Redaksi kata “yaum” atau “hari” digunakan dalam beberapa makna yang beragam dimana masing-masing dari penggunaan kata ini memiliki makna tertentu. Hal ini juga dapat kita saksikan pada redaksi tersebut atau setiap kata lainnya; disebutkan berulang kali dengan satu makna, tanpa ada kontradiksi di dalamnya.
Karena dua hal dapat disebut sebagai kontradiksi apabila delapan sisi yang sama di antara keduanya saling berseberangan dan pertanyaan Anda sejatinya tidak demikian. Karena ayat pertama berada pada tataran ingin menunjukkan kesabaran dan ketabahan Allah Swt sementara pada ayat kedua menyinggung tentang waktu setiap tingkatan diturunkan dan dinaikkannya perintah-perintah dan pengaturan-pengaturan Ilahi. Adapun ayat ketiga menunjukkan tentang masa ril hari kiamat yang akan terjadi dalam beberapa tingkatan.
Jawaban atas pertanyaan Anda harus ditelusuri pada tiga poros yang antara lain mengkaji makna “yaum” atau hari dan mengenal syarat-syarat kontradiksi serta pada akhirnya apakah ayat-ayat yang Anda sebutkan itu saling kontradiksi atau tidak?
Sebelum segala sesuatunya, kita harus mencermati redaksi kata “yaum” yang terdapat pada ayat ini. Dalam kitab-kitab kamus bahasa Arab disebutkan beberapa makna untuk kata yaum di antaranya adalah sebagai berikut:
- Semenjak terbitnya hingga terbenamnya matahari
- Seluruh 24 jam mencakup malam dan hari
- Zaman secara mutlak
- Karunia
- Kejadian atau peristiwa dan lain sebagainya…[1]
Sebagaimana yang Anda perhatikan, redaksi kata “yaum” ini memiliki makna beragam yang dengan memperhatikan beberapa indikasi dan bukti yang terdapat pada kalimatnya maka maknanya akan dapat dipahami.
Berdasarkan hal ini, kita tidak dapat hanya karena dua kata ini, dalam satu kalimat, disebutkan terkait dengan ukuran tertentu dari waktu dan pada kalimat lainnya, ukuran lainya dari waktu kemudian kita simpulkan dua kalimat ini saling bertentangan satu sama lain. Dua kalimat akan saling bertentangan satu sama lain tatkala keduanya memiliki delapan sisi yang saling bersamaan dan bahkan apabila dua kalimat yang sepintas tampak saling bertentangan, dari tujuh sisi memiliki persamaan namun hanya satu sisi yang berbeda satu sama lain maka keduanya tetap tidak dapat dinilai sebagai dua hal yang saling bertentangan. Delapan sisi tersebut adalah, subyek atau topik (maudhu), predikat atau proposisi (mahmul), tempat (makân), waktu (zaman), relasi (idhâfah), sebagian (juz) dan keseluruhan (kull), kondisi/syarat (syarth), potensi (quwwah) dan aksi (fi’il). Tentu bukan tempatnya di sini untuk mengulas secara detil delapan syarat hukum kontradiksi karena itu untuk telaah lebih jauh dalam hal ini kami persilahkan Anda untuk merujuk pada buku-buku Logika.[2]
Misalnya, apabila dua kalimat yang kita jelaskan bahwa A: “Setiap hari terdiri dari 24 jam.” B: “Hari tahun baru berlansung selama 13 hari.” Maka tiada seorang pun yang akan menuduh kita sebagai orang-orang yang berbicara kontradiktif dan saling bertentangan. Karena hari pada bagian pertama (A) redaksi kedua yang digunakan adalah masa dan zaman secara mutlak bukan 24 jam. Berdasarkan hal ini, dua kalimat yang telah dijelaskan, tidak terdapat kesatuan pada subyek yang menyebabkan kontradiksi dan saling bertentangan pada ucapan kita. Dan demikian juga tentang hal yang serupa kita berkata bahwa A: “Ujian akan berlangsung selama 15 hari.” B: Pada hari ujian tidak ada alasan absen apa pun yang akan diterima.” Dimana kata “hari” pertama-tama digunaan bermakna 24 jam dan kemudian bermakna zaman secara mutlak yang boleh jadi bercerita lebih dari 24 jam dan hal ini sama sekali tidak bermasalah dari sudut pandang sastra dan logika.
