Kode Site
fa31158
Kode Pernyataan Privasi
72205
Tema
Thawaf
Ringkasan Pertanyaan
Apa hikmah tawaf mengelilingi Ka’bah dan sejarah amalan haji dan umrah itu?
Pertanyaan
Apa hikmahnya melakukan tawaf? Apakah amalan umrah itu dilakukan mengikuti amalan Hajar dan Ibrahim?
Jawaban Global
Tawaf dan mengelilingi Ka’bah (Rumah Allah) memiliki rahasia-rahasia yang sebagian dijelaskan dalam beberapa riwayat. Dari satu sisi, peran simbolik Nabi Ibrahim As dan keluarganya dalam sebagian amalan haji juga tidak dapat dinafikan begitu saja.
Jawaban Detil
Dalam ajaran-ajaran agama dijelaskan tentang rahasia-rahasia tawaf dan mengelililingi Ka’bah yang sebagiannya terdapat dalam beberapa riwayat dan sebagian lainnya rahasia-rahasia ini meski tidak disebutkan dalam ayat atau riwayat secara lugas namun sebagian ulama dengan bersandar pada literatur-literatur agama mengajukan beberapa pandangan.[1]
Sebagian riwayat berkaitan dengan rahasia dan hikmah tawaf sebagaimana berikut:
Sebagian riwayat berkaitan dengan rahasia dan hikmah tawaf sebagaimana berikut:
- Imam Shadiq As bersabda, “Sebagaimana kalian tawaf mengelilingi Ka’bah dengan badan kalian bersama kaum Muslim maka tawaf jugalah kalian dengan hati kalian bersama para malaikat mengelingingi arsy.”[2]
- Riwayat lainnya dinukil dari Imam Shadiq As, “Saya bersama ayahandaku Imam Baqir As di Hajar Ismail dan ia sedang mengerjakan salat tatkala seseorang datang kepadanya dan mengucapkan salam. [kemudian] Ia berkata, “Saya mempunyai (tiga) pertanyaan: Apakah falsafah tawaf mengelilingi rumah ini?” Ayahandaku menjawab, “Allah Swt tatkala memerintahkan kepada para malaikat untuk sujud di hadapan Adam dan para malaikat awalnya ragu melihat persoalan ini, Allah Swt murka kepada mereka! Kemudian para malaikat memohon ampunan dari Allah Swt dan bertaubat atas apa yang mereka lakukan. Allah Swt memerintahkan supaya mereka melakukan tawaf mengelilingi Bait al-Makmur. Untuk anak-anak Adam juga Allah Swt menjadikan tawaf mengelilingi Ka’bah supaya dosa-dosa mereka diampuni....”[3]
- Abi Hamzah Tsumali berkata, “Saya bertanya kepada Imam Sajjad As, “Apa alasannya mengapa tawaf harus dilakukan sebanyak tujuh kali?” Imam Sajjad menjawab, “Karena Allah Swt berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku ingin menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau akan menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu?” Tuhan berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”[4] Sebelum protes ini, cahaya Allah Swt nampak bagi mereka dan setelah (protes) itu selama tujuh ribu tahun lamannya terbentang penghalang antara mereka dan cahaya Allah Swt (mereka tidak menyaksikan cahaya-cahaya Ilahi). Karena itu selama itu mereka berlindung kepada Allah Swt dan Allah Swt mengampunkan kesalahan dan menerima taubat mereka serta menjadikan Bait al-Ma’mur yang terletak di langit keempat sebagai kediaman dan tempat aman bagi mereka lalu menjadikan Baitullah al-Haram di bawahnya sehingga (seperit Bait al-Ma’mur) menjadi kediaman dan tempat aman bagi manusia. Dengan demikian tawaf tujuh kali diwajibkan sebagai ganti setiap seribu tahun sekali putaran.[5]
Adapun bagian kedua dari pertanyaan Anda harus dikatakan bahwa berdasarkan sebagian riwayat para wali Allah bukan orang-orang yang mensyariatkan amalan-amalan ini melainkan Allah Swt (Pembuat Syariat) yang mengajarkan tata cara pelaksanaannya kepada mereka dengan perantara Jibril. Meski demikian, sebagian amalan yang dikerjakan oleh Nabi Ibrahim dan keluarganya menjadi tradisi simbolik bagi umat-umat lainya.
Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Ibrahim tatkala Nabi Ismail bersamanya untuk menunaikan ibadah haji dan menjadi penghuni Haram (Mekkah). Mereka menunaikan ibadah haji di atas unta merah dan tiada orang lain selain Jibril bersama mereka. Tatkala mereka tiba di hadapan Ka’bah, Jibril berkata kepada Nabi Ibrahim As, “Turunlah dan mandilah sebelum kalian masuk ke Haram. Keduanya pun turun dari unta dan mandi. Jibril menunjukkan tata cara bagaimana berihram dan mengajarkan talbiyah sebagaimana yang diucapkan oleh nabi-nabi Allah sebelumnya kepada mereka. Jibril menyertai hingga gerbang Shafa. Mereka turun dari unta dan Jibril berdiri di antara mereka berdua dan menghadap kiblat membaca takbir dan mereka juga mengikuti Jibril membaca takbir. Jibril menyampaikan rasa syukur kepada Allah Swt dan keduanya juga mengikuti. Ia mengucapkan pujian kepada Allah Swt mereka juga melakukan hal tersebut. Setelah amalan-amalan ini mereka mendekati Hajar al-Aswad kemudian Jibril mengusapkan tangannya di atas Hajar al-Aswad dan memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang sama. Kemudian Jibril melakukan tawaf sebanyak tujuh kali bersama mereka dan di hadapan maqam Ibrahim, Jibril menunaikan salat dua rakaat dan mereka juga mengikuti. (Dengan cara demikian) Jibril menunjukkan amalan-amalan haji dan segala sesuatu yang diperlukan (dalam berhaji) kepada mereka.”[6]
Demikian juga, Imam Shadiq As bersabda, “Tatkala Ismail masih menyusui, Nabi Ibrahim meletakkannya di Mekkah dan kehausan mendera Ismail. Di antara Shafa dan Marwah terdapat sebuah pohon, ibunda Ismail keluar dari rumahnya hingga sampai di bukit Shafa. Ia tidak melihat siapa pun di tempat itu lalu berkata, “Tiadakah orang di tempat ini?” Tidak seorang pun yang menjawab pertanyaannya itu. Kemudian ia meninggalkan tempat itu dan tiba di Marwah. Di tempat itu juga ia tidak melihat siapa pun. Kembali ia berkata, “Apakah tidak ada orang di tempat ini?” Ia tidak mendengar jawaban. Lalu ia memutuskan kembali ke Shafa dan mengulang perkataannya dan tidak mendengar jawaban apa pun. Kemudian ia kembali ke Marwah dan mengulanginya sebanyak tujuh kali (antara Shafa dan Marwah). Lalu Allah Swt menjadikan perjalanan Hajar itu sebagai sunnah bagi orang-orang berhaji yang harus melakukan perjalanan dari Shafa ke Marwah dan Marwah ke Shafa sebanyak tujuh kali. Jibril turun mendatangi Hajar dan bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?”
“Aku adalah ibu dari anak Ibrahim.” Jawab Hajar.
“Ibrahim menyerahkan Anda kepada siapa kemudian pergi?”
“Pertanyaan ini saya sampaikan kepada Ibrahim tatkala ingin pergi dan ia menjawab bahwa ia menyerahkan saya kepada Allah Swt.” Ujar Hajar.
“Ia menyerahkan Anda kepada seseorang Yang Mencukupkan segalanya.” Tutur Jibril.
Imam Shadiq As mengimbuhkan, “Karavan-karavan menjauh dan mengambil jalur lain karena tiadanya air di jalur Mekah. Putra Ibrahim dengan haus yang sangat mencekik menghentakkan kakinya ke tanah kemudian mata air keluar dari tanah. Tatkala kembali dari Marwah, sang ibu melihat mata air yang memancarkan air dan meletakkan gumpalan tanah untuk menahan laju air dan tidak meluber. Apabila ia tidak melakukan hal ini maka sudah pasti air akan meluber dan mengalir deras. Air kemudian mengalir dari gumpalan tanah dan burung-burung pun mengelilingi mata air tersebut. Lalu sebuah kafilah dari Yaman mendekat ke arah mata air tatkala melihat sekawanan burung terbang ke arah mata air itu mereka berkata, “Kawanan burung ini tidak akan berkumpul di tempat itu kecuali karena mereka menemukan air. Karena itu mereka ke tempat itu dan melihat air kemudian mereka melepaskan dahaganya dan menyantap bekal makanan yang mereka bawa.”[7] [iQuest]
