Al-Quran tentu saja berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya yang telah mengalami penyimpangan. Hari ini kita tidak menemukan satu pun hal yang bertentangan dengan realitas dalam al-Quran dan bahkan mereka yang meyakini tahrif dalam artian khusus sekali pun juga tidak luput perhatiannya terhadap masalah ini.
Allah Swt menurunkan al-Quran dengan sebuah teks yang mudah dan dapat dimanfaatkan oleh seluruh orang-orang yang diserunya dimana semuanya dapat, apabila mereka ingin, memanfaatkan ajaran-ajaran dan kandungan-kandungannya serta menjalin hubungan dengan Tuhannya.
Namun suatu hal yang wajar bahwa Rasulullah Saw merupakan media utama dan pertama hubungan seperti ini dan juga merupakan khalifah-Nya yang hak di muka bumi. Pada tingkatan berikutnya adalah ulama rabbani yang memiliki kadar pemahaman dan kapasitas yang lebih sublim dan mendalam terkait dengan al-Quran lebih baik dari manusia-manusia lainnya.
Dari sisi lain, salah satu keindahaan dan elokuensi al-Quran adalah bahwa terkadang al-Quran menyodorkan ajaran-ajaran universal dan terkadang ajaran-ajaran partikular dan khususnya; baik dinyatakan secara lugas dengan menyebutkan orang-orang dan kelompok-kelompok tertentu atau dinyatakan secara universal dimana hal-hal khusus ini disebut sebagai sya’n al-nuzul (kondisi pewahyuan).
Namun tentu saja, sekali-kali, ajaran-ajaran ayat-ayat al-Quran, tidak terkhusus secara eksklusif pada hal-hal yang terkait dengan sya’n al-nuzul saja. Terkait dengan hal-hal yang serupa juga dapat dimanfaatkan dan dijadikan sebagai sandaran dalam al-Quran.
Pada akhirnya harus dijelaskan bahwa meski seluruh manusia pada tingkatan pertama, hanya wajib menaati Allah Swt, namun sesuai dengan penegasan al-Quran, menaati kaum ulama yang menyeru manusia ke jalan Allah Swt, entah itu para nabi atau selain mereka, bermakna ketaatan kepada Allah Swt yang wajib dan mesti dilakukan oleh seluruh masyarakat.
Anda membagi pertanyaan Anda ke dalam empat bagian yang akan kami bahas juga dalam empat bagian secara berurutan:
- Terkait dengan tahrif (perubahan dan distorsi) al-Quran harus dikatakan bahwa semenjak dulu, telah banyak dilakukan dialog dan pembicaraan di kalangan para ahli tafsir dalam masalah ini dan mayoritas ulama Syiah dan Sunni meyakini bahwa al-Quran tidak mengalami perubahan dan tidak akan mengalami penyimpangan. Meski demikian, terdapat segelintir orang dari pengikut dua mazhab besar ini menjelaskan beberapa hal yang menunjukkan bahwa telah terjadi tahrif dalam al-Quran, namun suatu hal yang pasti dan telah menjadi konsensus dan kesepakatan semua ulama bahwa seluruh apa yang ada di tangan kita dari al-Quran adalah bersumber dari Allah Swt dan dapat dijadikan sandaran dan dimanfaatkan sebagai pelita bagi kehidupan umat manusia. Dalam hal ini Anda dapat menelaah jawaban-jawaban 10905 (Site: 10803) dan 6952 (Site: 7053) yang terdapat pada site ini.
- Dalam menjawab pertanyaan ini bahwa apakah al-Quran diturunkan untuk orang awam atau untuk kalangan elite (orang tertentu) saja? Harus dikatakan bahwa al-Quran diturunkan untuk semua! Untuk menjelaskan hal ini lebih detil kami akan menyebutkan sebuah perumpamaan dan kemudian menyodorkan inti jawabannya. Meski dengan adanya penegasan al-Quran, bahwa tidak terdapat perdebatan dalam menyebutkan contoh,[1] namun demikian, kami memohon maaf karena melakukan perbandingan antara firman Allah Swt dan contoh yang kami sebutkan:
Coba Anda perhatikan misalnya seorang sutradara kawakan dan berpengalaman, yang setelah beberapa lama berpikir dan berusaha maksimal, mempersembahkan sebuah film yang sangat fenomenal dan luar biasa menariknya. Orang-orang yang menyaksikan film ini dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok yang beragam:
- Anak-anak yang sekedar menyibukkan dengan adegan-adegan tertentu dan kisah film namun pikirannya tidak mau direpoti dengan pesan yang terpendam dalam film tersebut.
