Meski Allah Swt telah menetapkan hukuman yang lebih berat bagi pria yang telah menikah kemudian melakukan dosa namun kita harus tahu bahwa hidup lajang dan tidak menikah bukanlah pembenar untuk melakukan dosa. Setiap orang harus memiliki kehendak dan tekad kuat untuk berperang melawan godaan untuk melakukan dosa. Mengingat orang-orang pada masa bujangnya, tidak memiliki kehendak dan tekad yang kuat, maka boleh jadi setelah menikah juga akan melakukan perbuatan dosa!
Namun, Islam menganjurkan dan menekankan umatnya untuk menikah dan sedemikian sehingga menikah dipandang sebagai salah satu faktor pencegah orang untuk tidak melakukan dosa. Harus ditekankan bahwa pernikahan harus dilakukan dengan cermat dan penuh kesadaran sehingga kedua belah pihak tidak mengalami kesulitan kelak dan jangan sampai, lantaran tiadanya kecermatan dan pertimbangan matang, tatanan rumah tangganya mengalami keruntuhan. Dalam pada itu, banyak jalan yang dapat dilakukan untuk berperang melawan dosa dimana orang-orang beriman dengan memanfaatkan cara-cara tersebut ia dapat menguatkan kehendaknya dalam masalah ini.
Pertanyaan Anda harus dikaji dalam beberapa bagian:
1. Apakah orang yang tidak mampu menikah dapat menjadi alasan baginya untuk melakukan dosa-dosa?
2. Apakah pernikahan itu sangat berguna dan dianjurkan dalam menghindarkan orang dari perbuatan dosa?
3. Apakah orang, hanya dengan alasan takut terjerembab dalam kubangan dosa, tanpa kecermatan dan ketelitian, dapat menikah kemudian tanpa memikirkan segala konsekuensi yang mungkin setiap saat muncul?
Kami akan menjawab dan menganalisa pertanyaan ini secara sistematis sesuai dengan urutan pertanyaan di atas:
1. Sekaitan dengan bagian pertama pertanyaan Anda, harus dijelaskan bahwa hanya iman dan tekad manusia yang dapat mencegah setiap orang untuk tidak terjerembab dalam kubangan dosa. Iman dan tekad manusia sangat memainkan peran asasi dalam masalah ini. Faktor-faktor lainnya seperti pernikahan hanya berperan sebagai peran pembantu baginya bukan sebagai penjamin sempurna untuk menghindarkan dirinya dari perbuatan dosa. Manusia yang sebelum menikah tidak dapat mengendalikan gejolak nafsunya, masih belum jelas bahwa apakah pernikahan mampu mencegahnya untuk tidak melakukan perbuatan dosa. Pengalaman menunjukkan orang-orang yang ketika pada masa lajang tergolong orang-orang yang tidak mengenal aturan dan bersikap seenaknya terhadap apa pun biasanya setelah menikah berlaku sebagaimana sebelumnya.
Dalam beberapa riwayat juga disebutkan poin ini dengan redaksi, “Seseorang yang telah menikah maka ia telah menjamin separuh agamanya. Namun ia harus berlindung kepada Allah untuk menjaga separuh yang lainnya.”[1] Seseorang yang tidak berpandangan bahwa Allah mengetahui dan mengawasi seluruh perbuatannya, bahkan setelah menikah juga, boleh jadi dengan tersedianya peluang untuk berbuat dosa, maka ia tidak akan dapat menghindar darinya. Di samping itu, pernikahan, hanya pada beberapa kondisi, dapat mencegah sebagian jenis dosa, namun dosa-dosa yang lainnya seperti ghaibat, dusta, pongah, kejahatan-kejahatan finansial lainnya tidak dapat sirna dengan pernikahan. Atas dasar itu, pada tingkatan pertama ia harus berupaya supaya iman dan tekadnya menjadi lebih kuat dan dengan bantuan iman dan tekad ini, bahkan sekiranya tidak memungkinkan baginya untuk menikah ia berjuang melawan godaan untuk tidak melakukan dosa. Di samping itu, ia harus menjadikan orang-orang seperti Nabi Yusuf sebagai teladan dalam kondisi yang paling pelik sekalipun dapat berjuang untuk tidak berbuat dosa, dan tidak takluk di hadapan setan.
Terdapat juga beberapa instruksi bahwa dengan bantuan iman dan tekad kuat ia dapat melawan syahwat dan dosa dimana sebagian nasihat ini Anda dapat lihat pada pertanyaan-pertanyaan 379 dan 1491 yang terdapat pada site ini.
