupakan satu kabar gembira kepada orang-orang mukmin karena bertransaksi dengan Tuhan.
Inti dari kesenangan bagi seorang penghuni surga adalah pada saat itu ia menjadi tamu Tuhan dan duduk di depan jamuan Tuhan, yaitu dengan terikatnya hakikat tersebut dan atas dasar itu persoalan jenuh tidak lagi memiliki arti. Di dunia dimana pernikahan, makan makanan lezat minum minuman segar, kelezatan dan pengaruhnya semakin lama akan lemah dan hilang dikarenakan adalah alam ini tidak sempurna. Dan jika engkau menganggap sebaliknya, maka kebahagiaan dan kesenangan tidak akan pernah berubah menjadi halangan dan keadaan buruk. Dan setiap kesenangan yang didapatkan akan menjadi kekal, tanpa sedikitpun berkurang dan hilang serta mengalami penurunan kuantitatif dan cacat.
Al-Quran, yang memiliki jawaban dalam setiap ruang, menjawab pertanyaan poin ini, mengatakan:
«ان الذین امنوا و عملوا الصالحات کانت لهم جنات الفردوس نزلا، خالدین فیها لایبغون عنها حولا »
“Dan sungguh orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga firdaus sebagai tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana”. (Qs al-Kahf: 107-108) Yaitu para penghuni surga tidak menginginkan perubahan dan bagi mereka surga tidak membawa kebosanan. [iQuest]
Pada alam surga tidak terdapat pertentangan dan kesalahan; karena itu, kesenangan itu terikat dan tidak ada jalan kebinasaan, kerusakan dan ketakutan padanya. Allah Swt menyatakan:
«وَما هذِهِ الْحَیاةُ الدُّنْیا إِلاَّ لَهْوٌ وَ لَعِبٌ وَ إِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِیَ الْحَیَوانُ لَوْ کانُوا یَعْلَمُونَ»
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main belaka. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (Qs. Al-Ankabut [29]:64)
Jadi alam akhirat dan segala sesuatunya yang memiliki kehidupan adalah kehidupan yang sebenarnya dan (senantiasa) baru.
Penghuni surga adalah penghuni dinamis karena kekal dalam berbagai perwujudan manifestasi, naik dari manifestasi fisik pada kedermawanan Ilahi dan duduk pada singgasana rububiyat haq (kepengaturan Sang Pencipta) menyaksikan penciptaan. Berhenti dari satu kesenangan dan menikmati kesenangan yang lain, bukan alasan jenuh dari nikmat, akan tetapi adalah dengan alasan membaharunya kesenangan dan variatif nikmat-nikmat.
Surga adalah tempat puncak kekekalan, kesempurnaan tujuan seluruh nabi, wali dan orang-orang mukmin, dengan ungkapan yang lebih umum surga adalah inti harapan semua penyembah Tuhan dan pencari Tuhan.
Imam Ali As dalam salah satu dari khutbahnya, beliau menggambarkan sudut surga:
“Jika mereka menyarankan engkau melihat dengan mata hati terhadap surga, lihatlah engkau akan lepaskan hatimu pada apapun yang berhubungan dengan dunia, meskipun hal itu menarik dan indah, hawa nafsu dan kesenangan dunia adalah merupakan perkara-perkara yang menarik hati manusia, dan engkau akan hilang dalam desir pohon-pohon yang akar-akarnya tersembunyi di (tanah) busut kesturi pada tanggul-tanggul sungai di surga, dan dalam rangkaian mutiara segar yang bergelantungan di ranting-ranting dan cabang pohon-pohon dan pada penampilan aneka buahan dari bawah lipatan daun-daunnya. Buah-buahan ini dapat dipertik tanpa kesulitan, karena mereka (buah-buahan itu) turun atas keinginan pemetiknya. Madu murni dan anggur beragi akan disuguhkan berkeliling kepada orang-orang yang duduk di halaman istana-istananya.
Mereka adalah suatu umat yang selalu diikuti kehormatan hingga mereka dihunikan di nimah kediaman yang kekal, dan mendapatkan istirahat dari gerakan perjalanan. Wahai, pendengar! Apabila Anda menyibukkan diri dalam(perjalanan) maju menuju pandangan yang menakjubkan yang akan bergegas menuju kepada Anda, maka hati Anda tentulah akan mati karena gairah untuknya, dan Anda akan bersedia menemani orang-orang di dalam kubur, langsung dari hadapan saya di sini, dan bergegas kepada mereka. Semoga Allah, dengan rahmat-Nya, memasukkan kami dan Anda juga di antara orang-orang yang berjuang dengan hatinya bagi kediaman prang yang berkebajikan.”[1]
Poin lain adalah surga merupakan satu kabar gembira kepada orang-orang mukmin karena bertransaksi dengan Tuhan.
Inti dari kesenangan bagi seorang penghuni surga adalah pada saat itu ia menjadi tamu Tuhan dan duduk di depan jamuan Tuhan, yaitu dengan terikatnya hakikat tersebut dan atas dasar itu persoalan jenuh tidak lagi memiliki arti. Di dunia dimana pernikahan, makan makanan lezat minum minuman segar, kelezatan dan pengaruhnya semakin lama akan lemah dan hilang dikarenakan adalah alam ini tidak sempurna. Dan jika engkau menganggap sebaliknya, maka kebahagiaan dan kesenangan tidak akan pernah berubah menjadi halangan dan keadaan buruk. Dan setiap kesenangan yang didapatkan akan menjadi kekal, tanpa sedikitpun berkurang dan hilang serta mengalami penurunan kuantitatif dan cacat.
Al-Quran, yang memiliki jawaban dalam setiap ruang, menjawab pertanyaan poin ini, mengatakan:
«ان الذین امنوا و عملوا الصالحات کانت لهم جنات الفردوس نزلا، خالدین فیها لایبغون عنها حولا »
“Dan sungguh orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga firdaus sebagai tempat tinggal, mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana”. (Qs al-Kahf: 107-108) Yaitu para penghuni surga tidak menginginkan perubahan dan bagi mereka surga tidak membawa kebosanan. [iQuest]