Laknat (la’an) secara leksikal bermakna menjauhkan dan mengusir. Tatkala laknat ini berasal dari Allah Swt maka hal itu bermakna siksaan dan azab ukhrawi. Salam bermakna permohonan sebuah jenis kehidupan dengan keselamatan dari Allah Swt bagi yang mendengarkannya.
Terdapat beberapa kemungkinan terkait dengan dalil dan alasan mengapa laknat didahulukan atas salam:
1. Didahulukannya penyebutan laknat atas salam dengan alasan keselarasan dengan syiar asasi agama-agama Ilahi yaitu lâ ilaha illâLah (Tiada Tuhan selain Allah). Keyakinan dan iman murni akan dapat tercapai tatkala manusia menafikan sesembahan yang lain.
2. Didahulukannya penyebutan laknat atas salam dengan maksud adanya keselarasan dengan kaidah moral, yaitu didahulukannya tazkiyah dan penyucian diri atas tahliyah dan mengerjakan segala yang baik, dimana keberadaan manusia, akan terlepaskan dahaganya dari air murni wilayah tatkala sama sekali ia tidak ternoda dengan segala bentuk noda ketergantungan pada para musuh wilâyah.
3. Didahulukannya penyebutan lakna atas salam dan pengulangan laknat yang lebih banyak dalam ziarah Asyura merupakan penjelas realitas bahwa laknat atas para pembunuh Sayid al-Syuhada (Imam Husain As) adalah salah satu tujuan utama ziarah Asyura.
La’an (laknat) bermohon dijauhkan dari rahmat Allah Swt bagi orang-orang yang dilaknat berupa azab dan siksaan Ilahi sebagaimana hal ini dapat disimpulkan dari ayat-ayat al-Qur’an.[1]
Salam kepada para Imam Maksum As meski bermakna memohon jenis kesempurnaan puncak dan terlepas dari segala jenis kekurangan dan kelemahan, dari Allah Swt bagi para manusia suci (maksumin). Namun sesuai dengan makna leksikalnya, salam merupakan penjelas adab dan puncak penerimaan terhadap orang yang diberi salam.[2]
Terkait dengan didahulukannya laknat atas salam terdapat beberapa kemungkinan yang dapat disebutkan di sini:
1. Syiar asasi seluruh agama Ilahi adalah kalimat tayyibah, la ilaha illaLlah. “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka kamu sekalian sembahlah Aku.” (Qs. Al-Anbiya [21]:25)[3] “Oleh karena itu, barang siapa yang ingkar kepada thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang teguh kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:256) Pesan ayat-ayat ini adalah bahwa tauhid murni hanya akan dapat dicapai tatkala segala jenis syirik sebelumnya telah disterilkan. Laknat juga yang merupakan sejenis barâ’at (berlepas diri) lebih dahulu posisinya atas salam yang merupakan manifestasi tawalli (berwilayah); karena sebagaimana yang disebutkan dalam sebagian riwayat, seseorang yang ber-tawalli namun tidak ber-tabarri adalah laksana seseorang yang bermata satu yang hanya melihat fadhâil (pelbagai keutamaan) dan mengabaikan radzâil (pelbagai keburukan).[4] Sesuai dengan riwayat, seseorang yang ber-tawalli namun tidak ber-tabarri digolongkan sebagai pendusta.[5] Karena itu, didahulukannya laknat atas salam boleh jadi menengarai dan menegaskan realitas keberagamaan ini.
2. Laknat orang-orang yang terkutuk adalah karena tercelanya pelbagai perbuatan mereka dan salam kepada para maksum adalah lantaran keindahan perbuatan mereka. Dalam Islam, rela dan tidak rela terhadap sebuah perbuatan dihukumi sejajar dengan perbuatan itu.[6] Karena itu, berdasarkan prinsip moral yang dijadikan barometer untuk konstruksi diri, pertama-tama yang harus dijauhkan adalah segala yang tercela dan kemudian mengerjakan segala yang baik. Dalam ziarah Asyura juga demikian adanya. Pertama-tama segala yang tercela dari orang-orang yang terkutuk dijauhkan dari rotasi kesempurnaan eksistensial kita sehingga segala kebaikan para manusia suci As yang diperoleh dengan salam tidak terkontaminasi dengan segala keburukan dan cela orang-orang terkutuk itu.