Namun dalil tidak bergunanya segala apa yang Anda lakukan selama ini, apabila tindakan tersebut ada benarnya, terletak pada lemahnya tekad Anda, lantaran sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, seluruh nasihat ini, berperan sebagai pelengkap dan pembantu serta pada akhirnya tekad dan kehendaklah yang memainkan peran penting dalam menjauhkan diri Anda dari perbuatan dosa.
Poin penting lainnya yang terdapat dalam masalah ini bahwa Allah Swt memerintahkan orang-orang yang tidak mampu melangsungkan pernikahan untuk membekali diri dengan menjaga kesucian diri (iffah)[2] dan apabila hal ini merupakan suatu hal yang mustahil maka tentu saja Tuhan tidak akan memerintahkan hal itu. Karena tidak mungkin Tuhan memerintahkan kepada para hamba-Nya sesuatu yang mustahil dilakukan. Atas dasar itu, berjuang melawan segala kehendak hawa nafsu; meski terasa sukar dan pelik; bukanlah suatu hal yang mustahil.
2. Dengan seluruh yang telah disampaikan, pernikahan merupakan faktor penting dalam mencegah seseorang untuk tidak melakukan dosa dan juga sampainya manusia kepada ketenangan batin. Ketenangan seperti ini, kecintaan kedua belah pihak, dijelaskan sebagai salah satu tanda-tanda kebesaran Allah Swt.[3] Atas dasar itu juga Islam sangat menganjurkan hal ini. Sebagian manfaat pernikahan dapat Anda telaah pada Pertanyaan No. 2619 pada site ini. Rasulullah Saw bersabda bahwa Allah Swt tidak mencintai sebuah peristiwa yang terjadi dalam masyarakat Islam melebihi pernikahan[4] dan sesuai dengan sabda Imam Shadiq As, pahala dua rakaat shalat seseorang yang telah menikah seperti tujuh puluh rakaat shalatnya orang yang masih lajang.[5] Dengan demikian, Anda tidak boleh ragu bahwa inti pernikahan adalah perbuatan baik dan mendapatkan keridhaan Allah Swt dan tameng yang cocok untuk membentengi diri dari sebagian dosa.
3. Adapun terkait dengan apakah untuk menghindar dari dosa Anda dapat dengan tergesa-gesa menikah dan mengabaikan seluruh sisi dan problema yang kemungkinan akan segera muncul setelah menikah kelak? Harus dikatakan bahwa Anda tidak dianjurkan untuk melakukan hal tersebut. Karena Anda harus memperhatikan bahwa pernikahan Anda bukanlah semata-mata persoalan pribadi Anda, yang segala konsekuensinya hanya akan menimpa Anda. Tidak demikian. Apabila Anda kurang cermat dalam memilih pasangan yang cocok maka hasilnya akan menyulitkan Anda sendiri, di samping itu, istri Anda, keluarga kedua belah pihak, anak-anak yang kelak lahir dan bahkan bagi masyarakat. Sebagaimana bahwa pernikahan adalah perbuatan yang dicintai dan memperoleh keridhaan Allah Swt, maka Allah Swt juga sangat membenci runtuhnya tatanan keluarga dan perceraian suami dan istri.”[6] Karena itu, jangan sampai kita melakukan sesuatu yang mengundang kemurkaan Allah Swt dan hal ini tidak mungkin dapat dihindari kecuali dengan kecermatan dan pertimbangan matang dalam urusan pernikahan.
Sebagai contoh, Rasulullah Saw bersabda kepada salah seorang sahabatnya yang pergi meminang seorang wanita, “Apabila (sebelum menikah), engkau melihat wajahnya, maka kemungkinan besar kehidupan rumah tanggamu akan lebih baik dan langgeng.”[7] Dalam riwayat lainnya, akhlak istri dan kemuliaannya dan keluarganya dan sebagainya juga telah mendapat penegasan.[8]
Berdasarkan hal ini, kelanggengan kehidupan rumah tangga dan tiadanya kesulitan-kesulitan dalam keluarga Anda sangat bergantung pada perilaku dan pertimbangan Anda dan calon pasangan hidup Anda. Tiada seorang pun yang dapat meramal masa depan Anda.
