Informasi yang kita miliki ihwal jin sangat terbatas. Namun kita dapat menggunakan riwayat bahwa jin sebagaimana manusia memiliki taklif dan tanggung jawab serta ragam keyakinan. Sebagian mereka adalah jin yang taat dan sebagian lainnya pembangkang. Kendati jin dari sudut pandang pemikiran sangat lemah namun dari sisi kekuatan sangat kuat sedemikian sehingga ia mampu mengerjakan banyak perkerjaan luar biasa dalam waktu singkat.
Demikian juga hakikat dan model aktifitas ruh merupakan salah satu masalah yang paling pelik yang hingga kini pengetahuan manusia belum mampu mencerapnya dengan baik. Sesuai dengan ayat dan riwayat ruh berbeda dengan badan dan jasmani, ruh adalah entitas non-material dan tidak memiliki tipologi materi. Atas dasar ini ruh dapat mengetahui masalah-masalah dunia pasca kematian.
Kendati sebagian dari masalah ini dapat diterima bahwa jin memiliki kekuataan untuk menyakiti manusia akan tetapi harus diperhatikan bahwa pertama, mereka terdiri dari jin baik dan jin buruk. Karena itu, gambaran yang merebak di kalangan awam adalah bahwa jin merupakan makhluk penggangu dan tukang usil, pendendam dan berkelakuan buruk. Gambaran ini merupakan gambaran khurafat dan tidak sesuai dengan akal dan logika. Ketiga, ada kemungkinan bagi manusia untuk aman dan terbebas dari gangguan jin. Demikian juga, doktrin menggangu dan menyakiti arwah buruk dan yang berkeliaran dan campur tangan mereka dalam pengaturan alam merupakan teori kosong dan nihil dan hampa dalil-dalil rasional, empirik dan referensial.
Untuk menjawab pertanyaan Anda kami memandang perlu memberikan beberapa poin penjelasan:
1. Esensi jin dan ruh
Jin secara leksikal bermakna tersembunyi dan tertutupi. Al-Qur’an dalam beberapa ayat menyebutkan eksisten dan makhluk. Bahkan dalam al-Qur’an terdapat surah dengan nama ini (surah al-Jin) yang menjelaskan sebagian tipologi makhluk tersembunyi ini. Sesuai dengan ayat-ayat lain, pada sebagian surah al-Qur’an, makhluk ini seperti manusia bahan bakunya adalah materi dan diciptakan dari api[1] atau bercampur dengan api.[2]
Jin merupakan eksisten yang memiliki intelegensi dan kehendak dimana sesuai dengan tuntutan tabiatnya, keberadaannya tertutup dari panca indra manusia dan pada kondisi normal wujudnya tidak dapat dicerap. Jin sebagaimana manusia memiliki taklif[3] dan akan dibangkitkan kelak di akhirat. Di dunia jin ada yang taat dan ada yang bermaksiat. Ada yang beriman ada yang musyrik dan seterusnya.[4] Jin beriman berkhidmat kepada para Imam Maksum As dan orang-orang beriman dan memandang Syiah sebagai saudaranya.[5]
Demikian juga hakikat dan esensi ruh dan model aktifitasnya merupakan salah satu masalah yang paling palik yang dihadapi oleh umat manusia hingga kini. Hingga kini manusia belum mampu mencerap esensi ruh yang sebenarnya dan hal ini telah membuat adanya perbedaan pendapat di antara para ilmuan terkait dengan ruh sedemikian sehingga “menurut sebagian ilmuan terdapat kurang lebih seribu teori dan pandangan ihwal hakikat ruh dan masalah-masalah yang lain terkait dengan ruh.”[6]
Al-Qur’an juga menegaskan tentang tiadanya kemampuan dan kekuatan manusia dalam mengenal ruh pada manusia, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Qs. Al-Isra [17]:85)
Sesuai dengan sebagian ayat dan riwayat, ruh manusia merupakan substansi non-material (mujarrad) yang hidup, memiliki kemampuan dan pengetahuan serta kebebasan (ikhtiar) atau sesuatu yang disebut sebagai nafs natiqah (jiwa berpikir).[7] Eksisten ini tidak terangkum dalam cakupan ruang dan waktu.[8] Atas dasar itu, ruh dapat mengetahui masalah-masalah dunia pasca kematian. Ketergantungan ruh pada badan merupakan ketergantungan administratif. Artinya ruh memiliki kehidupan secara hakiki dan sepanjang tergantung pada badan maka badan juga memperoleh kehidupan darinya. Tatkala ruh terpisah dari badan maka kehidupan juga diambil darinya dan secara gradual akan binasa namun ruh tetap hidup dan melanjutkan kehidupannya.[9]
2. Kemampuan jin dan ruh
Meski jin lemah dari sudut pandang kemampuan dan pikiran lantaran pencerapannya bukan pencerapan rasional dan tidak kuat. Dan maksimal adalah fantasi dan imaginasi. Akan tetapi kemampuan fisik sangat besar. Misalnya jin dapat melakukan pekerjaan ekstraordinari dengan cepat dan memindahkan barang-barang dalam waktu singkat. Dalam al-Qur’an, kisah Nabi Sulaiman As, tatkala Ifrit dari kalangan jin mengklaim bahwa ia mampu memindahkan singgasan Bilqis dalam tempo yang sangat singkat dari tempat yang sangat jauh dan menghadirkannya di hadapan Sulaiman,[10] Nabi Sulaiman tidak mendustakan klaim jin ini.[11] Hal ini menunjukkan kemampuan luar biasa yang dimiliki oleh jin.