- Orang-orang tua yang semenjak awal hingga akhir film yang berhasil menangkap pesan sutradara dan tujuannya dalam menampilkan film ini.
- Mahasiswa-mahasiswa sinematografi yang menjadikan fragmen-fragmen film ini sebagai bagian dari kerja-kerja mereka di masa mendatang dan meluangkan waktu untuk menelaah dan melakukan penelitian atas film tersebut.
- Sutradara-sutradara lainnya demikian juga para kritikus perfiliman yang dengan teliti memberikan evaluasi dan penilaian atas film ini. Mereka sangat sensitif dengan objeksi dan masalah-masalah teknis sekecil apa pun itu.
Menurut Anda, apakah untuk kelompok manakah film ini dibuat sebagaimana yang disebutkan di atas? Tentu saja masing-masing dari kelompok ini mendapatkan manfaat dari penggarapan dan pemutaran film ini berdasarkan pemahaman dan pengetahuan yang mereka miliki.
Allah Swt menurunkan al-Quran untuk memberikan petunjuk bagi seluruh manusia dan setiap manusia juga mampu, berdasarkan kadar pengetahuan dan juga kualitas hubungannya dengan Allah Swt, memperoleh manfaat dari al-Quran.
Adapun sehubungan dengan bahwa Rasulullah Saw dan para khalifah haknya adalah obyek pertama dan utama yang diseru Allah Swt dalam al-Quran. Tidak terdapat keraguan dan kesamaran serta dengan sepenuh keyakinan dapat kita katakan bahwa beliau merupakan sebaik-baik penafsir dan penjabar ayat-ayat al-Quran.[2] Namun semua ini, tidak bermakna bahwa jalan untuk memanfaatkan dan menggunakan al-Quran kemudian tertutup bagi orang lain. Salah satu hal yang kita jadikan sebagai keyakinan bahwa banyak ayat yang menyeru manusia untuk berpikir dan merenung tentang firman Allah Swt di antaranya adalah sebagai berikut:
- “Maka apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an? Kalau kiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (Qs. Al-Nisa [4]:82)
- “Apakah mereka tidak merenungkan Al-Qur’an ataukah hati mereka telah terkunci?” (Qs. Muhammad [47]:24)
- “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (Qs. Shad [38]:29)
- “(Ini adalah) satu surah yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam)nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya.”Qs. Al-Nur [24]:1); dan puluhan ayat-ayat lainnya.[3]
Apakah layak bagi Allah Yang Mahabijaksana menyeru manusia untuk berpikir dan mengambil pelajaran namun mereka tidak dapat memahami makna dan artinya? Tentu tidak demikian. Bahkan bentuk-bentuk lahir al-Quran dapat dipahami oleh seluruh orang yang mengetahui bahasa Arab dan pelbagai terminologi yang digunakan di dalamnya. Atas dasar itu, Allah Swt berulang kali berfirman, “Sungguh telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk peringatan. Adakah orang yang mau ingat?” (Qs. Al-Qamar [54]:17, 22, 32 dan 40) Artinya Kami telah turunkan al-Quran dengan bahasa yang mudah dan artikulatif supaya orang-orang dapat mengambil pelajaran. Lantas adakah orang-orang yang ingin mengambil pelajaran?
Akan tetapi, sebagaimana yang telah kami utarakan pada contoh di atas, dalam al-Quran juga terdapat beberapa poin dan sublimitas yang tidak dapat dipahami oleh selain sebagian orang tertentu yang tentu saja hal ini tidak berseberangan dengan penurunan dan pewahyuan al-Quran bagi masyarakat secara umum.
Dalam hal ini, kami persilahkan Anda untuk menelaah jawaban 193 (Site: 2511) yang terdapat pada site ini.