Ragam penggunaan dari satu kata juga tersebar di tengah masyarakat dan mengingat bahwa al-Quran juga diturunkan dengan bahasa kaum (masyarakat), pada kebanyakan urusan, juga menggunakan cara seperti ini. Sebagai contoh kita membaca sebuah ayat, “Dan tanyakanlah kepada Bani Isra’il tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air pada hari Sabtu, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka.” (Qs. Al-A’raf [7]:163) ayat ini bercerita tentang suatu waktu Bani Israel melakukan pembangkangan, karena ikan-ikan pada hari Sabtu (yang dilarang pada hari itu) berada dalam jangkauan mereka dan pada hari selain Sabtu berada di luar jangkauan mereka. Coba Anda perhatikan bahwa pada ayat ini, kata “yaum” digunakan sebanyak dua kali, dimana penggunaan pertamanya bermakna satu hari normal yaitu hari Sabtu dan penggunaan keduanya, menyangkut seluruh hari selain Sabtu yang mencakup enam hari dan dengan demikian tidak terdapat kontradiksi pada ayat ini.
Hal lain yang sejenis juga dapat kita saksikan pada ayat-ayat berikut ini:
Allah Swt berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menghembuskan kepada mereka angin yang sangat kencang nan dingin pada hari nahas yang terus menerus” (Qs. Al-Qamar [54]:19) dan pada ayat lainnya dinyatakan seperti ini, “Adapun kaum ‘Ad, mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang, dimana Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus menerus.” (Qs. Al-Haqqah [69]: 6 -7)
Tiada seorang fair pun yang dapat menjelaskan bahwa lantaran ayat pertama angina kencang berhembus pada satu hari dan ayat selanjutnya delapan hari, pada kedua ayat ini tidak terdapat kontrakdiksi dan pertentangan! Lantaran dengan sedikit mencermati pada ayat-ayat ini kita akan menemukan bahwa yang dimaksud dengan kata “yaum” pada ayat pertama adalah waktu secara mutlak dan ayat kedua mengacu pada hari 24 jam. Atas dasar itu, meski kata ini digunakan untuk dua makna yang berbeda namun tidak bertentangan satu sama lain.
Nah lantaran masalah ini telah jelas bahwa seluruh hari-hari bumi dan langit, adalah hari-hari Tuhan mari kita membahas ayat-ayat yang menjadi obyek pertanyaan Anda:
- Ayat 47 surah al-Haj (22);[3] terkait dengan peringatan kepada orang-orang kafir yang selalu meminta kepada Rasulullah Saw untuk menetapkan kenabian dan kejujuran ucapannya untuk menurunkan azab Ilahi bagi mereka dan dengan permintaan ini mereka ingin menunjukkan bahwa apabila azab diturunkan maka Rasulullah Saw dalam klaimnya atau kenabian tidak benar (kita berlindung dari Allah Swt dari ucapan ini)! Dalam masalah ini, dengan maksud untuk menjawab permintaan orang-orang musyrik ini, Allah Swt menjelaskan bahwa meski engkau tergesa-gesa namun dalam urusan Tuhan tidak terdapat ketergesa-gesaan dan seribu tahun kalian adalah satu hari bagi Tuhan! (sebagaimana kaum Nabi Nuh yang juga hampir seribu tahun).[4] Atas dasar ini, pada ayat selanjutnya dijelaskan bahwa boleh jadi tempat-tempat yang di dalamnya terdapat orang-orang yang berbuat jahat terhadap penduduk setempat dan waktu diberikan lebih banyak kepada mereka (baca: ditangguhkan)…[5]
Setiap orang yang sedikit paham retorika dan seni berbicara mengetahui bahwa seribu tahun pada ayat ini tidak memiliki tipologi tertentu, melainkan hanya ingin menunjukkan bahwa Allah Swt dalam mengazab musuh-musuhnya tidak tergesa-gesa karena dua ribu tahun atau lebih dari itu bagi Allah Swt adalah sama dengan satu hari lantaran pada dasarnya masa tidak berlaku bagi Tuhan.