Adapun apakah pasca pernikahan, Anda tidak akan lagi melakukan dosa juga merupakan urusan yang berada dalam wilayah ikhtiar dan kehendak Anda serta bergantung pada kadar iman dan penerimaan Anda terhadap instruksi-instruksi Allah Swt. Lantaran dalam ajaran mazhab, kami tidak menerima ideologi determinisme yang menyatakan bahwa manusia sekarang ini tengah melintasi jalan yang telah ditentukan. Atas dasar ini, kami tidak menerima ucapan-ucapan Anda bahwa seluruh usaha yang Anda lakukan tidak berguna dalam menjauhi dosa. Kami yakin bahwa apabila Anda benar-benar berusaha dengan serius maka sebenarnya Anda telah dapat menjauhi perbuatan dosa hingga batasan tertentu. Mengingat alangkah banyaknya orang yang kondisi dan situasi yang dihadapinya sama dengan situasi dan kondisi yang Anda hadapi yang mampu dengan tekad dan usahannya serta dengan bantuan Allah Swt yang berhasil melintasi jalan ini. Demikian juga Anda tidak boleh membiarkan was-was setan menggoda Anda.
Jawaban final kami adalah bahwa merasa takut kemungkinan pernikahan Anda tidak akan mencapai sukses dan merasa panik jangan-jangan kehidupan Anda akan berhadapan dengan pelbagai kesulitan hidup, seharusnya tidak boleh menjadi penghalang Anda untuk melangsungkan pernikahan. Karena setiap manusia yang menikah atau urusan penting lainnya, kemungkinan ini akan senantiasa ada bahwa pelbagai kesulitan akan menghadang di depan. Apabila takut dan gentar berpengaruh pada diri Anda dan menggoncang kehendak Anda maka Anda akan senantiasa mengalami kemunduran dalam hidup Anda. Atas dasar itu, dengan melakukan penelitian sempurna dan tawakkal kepada Allah Swt, Anda melangsungkan pernikahan dan tidak perlu cemas atas segala kesulitan yang bakalan muncul. Anda harus berusaha dengan pertimbangan dan perhitungan dalam memilih pasangan yang sesuai. Dengan demikian Anda akan menciptakan atmosfer kehangatan dan bersahabat dalam lingkungan keluarga Anda. Dan sebagaimana Anda menginginkan kebahagiaan maka Anda juga harus mempertimbangkan kebahagiaan calon pasangan Anda. Dan ketahuilah bahwa setiap orang, tanpa alasan, menggangu dan menyakiti orang beriman maka sesungguhnya ia telah menyakiti Tuhan. Dan Tuhan sendiri yang akan membalas perbuatan orang-orang zalim.[9] Sesuai dengan sabda Imam Hasan Mujtaba As bahwa salah satu ciri manusia bertakwa adalah apabila istrinya benar-benar sesuai dengan pilihannya, maka ia akan menghormatinya. Namun apabila, dengan dalil apa pun, istrinya tidak mampu menciptakan suasana hangat dan akrab dengannya, (lantaran takut kepada Allah Swt) sekali-kali ia tidak akan berbuat jahat dan menyakitinya.[10]
Kami berharap dengan pendekatan ini dan tawakkal kepada Allah Swt, Anda tidak perlu merasa risau dengan pelbagai kesulitan pasca pernikahan. Sebaliknya Anda akan mendapatkan ketenangan dan dengan ketenangan tersebut Anda dapat menjalin hubungan yang lebih baik dengan Tuhan dan tidak mengulangi lagi perbuatan dosa yang dulu pernah Anda lakukan. Dan dengan taubat dan kembali kepada Tuhan Yang Mahakasih Anda harus memperbaiki kesalahan-kesalahan Anda. [IQuest]
[1]. Al-Kâfi, Muhammad Ya’qub Kulaini, jil. 5, hal. 328, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[2]. “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) mereka, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “ (Qs. Al-Nur [24]:33)
[3]. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Al-Rum [30]:21)
[4].Wasâil al-Syiah, Muhammad bin al-Hasan Hurr al-Amili, jil. 20, hal. 14, Riwayat 24901, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H.
[5]. Ibid, jil. 20, hal. 19, Riwayat 24913.
[6]. Ibid, jil. 20, hal. 19, Riwayat 24907.
[7]. Ibid, jil. 20, hal. 19, Riwayat 25112.
[8]. Ibid, jil. 20, hal. 27 dan seterusnya.
[9].Ibid, jil. 20, hal. 19, Riwayat 21751.
[10]. Makârim al-Akhlâk, Hasan bin Fadhl Thabarsi, hal. 204, Intisyarat Syarif Radhi, Qum, 1412 H.