Terkait dengan gangguan, perbuatan usil dan berbahaya jin bagi manusia, Syaikh Mufid dalam kitab al-Irsyâd, menyebutkan, “Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Ibnu Abbas disebutkan, “Tatkala Rasulullah Saw bermaksud ingin keluar dari Madinah untuk berperang dengan kabilah Bani Mustaliq, ketika tiba malam mereka sampai pada satu lembah yang mengerikan dan susah untuk dilalui. Di penghujung malam, Jibril turun ke hadapan Rasulullah Saw dan menyampaikan bahwa sekelompok jin telah berkumpul di tengah lembah dan mereka bermaksud untuk makar, berbuat jahat dan menggangu Anda dan para sahabat Anda.”[12] Berangkat dari riwayat ini menjadi jelas bahwa bahkan orang-orang beriman dan budiman boleh jadi menjadi sasaran gangguan dan perbuatan usil jin.
Tentu saja harus diperhatikan bahwa meski keberadaan jin merupakan sebuah kenyataan faktual dan jenis mereka terdapat jin saleh dan jin jahat. Mereka memiliki kemampuan dan kekuataan untuk melakukan pelbagai pekerjaan ekstraordinari. Namun fakta tentang makhluk ini telah banyak dibesar-besarkan melebihi apa yang sebenarnya. Pelbagai dusta dan banyak khurafat tentang makhluk halus ini yang tersimpan dalam benak masyarakat. Misalnya masyarakat memandang jin sebagai makhluk yang kerjanya hanya menggangu, berbuat usil, pendendam, berperilaku jahat sedemikian sekiranya Anda menunangkan segelas air panas maka mereka akan membakar rumah dan banyak anggapan-anggapan keliru lainnya yang tidak sejalan dengan akal, logika dan tidak dapat diterima.[13] Di samping itu, manusia dengan melakukan perbuatan dan amalan tertentu akan terjaga dari gangguan jin.
Terkait dengan kekuatan ruh harus dikatakan bahwa ruh bukan merupakan urusan material; ruh tidak memiliki keterbatasan sebagaimana yang dimiliki materi. Persis seperti cahaya matahari yang bersinar di balik kaca dan awan kemudian menyinari ruangan dan rumah. Kaca dan awan tidak mampu menjadi penghalang kehadiran dan gerakan matahari yang memberikan kehidupan. Cahaya matahari dapat hadir dan menyinari di mana saja.[14]
Sebagaimana yang dapat disimpulkan dari sebagian ayat dan riwayat bahwa ruh manusia dapat mengetahui segala urusan duniawi pasca kematian. Arwah orang-orang beriman berdasarkan kekuasaan dan derajat keutamaannya, kurang-lebihnya dapat berziarah kepada keluarganya.[15]
Namun sesuai dengan sebagian riwayat lainnya, keutamaan ini terkhusus untuk arwah orang-orang beriman saja dimana dengan izin Tuhan mereka mendapatkan kebebasan nisbi untuk mengetahui segala urusan duniawi dan berziarah kepada keluarga mereka. Adapun arwah orang-orang kafir, musyrik, para pendosa dan kaum zalim terseret ke dalam lembah barahut dan memperoleh hukuman atas segala perbuatan buruk mereka dan tidak dapat leluasa untuk bergerak.
