Kode Site
fa5484
Kode Pernyataan Privasi
72118
Ringkasan Pertanyaan
Apa maksudnya buruk sangka (su’u al-zhan) dalam al-Quran? Sebab, akibat dan cara pengobatannya? Apa ciri-ciri orang-orang yang berburuk sangka?
Pertanyaan
1. Apa makna kata su’u al-zhan (buruk sangka) dalam al-Quran? Apa penyebab buruk sangka ini? Mengapa ada manusia yang berburuk sangka?
2. Cara mengobati buruk sangka?
3. Apakah buruk sangka itu sama dengan su’u al-zhan?
4. Apa pandangan al-Quran terkait dengan buruk sangka? Dan bagaimana menghadapi buruk sangka ini?
5. Apabila penyakit buruk sangka terobati apa yang harus dilakukan supaya penyakit ini tidak lagi muncul?
6. Apakah orang yang terjangkiti penyakit seperti ini buruk sangka kepada semua orang atau terkait pada orang-orang tertentu saja? Lantas apabila pada orang tertentu saja misalnya siapa orang tertentu itu? Apakah terkait dengan orang yang sangat disukai?
7. Supaya kita tidak dihinggapi penyakit seperti ini apa yang harus dilakukan?
8. Apa efek yang ditimbulkan oleh buruk sangka ini?
9. Kerugian dan bahaya apa saja yang dapat ditimbulkan pada orang yang berburuk sangka? Lebih banyak pada sisi apanya (mental atau apanya)? Kalau memungkinkan tolong dibeberkan seluruh sisinya?
10. Apabila seseorang tidak dapat mengobati buruk sangkanya kepada orang lain dan berlanjut bahaya dan kerugian apa yang dapat ditimbulkan bagi orang lain?
11. Apakah kerugian dan bahaya akan lebih banyak menimpa pada orang yang berburuk sangka atau kepada orang lain atau masyarakat?
12. Orang yang tidak memperbaiki dirinya dari penyakit ini apakah ia akan memperoleh azab akhirat?
13. Apakah orang-orang yang tertimpa sifat buruk ini meski ia sendiri menderita akibat penyakit ini apakah mereka juga akan memperoleh azab?
14. Apakah selain azab akhirat juga akan tertimpa azab dunia?
15. Bagaimana kedudukan orang yang berburuk sangka di tengah masyarakat?
16. Apakah berkumpul bersama orang yang berburuk sangka juga akan berpengaruh pada kita? Maksudnya apakah kita juga akan tertimpa penyakit yang sama?
17. Orang-orang yang berburuk sangka kebanyaka anak muda atau dapat menimpa semua orang di setiap tingkatan usia? Maksud saya apakah buruk sangka ini tidak terkhusus pada usia tertentu?
18. Apa pandangan para psikolog terkait dengan buruk sangka?
Jawaban Global
Buruk sangka merupakan sebuah kondisi batin seseorang dan termasuk salah satu sifat yang sangat jelek yang dapat ditinjau dari beberapa sudut pandang; karena pengaruh buruknya dapat menimpa secara personal, sosial, mental dan fisikal, duniawi dan ukhrawi.
Dalam literatur-literatur Islam disebutkan tentang sebab-sebab munculnya buruk sangka di samping itu juga dinyatakan tentang cara-cara pengobatannya.
Dalam literatur-literatur Islam disebutkan tentang sebab-sebab munculnya buruk sangka di samping itu juga dinyatakan tentang cara-cara pengobatannya.
Jawaban Detil
Burung sangka dalam literatur agama disebut sebagai su’u al-zhan. Buruk sangka merupakan sebuah kondisi batin yang membuat orang yang tertimpa kondisi seperti ini akan kehilangan kepercayaan kepada orang lain dan orang-orang yang ada di sekitarnya. Karena itu, ia terdorong untuk melihat pelbagai peristiwa, kejadian, orang-orang dan pekerjaan-pekerjaan mereka dengan pandangan negatif dan menafsirkannya secara keliru.
Buruk sangka (su’u al-zhan) merupakan salah satu dosa dan sifat buruk. Lawan katanya adalah baik sangka (husn al-zhan) yang merupakan sebuah sifat baik.
Dalam sebuah klasifikasi, buruk sangkat dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut:
Buruk sangka (su’u al-zhan) merupakan salah satu dosa dan sifat buruk. Lawan katanya adalah baik sangka (husn al-zhan) yang merupakan sebuah sifat baik.