Hal-hal yang serupa dengan masalah ini, yang menyinggung tentang waktu, tujuannya hanyalah ingin memperkenalkan sebuah perkara dan bukan bermaksud ingin menunjukkan ukuran akuratnya. Hal ini juga dapat dijumpai pada ayat-ayat lainnya sebagaimana berikut:
- “Peristiwa kiamat itu (sangat dekat dan mudah, persis) seperti kedipan mata atau lebih cepat (lagi). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Al-Nahl [16]:77)
- “Dan perintah Kami hanyalah satu ucapan seperti kejapan mata.” (Qs. Al-Qamar [54]:50)
- “Penciptaan dan pembangkitanmu (dari dalam kubur) itu tidak lain hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Qs. Luqman [31]:28)
Seluruh ayat ini yang dijelaskan seperti ini menunjukkan makna dan pahaman ini bahwa karena manusia hidup pada masa terbatas dan waktu tertentu serta memiliki kemampuan yang terbatas, maka ia tidak dapat mengetahui secara persis perbuatan Tuhan, melainkan mereka mengukurnya dengan ukuran-ukuranyanya sendiri. Namun apabila manusia ini keluar dari ruang lingkup kehidupan duniawinya, ruang dan waktu baginya akan memiliki makna yang lain, sebagaimana pada hari kiamat dan dengan memperhatikan keluasan waktunya, manusia mengira bahwa seluruh waktu yang dihabiskan di dunia tidak lebih dari satu malam atau satu hari![6]
- Ayat 5 surah al-Sajadah (32) terkait dengan bagaimana pengaturan alam penciptaan dilakukan oleh Allah Swt dimana kita tentu saja tidak akan pernah dapat mengetahui seluruh rahasia yang terpendam di dalamnya, namun pada ayat ini, dengan menyinggung secara ringkas terhadap rahasia penciptaan, dijelaskan bahwa datangnya perintah Ilahi dari langit ke bumi dan kembalinya ke langit, pada setiap tingkatan berlangsung selama seribu tahun dunia dan ayat ini tidak terbatas pada hari kiamat saja, melainkan sekarang ini juga demikian, seluruh makhluk berada di bawah pengaturan dan urusan Ilahi.
Atas dasar ini, apa yang disinggung pada ayat ini hanyalah masa pelaksanaan setiap tingkatan dari urusan-urusan Ilahi dan secara persis tidak menjelaskan berapa tingkatan terjadi di dunia dan hari kiamat dan dunia akhirat akan berlangsung berapa tingkatan!
- Adapun ayat terakhir yang Anda sebutkan pada pertanyaan tepatnya ayat 4 surah al-Ma’arij (70)[7] yang berhubungan dengan kiamat. Pada ayat ini, dijelaskan bahwa hari Tuhan itu berjumlah lima puluh ribu tahun lamanya, sehingga menyebabkan kontradiksi dengan ayat-ayat sebelumnya. Sebaliknya, ayat ini hanya mengumumkan bahwa kejadian kiamat akan berlangsung selama lima puluh ribu tahun.[8] Dengan kata lain, kata “yaum” pada ayat ini bermakna kejadian dan peristiwa yang telah kami singgung sebelumnya; mencakup lima puluh tingkatan dimana setiap tingkatannya sesuai dengan tuntutan yang dijelaskan pada surah-surah lainnya sebanding dengan seribu tahun normal dan pada setiap tingkatan juga para malaikat lalu-lalang, turun dan naik. Dengan demikian, tidak terdapat problem dalam masalah logika dan sastra, ayat-ayat ini dapat ditakwil dan ditafsir. Sebuah riwayat dari Imam Shadiq As juga menyokong penafsiran semacam ini!
