Ayat-ayat al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian. Sekelompok ayat yang memiliki sya’n al-nuzûl (sebab-sebab pewahyuan) dan sekelompok lainnya tidak memiliki sya’n al-nuzûl, misalnya sebagian ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan mabdâ (hari permulaan), ma’âd (hari akhir), hal-hal yang detil berhubungan dengan dunia pasca kematian dan seterusnya.
Terdapat beberapa pendapat sehubungan dengan kedudukan sya’n al-nuzûl dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur’an:
A. Sebagian ulama Islam berpandangan bahwa setiap jenis upaya penafsiran tanpa memahami sya’n al-nuzûl ayat-ayat al-Qur’an merupakan sebuah upaya yang tidak mungkin dilakukan.
B. Sebagian lainnya beranggapan bahwa menelisik sebab-sebab pewahyuan atau penurunan ayat-ayat semata-mata merupakan sebuah subyek sejarah dan upaya untuk menyingkap apa yang terjadi pada masa lalu yang tidak terlalu memiliki nilai dan bobot ilmiah serta tidak memiliki peran untuk dapat memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Namun yang benar adalah bahwa sya’n al-nuzûl di samping memiliki peran signifikan dalam mengantar manusia memahami ayat-ayat al-Qur’an dan tanpanya manusia akan menghadapi selaksa kesulitan dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an; namun dari sisi lain harap dicermati bahwa sya’n al-nuzûl tidak akan menspesifikasi (takhshish) pengertian ayat-ayat dan tidak membatasi makna pada obyek dan hal tertentu.
Ayat-ayat dan surah-surah dalam al-Qur’an terbagi menjadi dua bagian:
1. Bagian pertama adalah ayat-ayat dan surah-surah yang turun berkaitan dengan pelbagai peristiwa sejarah dan pertanyaan yang mengemuka seperti sebagian ayat yang menyeru manusia untuk berpikir masalah tauhid dan keyakinan terhadap mabdâ (hari permulaan), ma’âd (hari akhir), kenabian, prinsip-prinsip moral, dan perilaku teladan manusia atau bertalian dengan rincian-rincian kehidupan pasca kematian, alam barzakh dan kiamat serta kondisi orang-orang budiman dan manusia-manusia jahat. Atau sebagian ayat menyebutkan kisah sejarah dan kisah-kisah teladan umat terdahulu dan nasib perbuatan setiap umat dalam masa hidupnya.[1]
2. Bagian ayat lainnya yang turun dan diwahyukan sebagai buntut dari sebuah kejadian atau peristiwa yang terjadi atau sebuah pertanyaan yang mengemuka ihwal sebuah persoalan.
Dalam terminologi para penafsir (mufassir) dan ulama Ulumul Qur’an, adanya sebuah peristiwa atau pertanyaan yang sesuai dengan tuntutannya, yang merupakan bagian dari sebuah ayat atau sebagian darinya atau beberapa ayat atau sebuah surah dari al-Qur’an yang turun semasa atau setelahnya disebut sebagai sabab dan sya’n al-nuzûl.[2]
Terdapat beberapa pandangan sehubungan dengan kedudukan sya’n al-nuzûl dalam upaya manusia memahami al-Qur’an sebagaimana berikut:
1. Sebagian ulama memandang mustahil seseorang dapat memberikan penafsiran apa pun penafsiran tersebut tanpa mengenal sya’n al-nuzûl ayat-ayat al-Qur’an. Wahidi berkata, “Mengetahui sebab-sebab pewahyuan dan turunnya (nuzûl) ayat-ayat merupakan perkara terpenting untuk mengenal dan mengetahui secara benar ayat-ayat al-Qur’an. Dan tanpanya setiap orang tidak akan dapat memahami dengan benar ayat-ayat al-Qur’an.”[3] Jalaluddin al-Suyuthi juga mengamini ucapan Wahidi ini.[4]
2. Sebagian lainnya berpandangan bahwa menelusuri dan menelisik sebab-sebab pewahyuan semata-mata merupakan sebuah kajian sejarah dan dilakukan untuk menyingkap pelbagai peristiwa yang terjadi di masa lalu yang tidak mengandung bobot dan nilai ilmiah di dalamnya.[5]
3. Dari dua kutub pendapat ini yang benar adalah bahwa dari satu sisi sya’n al-nuzûl sangat berperan penting bagi manusia dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an dan penafsirannya. Barang siapa yang mengetahui metode dan model penjelasan al-Qur’an maka ia akan memahami kebanyakan ayat-ayat dengan menggunakan beberapa indikasi yang terdapat pada situasi dan kondisi masa pewahyuan. Karena itu, mengetahui ruang, waktu, orang-orang, pelbagai kondisi, tuntutan dan sebab-sebab pewahyuan dan turunnya ayat-ayat al-Qur’an sangat berperan penting dalam menerangkan segala yang buram dari ayat-ayat al-Quran dan memahami petunjuk-petunjuknya. Allamah Thabathabai menulis bahwa pelbagai peristiwa dan kejadian yang terjadi pada hari-hari dakwah Rasulullah Saw dan pelbagai kebutuhan penting terhadap hukum-hukum dan aturan-aturan Islam telah menjadi sebab pewahyuan kebanyakan surah dan ayat-ayat al-Qur’an dan mengenal sebab-sebab pewahyuan ini hingga pada tataran tertentu akan banyak membantu orang-orang yang ingin memahami ayat dan makna serta rahasia ayat-ayat tersebut.[6]
Namun dari sisi lain, harus dicamkan baik-baik bahwa riwayat-riwayat yang disebutkan menyangkut sya’n al-nuzûl ayat-ayat al-Qur’an harus memiliki sanad dan memenuhi standar. Meski membantu setiap orang dalam memahami ayat-ayat al-Qur’an namun riwayat-riwayat ini tidak akan menspesifikasi (takshish) ayat-ayat dan membatasinya hanya pada obyek tertentu. Melainkan kandungan ayatlah yang senantiasa sasaran dan tujuan dari setiap praktik penafsiran. [IQuest]
[1]. Muhammad Baqir Sa’idi Rausyan, Asbâb ya Zamine Hâye Nuzûl Âyât Qur’ân, hal. 18, Intisyarat-e Yamin, 1376 S.
[2]. Mahmud Rajabi, Rawesy Tafsir al-Qur’ân, hal. 119, Pazyuhesygah Hauzah wa Danesygah, 1385.
[3]. Asbâb ya Zamine Hâye Nuzûl Âyât Qur’ân, hal. 24, sesuai nukilan dari Asbab al-Nuzul Wahidi, hal. 4.
[4]. Ibid, sesuai nukilan dari al-Itqân, jil. 1, hal. 61.
[5]. Ibid, hal. 20.
[6]. Ibid, sesuai nukilan dari Qur’ân dar Islâm, hal. 123 dan 176.