-
Dalam kaitannya dengan bagian ketiga pertanyaan Anda, kami meminta Anda untuk mencermati beberapa contoh berikut ini:
- Allah Swt dalam menjawab pertanyaan orang-orang musyrik, mengalamatkan kepada pribadi Rasulullah Saw dan menyatakan bahwa saya dapat membuatkan taman-taman dan istana-istana bagi kalian.[4] Kita yakin bahwa Allah Swt memiliki kekuasaan, tidak hanya bagi rasul-Nya, melainkan bagi seluruh umat manusia, untuk melakukan hal seperti ini.
- Terdapat sebuah ayat dalam surah al-Masad yang menegaskan tentang tidak bergunanya harta dan kekayaan Abu Lahab untuk dirinya.[5] Tentu saja, setiap musyrik lainnya yang tidak disebutkan namanya dalam al-Quran juga akan mengalami nasib yang sama sebagaimana Abu Lahab.
- Ayat-ayat al-Quran yang menyebutkan tentang kekayaan Qarun dan nasib yang menimpanya[6] yang meski menjelaskan peristiwa sejarah tertentu, namun mengandung ajaran-ajaran universal dan berguna bagi setiap generasi dan setiap kurun.
- Terdapat sebuah ayat dalam al-Quran yang menjelaskan sebuah hukum terkait dengan Bani Israel dimana apabila salah seorang membnunuh seseorang, maka seolah-olah ia membunuh seluruh orang dan setiap orang yang menyelematkan satu orang maka seolah ia menyelamatkan seluruh orang.[7] Banyak riwayat kita juga menggunakan warna universal ayat ini dan dijadikan sandaran dalam pelbagai hal.[8]
Berdasarkan hal ini, pada empat hal dimana kondisi pewahyuan ayat-ayat yang disebutkan di atas bersifat khusus dan sesuai dengan penegasan al-Quran, bukan tafsir dan takwilnya, diturunkan berkaitan dengan Rasulullah Saw, Abu Lahab, Qarun dan Bani Israel. Namun tidak terdapat halangan digunakan secara universal dan global karena ayat-ayat tersebut dapat dijadikan sebagai sandaran dalam hal-hal yang serupa dengan pesan-pesan ayat tersebut.
Dari sisi lain, terdapat ayat-ayat lainnya yang secara lahir, menjelaskan hukum universal, namun para penafsir, dengan menyandarkan pada riwayat-riwayat yang ada, meyakini bahwa ayat-ayat berikut ini diturunkan berkaitan dengan masalah tertentu:
- Kira-kira di kalangan para ahli tafsir tidak terdapat keraguan bahwa ayat sebelas (11) surah al-Nur (24)[9] yang lebih dikenal dengan “ayat ifk” diturunkan berkaitan dengan tuduhan keji terhadap salah satu istri Rasulullah Saw.[10] Namun dengan mencermati lahir ayat, kita saksikan bahwa ayat ini dinyatakan dalam bentuk sebuah hukum universal dan tentu saja kita dapat memaknainya sebagai pemahaman universal atas tercelanya tuduhan dan tudingan terhadap seseorang.
- Konsekuensi dari perbedaan pendapat sebagian kaum Muslim dan saling berbangga-bangga di antara mereka terkait dengan mulianya kedudukan mereka, Allah Swt dengan menurunkan ayat,[11] dalam bentuk universal dan tanpa menyebutkan nama seseorang; mengumumkan bahwa iman hati dan usaha untuk meraih keridhaan-Nya, lebih tinggi kedudukkannya daripada posisi-posisi dan status-status sosial bahkan apabila secara lahir posisi-posisi dan status-status tersebut adalah posisi keagamaan.[12]
Sebagaimana yang Anda perhatikan, kondisi pewahyuan (sya’n al-nuzul) ayat-ayat ini berkaitan dengan masalah khusus dan bahkan sekiranya kita tidak sepakat sehubungan dengan nama khusus pada ayat tersebut, setidaknya, berkaitan dengan masalah yang terjadi pada masa Rasulullah Saw, namun ajaran-ajaran yang terkandung pada ayat tidak terbatas pada masa tersebut dan pada masa-masa selanjutnya sehingga dapat digunakan pada setiap tempat dan masa.