Dengan demikian, anggapan adanya gangguan dan perbuatan usil arwah jahat, gentayangan, dan pengaruhnya dalam kesuksesan dan kegagalan manusia dalam segala perbuatan manusia yaitu adanya intervensi mereka dalam pengaturan alam semesta merupakan anggapan yang keliru dan salah kaprah. Anggapan ini tidak dibangun di atas dalil-dalil rasional, empirikal dan referensial. Karena sangat jelas bahwa arwah tidak sedemikian nganggur sehingga tanpa alasan turut campur dalam urusan ciptaan Tuhan.[16] Dan juga tidak sedemikian memiliki kekuasaan dan izin dari Tuhan untuk berlaku demikian; karena Dialah sebagai satu-satunya yang berkuasa dan berpengaruh di alam eksistensi. [IQuest]
Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat beberapa literatur dan indeks berikut ini:
1. Gharâib wa ‘Ajâib al-Jin, Badruddin bin Abdulllah al-Syibli, terjemahan, riset dan annotasi Ibrahim Muhammad al-Jamal.
2. Jin wa Syaitân, Ali Ridha Rijali, Teheran, Nasyr-e Nubugh.
3. ‘Aud Arwah; Nashir Makarim Syirazi
4. Irtibâth ba Arwah, Nasir Makarim Syirazi, Intisyarat-e Nasl-e Jawan.
5. Indeks: Setan, Malaikat atau Jin? Pertanyaan 4609 (Site: 4910).
6. Indeks: Kemampuan Setan dan Jin, Pertanyaan 4872 (Site: 5177).
[1]. “Dan Kami telah menciptakan jin sebelum (Adam) dari api yang sangat panas.” (Qs. Al-Hijr [15]:27)
[2]. “Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (Qs. Rahman [55]:15)
[3]. Qs. Al-Hijr (13):29-42; Qs. Jin (7)]:11-15.
[4]. Qamus Qur’an, klausul j-i-n.
[5]. Silahkan lihat, Apakah Ada Jin Muslim dan Non-Muslim? Mizân al-Hikmah, jil. 2, hal. 11, hadis 2658, Muhammady Rei Syahri, Nasyir Maktab al-‘Ilam al-Islamiyah, 1403. Ushul Kafi (terjemahan), jil. 2, Kitab al-Hujjah, “Bab Amadan-e Jin nazd-e Aimmah As wa Pursidan-e az Masail-e Dini,” hal. 243, Hadis 4. Perlu diperhatikan terdapat 7 hadis lainnya ihwal jin dalam kitab ini. Safinat al-Bihar, Syaikh Abbas al-Qummi, jil. 1, bab al-Jim ba’d al-Nun, hal. 673; Ma’arif Qur’an, Ustad Misbah Yazdi, hal. 316
[6]. Silahkan lihat, Makarim Syirazi, 50 Dars-e Ushul Aqaid barâye Jawânân.
[7]. Terkait dengan hubungan antara ruh dan jasmani dan adanya pengaruh timbal balik di antara keduanya ini adalah sesuatu yang kita sebut sebagai “jiwa” dan terkait pembahasan pelbagai fenomena ruh yang terpisah dari jasmani kita sebut sebagai ruh.
[8]. Diadaptasi dari indeks: Aktifitas Ruh Semasa Tidur dan Tidak Sadar, Pertanyaan 1524 (Site: 1890)
[9]. Silahkan lihat, Terjemahan Persia Tafsir al-Mizân, jil 19, hal. 344. Diadaptasi dari Indeks: Pengetahuan Ruh Pasca Kematian, Pertanyaan 991 (Site: 1059)
[10]. Qs. al-Naml (27):30-40
[11]. Abdullah Jawadi Amuli, Tafsir Maudhu’i, jil. 1, hal. 119.
[12]. Syaikh Mufid, al-Irsyâd, hal. 399, sesuai nukilan dari site Tebyan.
[13]. Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 25, hal. 155 dan 156, Dar al-Kitab al-Islamiyah, dengan sedikit perubahan.
[14]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Indeks: Penghadiran Ruh melalui Orang-orang Munafik, Pertanyaan 60 (Site: 1050)
[15]. Allamah Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 6, hal. 268. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat, Indeks: Pengetahuan Ruh Pasca Kematian, Pertanyaan 991 (Site: 1059)
[16]. Nasir Makarim Syirazi, Irtibâth ba Arwâh, hal. 162, Intisyarat-e Nasl-e Jawan, Cetakan Kesepuluh.