Inti melihat Imam Zaman Ajf pada masa ghaibat merupakan perkara yang pasti dan telah diterima oleh ulama. Namun demikian barang siapa yang mengklaim sedemikian bahwa ia telah bersua dengan Imam Zaman Ajf maka klaim tersebut tidak dapat diterima. Deputi kedua Imam Mahdi Ajf, karena merupakan perantara dan mediator penghubung antara masyarakat dan Imam Zaman Ajf maka tanpa syak, mendapatkan anugerah seperti ini untuk bertemu dan bersua dengan Imam Zaman pada masa ghaibat. Demikian juga deputi kedua Imam Zaman ini mengatakan bahwa ia telah berziarah kepada Imam Zaman Ajf di Baitullah al-Haram tatkala beliau tengah sibuk berdoa. Dari Muhammad bin Utsman diriwayatkan bahwa Imam Zaman setiap tahunnya turut berpartisipasi pada musim haji. Beliau melihat masyarakat namun masyarakat tidak melihatnya. Terdapat banyak bukti yang menyokong ucapan Muhammad bin Utsman ini. Di antaranya adalah kurang lebih kandungannya dalam sebuah kitab hadis muktbar Syiah yang dinukil dari Imam Shadiq As.
Pertanyaan ini dapat dikaji dalam dua bagian:
1. Apakah Muhammad bin Utsman Amri berjumpa dengan Imam Zaman Ajf pada musim haji?
2. Diriwayatkan dari Muhammad bin Utsman Amri, ia berkata bahwa Imam Zaman Ajf ikut serta dalam musim haji pada perayaan ibadah haji dan Imam Zaman Ajf dapat dijumpai pada musim haji. Pertanyaannya apakah riwayat ini valid (shahih) atau tidak?
Berangkat dari sini kita akan membahas dua persoalan di atas:
Pertama: Perjumpaan dengan Imam Zaman di masa ghaibat
Inti melihat dan berjumpa dengan Imam Zaman adalah suatu hal yang mungkin. Kebanyakan ulama yang tidak lagi diragukan keadilannya dan dapat diandalkan meriwayatkan peristiwa perjumpaan atau melihat Imam Zaman. Bahkan banyak kitab yang menyebutkan perjumpaan ini dan dalam kitab tersebut disebutkan nama-nama orang yang mendapatkan anugerah ziarah dan berjumpa dengan Imam Zaman Ajf. Perjumpaan ini juga di samping terjadi pada masa ghaibat sughra juga berlaku pada masa ghaibat kubra.[1]
Pada masa ghaibat sughra yang berlangsung kira-kira 70 tahun lamanya, Imam Mahdi Ajf menjalin hubungan dengan masyarakat melalui para deputi khusus yang diangkat sendiri olehnya. Keempat deputi ini masing-masing secara berurutan antara satu dengan yang lain memangku jabatan sebagai deputi Imam Zaman Ajf. Pada masa ghaibat yang berlangsung singkat ini, di samping para deputi ini bersua dengan Imam Zaman Ajf selain deputi (sebagan orang) juga mendapatkan anugerah berziarah kepada Imam Zaman Ajf.
Deputi khusus kedua, Muhammad bin Utsman Amri setelah ayahnya Utsman bin Said sesuai dengan perintah Imam Zaman memikul jabatan sebagai deputi dan masa tugasnya berlangsung hingga selama 40 tahun lamanya. Jelas bahwa Muhammad bin Utsman pada masa-masa ini berjumpa dengan Imam Zaman Ajf dan menjadi penghubung antara Imam Zaman Ajf dan masyarakat. Tentu saja tugasnya sebagai deputi menuntut dan meniscayakan adanya perjumpaan ini.