Imam Shadiq As bersabda, “Allah Swt memerintahkan kepada Nabi Ibrahim tatkala Nabi Ismail bersamanya untuk menunaikan ibadah haji dan menjadi penghuni Haram (Mekkah). Mereka menunaikan ibadah haji di atas unta merah dan tiada orang lain selain Jibril bersama mereka. Tatkala mereka tiba di hadapan Ka’bah, Jibril berkata kepada Nabi Ibrahim As, “Turunlah dan mandilah sebelum kalian masuk ke Haram. Keduanya pun turun dari unta dan mandi. Jibril menunjukkan tata cara bagaimana berihram dan mengajarkan talbiyah sebagaimana yang diucapkan oleh nabi-nabi Allah sebelumnya kepada mereka. Jibril menyertai hingga gerbang Shafa. Mereka turun dari unta dan Jibril berdiri di antara mereka berdua dan menghadap kiblat membaca takbir dan mereka juga mengikuti Jibril membaca takbir. Jibril menyampaikan rasa syukur kepada Allah Swt dan keduanya juga mengikuti. Ia mengucapkan pujian kepada Allah Swt mereka juga melakukan hal tersebut. Setelah amalan-amalan ini mereka mendekati Hajar al-Aswad kemudian Jibril mengusapkan tangannya di atas Hajar al-Aswad dan memerintahkan mereka untuk melakukan hal yang sama. Kemudian Jibril melakukan tawaf sebanyak tujuh kali bersama mereka dan di hadapan maqam Ibrahim, Jibril menunaikan salat dua rakaat dan mereka juga mengikuti. (Dengan cara demikian) Jibril menunjukkan amalan-amalan haji dan segala sesuatu yang diperlukan (dalam berhaji) kepada mereka.”[6]
Demikian juga, Imam Shadiq As bersabda, “Tatkala Ismail masih menyusui, Nabi Ibrahim meletakkannya di Mekkah dan kehausan mendera Ismail. Di antara Shafa dan Marwah terdapat sebuah pohon, ibunda Ismail keluar dari rumahnya hingga sampai di bukit Shafa. Ia tidak melihat siapa pun di tempat itu lalu berkata, “Tiadakah orang di tempat ini?” Tidak seorang pun yang menjawab pertanyaannya itu. Kemudian ia meninggalkan tempat itu dan tiba di Marwah. Di tempat itu juga ia tidak melihat siapa pun. Kembali ia berkata, “Apakah tidak ada orang di tempat ini?” Ia tidak mendengar jawaban. Lalu ia memutuskan kembali ke Shafa dan mengulang perkataannya dan tidak mendengar jawaban apa pun. Kemudian ia kembali ke Marwah dan mengulanginya sebanyak tujuh kali (antara Shafa dan Marwah). Lalu Allah Swt menjadikan perjalanan Hajar itu sebagai sunnah bagi orang-orang berhaji yang harus melakukan perjalanan dari Shafa ke Marwah dan Marwah ke Shafa sebanyak tujuh kali. Jibril turun mendatangi Hajar dan bertanya kepadanya, “Siapakah engkau?”
“Aku adalah ibu dari anak Ibrahim.” Jawab Hajar.
“Ibrahim menyerahkan Anda kepada siapa kemudian pergi?”
“Pertanyaan ini saya sampaikan kepada Ibrahim tatkala ingin pergi dan ia menjawab bahwa ia menyerahkan saya kepada Allah Swt.” Ujar Hajar.
“Ia menyerahkan Anda kepada seseorang Yang Mencukupkan segalanya.” Tutur Jibril.
Imam Shadiq As mengimbuhkan, “Karavan-karavan menjauh dan mengambil jalur lain karena tiadanya air di jalur Mekah. Putra Ibrahim dengan haus yang sangat mencekik menghentakkan kakinya ke tanah kemudian mata air keluar dari tanah. Tatkala kembali dari Marwah, sang ibu melihat mata air yang memancarkan air dan meletakkan gumpalan tanah untuk menahan laju air dan tidak meluber. Apabila ia tidak melakukan hal ini maka sudah pasti air akan meluber dan mengalir deras. Air kemudian mengalir dari gumpalan tanah dan burung-burung pun mengelilingi mata air tersebut. Lalu sebuah kafilah dari Yaman mendekat ke arah mata air tatkala melihat sekawanan burung terbang ke arah mata air itu mereka berkata, “Kawanan burung ini tidak akan berkumpul di tempat itu kecuali karena mereka menemukan air. Karena itu mereka ke tempat itu dan melihat air kemudian mereka melepaskan dahaganya dan menyantap bekal makanan yang mereka bawa.”[7] [iQuest]
[1] Silahkan lihat, Muhammad Taqi Fa’al, Asrār Irfāni Haj, hal. 354-372, Nasyr Masy’ar, Tehran, 1386 S.
[2] Disandarkan kepada Imam Shadiq As, Mishbāh al-Syari’ah, hal. 50, A’lami, Beirut, Cetakan Pertama, 1400 H.
«وَ طُفْ بِقَلْبِكَ مَعَ الْمَلَائِكَةِ حَوْلَ الْعَرْشِ كَطَوَافِكَ مَعَ الْمُسْلِمِينَ بِنَفْسِكَ حَوْلَ الْبَيْتِ»
[3] Kulaini, Muhammad bin Yakub, al-Kāfi, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari dan Muhammad Akhundi, jil. 4, hal. 188, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Ke-4, 1407 H.
[4] (Qs. Al-Baqarah [2]:30)
[5] Syaikh Shaduq, ‘Ilal al-Syarā’i, jil. 2, hal. 406, Kitabpurusyi Dawari, Qum, Cetakan Pertama, 1385 S.
[6] Ibid, hal. 586.
[7] Ibid, hal. 432.