Orang-orang Syiah juga apabila sya’n al-nuzul ayat-ayat yang bertalian dengan Amirul Mukminin Ali As, maka hal tersebut tidak bermana bahwa ayat itu sama sekali tidak boleh diterapkan pada hal yang lain. Dalam hal ini kami meminta Anda untuk memperhatikan dua contoh berikut inni:
Pertama: Kami adalah pengikut Ahlulbait As; sebagaimana kebanyakan ulama Sunni, kami meyakini bahwa ayat-ayat permulaan surah al-Insan (76) diturunkan berhubungan dengan pengorbanan dan kerelaan berkorban Imam Ali As dan keluarganya, namun sekali-kali kami tidak pernah menutup ayat ini hanya untuk Imam Ali As dan memandang mustahil kandungan-kandungan tinggi yang terdapat pada ayat ini disandarkan bagi orang lain. Sebaliknya, berdasarkan riwayat-riwayat dari para pemimpin kami, kami meyakini bahwa setiap orang dengan iman melakukan hal ini dapat dipandang sebagai salah satu dari obyek ayat ini.[13]
Kedua: Meski riwayat-riwayat kami, memandang bahwa obyek nyata silaturahmi yang sangat ditekankan dalam al-Quran,[14] itu adalah Ahlulbait As[15] namun pada tingkatan selanjutnya, mereka tetap memandang bahwa segala jenis perhatian terhadap para kerabat juga merupakan salah satu obyek dari ayat yang disebutkan di atas. Menarik untuk Anda ketahui bahwa Imam Shadiq As dalam sebuah riwayat terkait dengan masalah ini, menasihatkan kepada salah seorang sahabatnya yang nampaknya memiliki pertanyaan yang mirip dengan pertanyaan Anda, “Jangan sampai engkau menjadikan satu ayat terbatas pada orang tertentu (dan tidak mengenelasirnya bagi orang lain).[16]
Terdapat riwayat lain yang meski adanya penekanan atas sya’n al-nuzul khusus untuk sebagian ayat, namun tidak memandang ayat terbatas hanya pada masalah tersebut. Riwayat tersebut melakukan generalisasi atas hal-hal yang serupa. Misalnya, terdapat sebuah riwayat yang berkenaan dengan hal ini dan dari Imam Baqir As, sehubungan dengan “ayat wilâyah” yang juga menjadi obyek pertanyaan Anda.[17]
Benar bahwa apabila seseorang hanya dengan bersandar pada akalnya yang sarat dengan kesalahan dan tanpa memiliki referensi-referensi ayat-ayat llainnya dan riwayat-riwayat standar lagi mutawatir, menyebutkan sebuah sya’n al-nuzul untuk sebuah ayat, yang kita pandang sebagai tafsir birray dan tentu tidak akan kita terima, namun berargumen dengan alasan bahwa manusia sarat dengan kesalahan kemudian tidak menerima peristiwa sejarah, juga tertolak bagi kami. Untuk itu, kami sarankan kepada Anda untuk menelaah Pertanyaan 21072 (Site: 20266) yang terdapat pada site ini.
-
Dalam menjawab bagian keempat dari pertanyaan Anda harap diketahui bahwa manusia adalah hamba Tuhan dan pada tingkatan pertama ia hanya harus taat kepada-Nya. Ketaatan kepada para nabi juga bukan merupakan hal yang mandiri. Ketaatan kepada para nabi berkedudukan sejajar secara vertikal dari kewajiban dan kemestian ketaatan kepada Tuhan.[18] Berdasarkan hal ini, apabila Allah Swt dan para nabi-Nya, menyeru manusia untuk menaati orang-orang lain, maka menaati panduan dan petunjuk orang-orang ini akan dinilai sebagai menaati dan mematuhi instruksi Allah Saw dan rasul-Nya. Namun untuk membuktikan klaim ini dari al-Quran sebagaimana yang Anda inginkan, kami meminta Anda untuk mencermati beberapa hal berikut ini:
- Terdapat beberapa ayat al-Quran yang menyeru Nabi Musa yang nota-bene merupakan nabi ulul azmi untuk mengikut seorang alim bernama Khidir As yang kenabiannya juga masih diragukan.[19] Dengan penalaran yang mengemukan dalam pertanyaan Anda, apakah ketaatan (Nabi Musa kepada Khidir) seperti ini dapat dibenarkan?
- Allah Swt menganjurkan masyarakat terkait dengan apa yang mereka tidak ketahui untuk merujuk kepada ulama,[20] apakah tuntutan Allah Swt kepada masyarakat ini terbatas pada merujuk dan mengajukan pertanyaan serta tidak mencakup perintah untuk mengikut apa yang diajarkan kepada mereka?