Kedua: Ihwal apakah Muhammad bin Utsman melihat Imam Zaman pada hari-hari haji dan pada perayaan haji atau tidak? Dari Muhammad bin Utsman sendiri diriwayatkan yang menjawab pertanyaan Abdullah bin Ja’far Humairi yang bertanya kepadanya: Apakah Anda berjumpa dengan Imam Zaman Ajf? Muhammad bin Utsman menjawab: Terakhir saya melihat Imam Zaman Ajf di Baitullah Haram selagi beliau tengah sibuk berdoa dan berkata, “Tuhanku! Wujudkanlah apa yang Engkau janjikan kepadaku.”[2] Demikian juga Muhammad bin Utsman menyebutkan bahwa aku melihat Imam Zaman Ajf tatkala beliau memegang tirai Ka’bah dan berkata, “Tuhanku! Tuntutlah balas dari musuh-musuh-Mu.”[3]
Tuturan Muhammad bin Utsman ini hanya menandaskan pada persoalan bahwa ia telah melihat Imam Zaman Ajf di samping Ka’bah namun tidak dapat dijadikan sebagai dalil bahwa ia melihatnya pada musim haji. Dari Muhammad bin Utsman diriwayatkan bahwa ia berkata, “Demi Allah! Imam Zaman Ajf hadir setiap tahun pada musim haji. Beliau melihat masyarakat dan masyarakat tidak melihatnya. (Pun kalau) Masyarakat melihatnya namun mereka tidak mengenalnya.”[4]
Berikut ini adalah beberapa bukti yang menyokong tuturan Muhammad bin Utsman ini:
1. Imam Shadiq As bersabda, “Masyarakat akan kehilangan imamnya. Ia akan hadir pada musim haji. Ia melihat masyarakat namun masyarakat tidak melihatnya.”[5]
2. Di antara amalan ibadah yang terbaik yang terjadi sekali pada setiap tahunnya adalah haji yang memiliki banyak keutamaan. Haji adalah ibadah yang banyak dianjurkan untuk dilaksanakan. Begitu banyak hasil spiritual yang didapatkan bagi mereka yang menunaikan haji. Sedemikian sehingga haji diperkenalkan sebagai salah satu rukun Islam. Imam Shadiq As bersabda, “Islam dibangun di atas lima fondasi: Shalat, zakat, puasa, haji dan wilayah.”[6]
Para Imam Maksum As menganjurkan kepada para Syiahnya bahwa apabila mampu mereka sebaiknya hadir pada musim haji setiap tahunnya dan berketerusan dalam amalan ini. Dalam sebuah hadis, Imam Shadiq As bersabda kepada salah satu pengikutnya, “Wahai Isa! Sekiranya engkau mampu memakan roti dan garam dan setiap tahunnya dapat berpartisipasi pada musim haji maka lakukanlah.”[7] Pada sebuah hadis lainnya, Imam Shadiq As bersabda, “Jagalah supaya kalian senantiasa berhaji ke Baitullah. Lantaran dengan senantiasa berhaji maka hal itu akan menghilangkan pelbagai kesusahan dunia darimu.” Dari hadis ini dapat disimpulkan bahwa orang yang senantiasa melakukan haji mendapatkan pujian dari Imam Shadiq As.[8]
Dalam praktik-praktik para Imam Maksum As kita juga menyaksikan bahwa mereka senantiasa berupaya untuk tidak meninggalkan ibadah haji. Sedemikian sehingga disebutkan bahwa Imam Hasan Mujtaba melakukan haji sebanyak dua puluh kali dengan berjalan kaki.”[9] Dalam kitab-kitab Fikih juga, para fukaha mengkhususkan satu pembahasan (bab) bahwa mustahab (dianjurkan) menunaikan haji setiap tahunnya dan berketerusan melaksanakannya.[10] Mustahil Imam Zaman Ajf tidak menjalankan ibadah yang banyak mengandung keutamaan ini dan mengabaikan begitu saja anjuran para datuknya. Karena itu dapat dikatakan bahwa salah satu tempat yang banyak dikunjungi oleh Imam Zaman Ajf adalah Baitullah Haram, terkhusus pada hari-hari haji.
3. Dari riwayat-riwayat dapat disimpulkan bahwa Imam Zaman Ajf tidak menjauh dari masyarakat dan berkumpul dengan mereka, melainkan Imam Zaman Ajf berada di tengah-tengah masyarakat dan bersama mereka serta berpartisipasi dalam perhimpunan-perhimpunan mereka, namun masyarakat tidak mengenalnya. Salah satu perhimpunan penting dalam Islam adalah haji yang kemungkinan besar Imam Zaman Ajf hadir dan ikut serta dalam perhelatan akbar spiritual ini.
[1]. Untuk telaah lebih jauh, silahkan lihat, Indeks: Hubungan dengan Imam Zaman Ajf, Pertanyaan No. 1029 (Site: 1084).
[2]. Syaikh Shaduq, Kamâluddin, jil. 2, hal. 441, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Qum, 1395.
[3]. Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 13, hal. 259, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H. Man Lâ Yahdhur al-Faqih, jil. 2, hal. 520, Intisyarat-e Jame’e Mudarrisin, Qum, 1413 H.
[4]. Syaikh Shaduq, Kamâluddin, jil. 2, hal. 441. Muhammad bin Hasan Thusi, al-Ghaibah, hal. 362, Riset oleh Ibadullahi al-Tehrani dan Ali Ahmad Nashih, Qum, Muassasah al-Ma’arif al-Islamiyah, 1411 H. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhur al-Faqih, jil. 2, hal. 520.
[5]. Thusi, al-Ghaibah, hal. 161. Kamaluddin, jil. 2, hal. 346. Wasâil al-Syiah, jil. 11, hal. 135.
[6]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, Ushûl al-Kâfi, jil. 2, hal. 18, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[7]. Wasâil al-Syiah, jil. 11, hal. 133.
[8].Muhaddits Nuri, Mustadrak al-Wasâil, jil. 8, hal. 5, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1408 H.
[9]. Al-Kâfi, jil. 4, hal. 542.
[10]. Wasâil al-Syiah, jil. 11, hal. 133.