Imam Shadiq As bersabda, “Sesungguhnya kiamat memiliki lima puluh tingkatan yang masing-masing tingkatannya adalah seribu tahun.[9]
Kesimpulan final, adalah bahwa karena ayat-ayat ini diturunkan berkaitan dengan tema-tema yang terpisah dan tidak mememiliki kesatuan subyek, sehingga sama sekali tidak mengalami kontradiksi antara satu dengan yang bahkan ayat-ayat ini saling mendukung. Di samping dalil-dalil yang telah diajukan dalam masalah ini, terdapat poin lainnya yang tentu saja berguna untuk kita telaah. Poin tersebut adalah bahwa meski surah al-Hajj diturunkan di Madinah, namun surah al-Sajadah dan surah al-Maarij keduanya adalah surah Makkiyah dan musuh-musuh Rasulullah Saw yang senantiasa mendustakan beliau dan perhatian terhadap ayat-ayat al-Quran, tidak dapat disimpulkan adanya kontradiksi pada ayat-ayat ini. Kita tahu bahwa bahkan sekiranya orang-orang Arab pada masa itu, kita anggap sebagai orang-orang terbelakang namun tidak dapat diragukan bahwa mereka adalah orang-orang terdepan dalam bidang retorika dan elokuensi pada masanya dan kita tidak dapat mengklaim bahwa mereka tidak memiliki kapasitas intelektual untuk dapat memahami kontradiksi ini atau seluruh mereka memiliki tingkat memori dan hafalan yang lemah dan melupakan ayat-ayat sebelumnya!
Sejatinya kemukjizatan al-Quran telah memadai bagi kita semua bahwa meski adanya tantangan Tuhan untuk mendatangkan satu surah yang sama, manusia hingga hari ini tidak mampu menjawab tantangan ini dan usaha sia-sia yang terkadang dilakukan dalam hal ini pada akhirnya berujung pada kegagalan dan kekalahan. [iQuest]
[1]. Ibnu Manzhur, Lisân al-‘Arab, jil. 12, hal. 649 dan seterusnya.
[2]. Dengan kata lain, terdapat delapan syarat untuk membuktikan adanya kontradiksi; kesatuan subyek , kesatuan predikat, kesatuan tempat, kesatuan waktu, kesatuan potensialitas dan aktualitas, kesatuan keseluruhan dan sebagian, kesatuan dalam syarat/kondisi, kesatuan dalam relasi (al-idhâfah).
[3]. “Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhan-mu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”(Qs. Al-Hajj [22]:47)
[4]. “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, laly ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun.” (Qs. Al-Ankabut [29]:14)
[5]. "Dan berapa banyak kota yang Aku tangguhkan (azab-Ku) kepadanya, sedang penduduknya berbuat zalim (tapi mereka tidak menggunakan kesempatan ini untuk memperbaiki diri mereka), kemudian Aku azab mereka, dan hanya kepada-Ku-lah kembalinya (segala sesuatu).” (Qs. Al-Hajj [22]:48)
[6]. “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (Qs. Al-Naziat [79]:46)
[7]. “Malaikat-malaikat dan ruh (malaikat muqarrab di sisi Allah) naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya lima puluh ribu tahun.” (Qs. Al-Ma’arij [70]:4)
[8]. Ibnu Syahrasyub, Mutasyabih al-Qur’ân, jil. 2, hal. 106, Dar Bidar Linnasyr, 1369 H.
[9]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 8, hal. 143, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran 1365 S.