- Allah Swt meminta sebagian orang yang beriman bahwa bahkan dengan taruhan tidak ikut serta dalam perang dan meninggalkan jihad, untuk pergi mempelajari ilmu-ilmu agama sehingga setelah itu, mereka dapat memberikan peringatan dan mengajarkan ilmu kepada mereka[21] dimana tentu saja hal ini bukan jastifikasi untuk meninggalkan jihad secara total, melainkan bermakna bergilirnya jihad tatkala memiliki pasukan yang cukup untuk berperang,[22] namun bagaimanapun, sesuai dengan keyakinan Anda, apakah orang-orang, dengan dalil apa pun tidak mampu belajar, apakah mereka tidak menyelaraskan perbuatan dan perilakunya dengan mengikut orang-orang lain yang berhasil mempelajari pelbagai disipilin ilmu? Kami tidak mengenal konsep taklid selain ini dan taklid semacam ini sesuai dengan beragam ayat al-Quran di antaranya dua ayat yang telah kami jelaskan.
- Nabi Samuel menyeru Bani Israel untuk mengikuti dan menaati seseorang bernama Thalut, meski ia bukan seorang nabi namun ia memiliki ilmu yang lebih banyak dibanding dengan yang lain.[23] Apakah hal ini, dengan sendirinya, tidak dapat menjadi jastifikasi atas keharusan taat dan patuh kepada orang-orang berilmu?
- Bukankah Allah Swt dan rasulnya memerintahkan Bani Israel dan kaum Kristian untuk mengikuti petunjuk-petunjuk para wakil (pemimpin Bani Israel) Nabi Musa As[24] dan Hawariyun Isa As,[25]?
Karena itu, dalam sebuah klasifikasi universal, dapat dikatakan bahwa menaati dan mengikuti orang-orang berilmu yang berusaha mewujudkan tujuan-tujuan Allah Swt dan para nabinya, dan sesuai dengan penegasan al-Quran, wajib dan harus serta tidak dibenarkan bagi siapa pun (di antara para pengikutnya) untuk membangkang panduan-panduan dan petunjuk-petunjuk mereka.
Dalam pada itu, seluruh orang-orang yang beriman diperintahkan untuk mencintai sesama mereka dan mengungkapkan kecintaan mereka kepada sesamanya. Dan berdasarkan kewajiban amar makruf dan nahi mungkar, sesama orang beriman harus berusaha menghilangkan pelbagai kekurangan yang terdapat pada diri mereka.[26] Tentu saja, dengan memperhatikan bahwa para alim agama memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan manusia lainnya,[27] hal-hal yang disebutkan di atas akan semakin nampak dan terlihat. Dan apabila menaati, Anda nilai sebagai kecintaan ekstrem kepada mereka, maka berdasarkan ajaran-ajaran agama, tentu saja hal ini tidak akan bermasalah, bahkan hal ini dianjurkan dalam agama. Namun apabila Anda memandangnya sebagai penghambaan kepada selain Tuhan, kami juga tidak menyokong hal seperti ini dan memandangnya bertentangan dengan anjuran-anjuran para pemimpin kami yang menyatakan, “Janganlah menjadi hamba bagi orang lain karena Tuhan telah menciptakan kalian sebagai orang yang merdeka.”[28] Dalam hal ini kami akan membagikan jawaban 2241 kepada Anda sebagai bahan telaah. [iQuest]
[1]. “Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih kecil dari itu.” (Qs. Al-Baqarah [2]:26)
[2]. Dalam hal ini, ada baiknya Anda menelaah pertanyaan No. 3900 (4178).
[3]. “Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah dadamu merasa sempit karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-A’raf [7]:2); “Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu al-Kitab (Al-Qur’an) sedang kitab itu dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya dalam (Al-Qur’an) itu terdapat rahmat yang besar dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (Qs. Al-Ankabut [29]:51); “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar dapat menjadi peringatan bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertanggungjawaban.” (Qs. Al-Zukhruf [43]:44); “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu benar-benar suatu peringatan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Al-Haqqa [69]:48) dan lain sebagainya.
