Zina termasuk sebagai dosa yang paling besar. Al-Qur’an menyatakan, “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (Qs. Al-Isra [17]:32) Apabila seseorang tidak memiliki tugas tertentu, dengan adanya informasi tentang terjadinya perbuatan zina di suatu tempat, dan memasuki tempat itu, maka ia telah melakukan perbuatan haram. Ia harus segera beristighfar dan bertaubat. Di samping itu, seukuran kemampuan Anda sekiranya Anda memiliki kemampuan untuk mencegah perbuatan dan berlanjutnya tindakan tercela ini maka nahi mungkar menjadi wajib bagi Anda.
Demikian juga, apabila seseorang secara kebetulan dan tanpa ada informasi sebelumnya memasuki sebuah tempat dan menyaksikan situasi di atas, meski ia tidak melakukan perbuatan dosa namun maka setakat yang ia mampu maka ia memikul tugas untuk menunaikan tugas nahi mungkar dan mencegah terjadinya perbuatan tercela ini. Ia harus dengan segala kekuatan yang ia miliki harus menunaikan tugas ini. Namun apabila ia tidak memungkinkan baginya dan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan hal tersebut atau jiwa, kehormatan dan keselamatannya terancam maka ia harus keluar dari tempat itu dan harus menempuh jalur hukum untuk mencegah berlanjutnya perbuatan ini.
Untuk menjawab pertanyaan Anda kami mengajak Anda untuk memperhatikan beberapa poin dan perkara sebagaimana berikut ini:
1. Zina termasuk salah satu perbuatan dosa besar yang memiliki efek destruktif pada diri secara personal dan masyarakat secara sosial. Atas dasar inilah, al-Qur’an tidak semata-mata berkata bahwa Anda jangan melakukan zina, melainkan menandaskan, ““Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.”” (Qs. Al-Isra [17]:32) Pernyataan al-Qur’an ini di samping merupakan penegasan pada kedalaman yang terpendam pada persoalan ini juga merupakan sebuah isyarat sublim yang menyatakan bahwa kontaminasi zina pada umumnya memiliki beberapa pendahuluan sehingga secara perlahan[1] manusia mendekat kepadanya yang salah satu pendahuluan ini adalah menghadiri majelis zina yang harus dijauhi kecuali bagi orang-orang yang berasal dari kepolisian dan petugas keamanan yang memiliki tugas dari pihak marja taklid dan pemerintahan Islam untuk menindak perbuatan-perbuatan ini.
2. Dengan pilihan dan keinginan sendiri memasuki pelataran dosa dari beberapa perbuatan dosa dan hukumnya adalah haram[2] kecuali bagi para petugas yang memiliki izin dan tugas dari pihak marja taklid. Untuk melaksanakan tugas ini maka ia harus memasuki tempat-tempat seperti ini. Bagaimanapun bahkan orang-orang yang kehadirannya pada tempat-tempat yang tidak dibenarkan dan haram seperti ini apabila ia berhadapan dengan situasi seperti ini dan seberapa pun kekuatan yang ia kerahkan untuk melakukan tugas nahi mungkar dan mencegah tidak terjadinya perbuatan tercela ini maka baginya wajib untuk mencegah perbuatan tersebut.
3. Jika seseorang secara kebetulan dan tanpa informasi sebelumnya atas terjadinya perbuatan ini, memasuki tempat kejadian dan berhadapan dengan situasi seperti di atas, meski ia tidak melakukan perbuatan dosa namun maka setakat yang ia mampu maka ia memikul tugas untuk menunaikan tugas nahi mungkar dan mencegah terjadinya perbuatan tercela ini. Ia harus dengan segala kekuatan yang ia miliki harus menunaikan tugas ini. Namun apabila ia tidak memungkinkan baginya dan tidak memiliki kekuatan untuk melakukan hal tersebut atau jiwa, kehormatan dan keselamatannya terancam maka ia harus keluar dari tempat itu dan harus menempuh jalur hukum[3] untuk mencegah berlanjutnya perbuatan ini. [IQuest]
[1]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 102.
[2]. Dari penjelasan ‘Urwat al-Wutsqa dapat disimpulkan bahwa juga tidak dibolehkan memandang pelaku zina untuk memberikan kesaksian. Silahkan lihat, Muhammad Kazhim Yazdi, ‘Urwat al-Wutsqa, 2/804, Masalah 35, CD Ahkâm Syar’i.
[3]. Taudhih al-Masâil, Imam Khomeini Ra, hal. 398.