3. Dalam al-Qur’an disebutkan baik laknat[7] atau pun salam.[8] Sebagaimana dalam ziarah Asyura juga disebutkan laknat demikian juga salam. Namun laknat dalam al-Qur’an dan laknat dalam ziarah Asyura lebih banyak disebutkan ketimbang salam. Sebagai contoh, dalam ziarah Asyura, laknat dinyatakan sebanyak dua puluh satu (21) kali dan salam disebutkan sebanyak dua belas kali (12). Didahulukannya laknat atas salam, sebagaimana pengulangan lebih banyak laknat boleh jadi tengah menyinggung sebuah realitas bahwa laknat lebih memiliki signifikansi, karena sesuai dengan kebiasaan dalam menjelaskan beberapa hal, hal yang sering diulang-ulang tentu saja lebih signifikan, karena itu, di samping disebutkan secara berulang-ulang, ia juga didahulukan atas yang lain. [IQuest]
[1]. “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (Qs. Al-Ahzab [33]:57); “Balasan mereka itu ialah bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya.” (Qs. Ali Imran [3]:87)
[2]. Sehubungan dengan pelbagai salam yang dinyatakan dalam al-Qur’an, makna salam kepada para maksum As dan bagaimana jawabannya, silahkan lihat Abdullah Jawadi Amuli, Âdâb Fanâi Muqarribân, Syarh Ziyarat Jami’ah Kabirah, jil. 1, hal. 89-107, Daftar Intisyarat-e Islami, Cetakan Keempat.
[3]. “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku, maka kamu sekalian sembahlah Aku.” (Qs. Al-Anbiya [21]:25) dan ayat-ayat lainnya seperti, “Dan Tuhan-mu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Allah, tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur.” (Qs. Al-Baqarah [2]:163 dan 255); “Dia-lah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” Katakanlah, “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Ali Imran [3]:6 dan 26).
[6]. Imam Ridha As bersabda, “Apabila ada seseorang yang terbunuh di belahan dunia bagian Timur dan seorang lainnya di bagian Barat kemudian ridha dengan pembunuhan ini maka ia tergolong sebagai mitra dalam pembunuhan itu. Bihâr al-Anwâr, jil. 45, hal. 295, Hadis 1. Akan tetapi terdapat banyak ayat dan riwayat dalam hal ini. Silahkan Anda lihat sebab-sebab celaan al-Qur’an terhadap Bani Israel lantaran amal perbuatan ayah dan ibu mereka.
[7]. “Tetapi sebenarnya Allah telah mengutuk mereka karena keingkaran mereka; maka sangat sedikit dari mereka yang beriman. Maka laknat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu. Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan tanda-tanda (kebesaran Kami) yang jelas dan petunjuk yang telah Kami turunkan, setelah Kami menjelaskannya kepada umat manusia dalam al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat. (Qs. Al-Baqarah [2]:88, 89, 159, 188); “Kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.” Balasan mereka itu ialah bahwasanya laknat Allah ditimpakan kepada mereka, (demikian pula) laknat para malaikat dan manusia seluruhnya.” (Qs. Ali Imran [3]:61 dan 87); “Akan tetapi, Allah mengutuk mereka karena kekafiran mereka. Mereka itulah orang yang dikutuk oleh Allah. Barang siapa yang dikutuk oleh Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya. Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahanam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya. . yang dilaknat oleh Allah, dan setan itu mengatakan, “Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba-Mu bahagian yang sudah ditentukan (untuk saya).” (Qs. Al-Nisa [4]:46, 47, 52, 93, 118); (Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Orang-orang Yahudi berkata, “Tangan Allah terbelenggu.” Sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan ucapan mereka itu. (Tidak demikian), tetapi kedua tangan (kekuasaan) Allah terbuka. Telah dilaknat orang-orang kafir dari Bani Isra’il melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. (Qs. Al-Maidah [5]:13, 64, 78) dan hal-hal lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an.
[8]. “Apabila orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami itu datang kepadamu, maka katakanlah, “Salâmun ‘alaikum.” (Qs. Al-An’am [6]:54); “Dan mereka menyeru penduduk surga, “Salam kesejahteraan atasmu.” Mereka tidak memasuki surga, sedang mereka menginginkan(nya).” (Qs. Al-A’raf [7]:46); Doa mereka dalam surga itu ialah Subhânakallâhumma, salam penghormatan mereka ialah Salâm, dan penutup doa mereka ialah al-Hamdu lillâhi rabbil ‘âlamîn. (Qs. Yunus [10]:10); “Dan sesungguhnya utusan-utusan (malaikat-malaikat) Kami telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan, “Selamat.” Ibrahim menjawab, “Selamatlah.” Maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.” (Qs. Hud [11]:69); (sembari mengucapkan), “Salam sejahtera bagimu lantaran kesabaranmu.” Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu. (Qs. Al-Ra’ad [13]:24). Dan hal-hal lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an. Namun jumlah orang-orang yang telah dilaknat dan jumlah orang yang dilaknat dan jumlah ayat-ayat mengisahkan masalah ini lebih banyak dari ayat-ayat yang menyinggung masalah salam.