[4]. “Maha Agung nan Abadi (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya Dia menjadikan bagimu yang lebih baik daripada yang demikian itu, (yaitu) surga-surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, dan menjadikan (pula) untukmu istana-istana.” (Qs. Al-Furqan [25]:10)
[5]. “Seluruh harta benda dan apa yang ia usahakan tidaklah berguna baginya.” (Qs. Al-Masad [111]:2)
[6]. Silahkan lihat, surah al-Qashash (28), ayat 76-82.
[7]. “Oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Isra’il bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah menghidupkan manusia semuanya.” (Qs. Al-Maidah [5]:32)
[8]. Muhammad Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 2, hal. 210, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, 1365 S.
[9]. “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagimu, bahkan berita itu adalah baik bagimu. Tiap-tiap orang dari mereka memiliki saham dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, baginya azab yang besar.”
[10]. Sebagai contoh, silahkan lihat, Muhammad bin Jarir Thabari, Jâmi’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 18, hal. 69, Dar al-Ma’rifah, Beirut, 1412 H.
[11]. “Apakah kamu menyamakan pekerjaan memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil Haram dengan (amal) orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim.” (Qs. Al-Taubah [9]:19)
[12]. Muhammad bin Jarir Thabari, Jâmi’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 10, hal. 68.
[13]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 35, hal. 243, Hadis 3, Wa hiya jâriyatun fi kulli mu’min fa’ala mitslu dzalika” Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
[14]. “Dan orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk.” (Qs. Al-Ra’d [13]:21)
[15]. Al-Kâfi, jil. 2, hal. 151, Hadis 7 dan hal. 156, Hadis 26 & 27.
[16]. Ibid, hal. 156, Hadis 28.
[17]. Hakim Huskani, Syawâhid al-Tanzil, jil. 1, hal. 220, Hadis 228, Muassasah Cap wa Nasyr, 1411 H. Terkait dengan tidak terbatasnya ayat-ayat pada obyek-obyek sya’n al-nuzul-nya, kami sarankan Anda untuk menelaah Pertanyaan 2607 (Site: 3132).
[18]. “Barang siapa yang menaati rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (Qs. Al-Nisa [4]:80)
[19]. “Tatkala mereka berjalan lebih jauh, Musa berkata kepada kawannya, “Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Qs. Al-Kahf [18]:62 dan seterusnya)
[20]. Maka bertanyalah kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui .”(Qs. Al-Nahl [16]:43); “Maka kamu sekalian tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.” (Qs. Al-Anbiya [21]:7)
[21]. “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak ada beberapa orang dari tiap-tiap golongan di antara mereka yang (diam di Madinah) untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepada kaum mereka itu? Semoga mereka itu takut (untuk menentang perintah Allah).” (Qs. Al-Taubah [9]:122)
[22]. Bihâr al-Anwâr, jil. 19, hal. 157.
[23]. “Nabi mereka berkata kepada mereka, “Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thâlût menjadi rajamu.” Mereka menjawab, “Bagaimana mungkin Thâlût memerintah kami, sedangkan kami lebih berhak untuk mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedangkan ia tidak diberi kekayaan yang melimpah?” Nabi mereka berkata, “Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahinya keluasan ilmu dan tubuh yang perkasa. Dan Allah memberikan kerajaan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:247)
[24]. “Dan sungguh Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Isra’il dan Kami telah mengangkat di antara mereka dua belas orang pemimpin. Allah berfirman, “Sesungguhnya Aku bersamamu. Jika kamu mendirikan salat, menunaikan zakat, beriman kepada rasul-rasul-Ku, dan kamu bantu mereka serta kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, sungguh Aku akan menghapus dosa-dosamu dan Kumasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Maka barang siapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (Qs. Al-Maidah [5]:12)
[25]. “Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu para penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Para pengikut yang setia itu berkata, “Kamilah para penolong agama Allah.” Lalu segolongan dari Bani Isra’il beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (Qs. Shaf [61]:14)
[26]. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah, dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka masing-masing adalah pengayom dan pelindung yang lain.” (Qs. Al-Anfal [8]:72); “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain.” (Qs. Al-Taubah [9]:71); “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Qs. Ali Imran [3]:110)
[27]. “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan di antara kamu beberapa derajat.” (Qs. Al-Mujadalah [58]:11)
[28]. Nahj al-Balâghah, hal. 401, Intisyarat Dar al-Hijrah, Qum, Tanpa Tahun.