Dalam sebuah klasifikasi, buruk sangkat dapat dibagi menjadi empat bagian sebagai berikut:
- Buruk sangka kepada Allah Swt.
- Buruk sangka kepada diri sendiri.
- Buruk sangka kepada para musuh.
- Buruk sangka kepada orang-orang terdekat, sahabat dan orang-orang beriman..
Untuk mengelaborasi empat poin di atas kami persilahkan Anda untuk mencermati beberapa hal berikut ini:
- Buruk sangka kepada Allah Swt: Buruk sangka kepada Allah Swt artinya su’u al-zhan kepada Allah Swt terkait dengan makhluk-makhluk dan manusia-manusia; seperti putus harapan dari rahmat Allah Swt dimana perbuatan ini merupakan perbuatan yang tercela dan haram. Allah Swt berfirman, “Hai anak-anakku, pergilah kamu, carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya, dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir.” (Qs. Yusuf [12]:87)
Buruk sangka seperti ini sama sekali bukan pada tempatnya dan termasuk salah satu dosa besar; orang beriman dengan keluasan rahmat dan ampunan Ilahi tidak boleh berputus asa terhadap rahmat, maghfirah dan ampunan Ilahi meski dengan dosa seluruh jin dan manusia.[1]
Amalan-amalan seperti dosa yang banyak, jahil dan tiadanya pengenalan kepada Allah Swt akan menyebabkan manusia berburuk sangka kepada Allah Swt. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa sifat bakhil dan pelit akan menyebabkan manusia berburuk sangkat kepada Allah Swt.[2]
Dengan mengenal dan mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan buruk sangka kepada Allah Swt akan menyebabkan manusia berbaik sangka kepada Allah Swt. Segala rintangan yang dapat menghalangi ia berbaik sangka kepada Allah Swt harus dihilangkan. Imam Ridha As bersabda, “Demi Allah! Temukanlah baik sangka kepada Allah Swt; karena Allah Swt berfirman, “Saya menaruh perhatian terhadap baik sangka, apabila ia memperhatikan kebaikan maka ia akan sampai pada kebaikan dan apabila ia berburuk sangka maka ia juga akan memperoleh hasilnya.”[3]
Amalan-amalan seperti dosa yang banyak, jahil dan tiadanya pengenalan kepada Allah Swt akan menyebabkan manusia berburuk sangka kepada Allah Swt. Disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa sifat bakhil dan pelit akan menyebabkan manusia berburuk sangkat kepada Allah Swt.[2]
Dengan mengenal dan mengetahui hal-hal yang dapat menyebabkan buruk sangka kepada Allah Swt akan menyebabkan manusia berbaik sangka kepada Allah Swt. Segala rintangan yang dapat menghalangi ia berbaik sangka kepada Allah Swt harus dihilangkan. Imam Ridha As bersabda, “Demi Allah! Temukanlah baik sangka kepada Allah Swt; karena Allah Swt berfirman, “Saya menaruh perhatian terhadap baik sangka, apabila ia memperhatikan kebaikan maka ia akan sampai pada kebaikan dan apabila ia berburuk sangka maka ia juga akan memperoleh hasilnya.”[3]
- Buruk sangka kepada diri sendiri: Baik sangka yang berlebihan dan tidak pada tempatnya akan menyebabkan runtuh dan turunnya serta sikap tega orang lain terhadap kita. Imam Ridha As bersabda, “Barang siapa yang ridha terhadap dirinya sendiri maka akan banyak orang yang tidak ridha kepada orang tersebut.”[4] Buruk sangka kepada diri sendiri, jika tidak berlebihan, akan menyebabkan kesempurnaan manusia, Imam Ali As bersabda, “Salah satu sifat orang-orang bertakwa adalah memiliki buruk sangka kepada diri sendiri.”[5]
- Buruk sangka kepada musuh: Buruk sangka seperti ini merupaka salah satu perbuatan terpuji dan sifat baik akan menyebabkan manusia tidak lalai dan abai dari tipuan dan makar musuh-musuh. Boleh jadi musuh dengan kedok persahabatan akan menelikung kita dari belakang dan secara lahir menghendaki kebaikan untuk diri kita, namun pada hakikatnya ia ingin menjatuhkan dan menghantam kita dengan kedok persahabatan. Atas dasar itu, kita tidak boleh berbaik sangka terhadap ucapan dan tindakannya. Imam Ali As dalam Nahj al-Balāghah bersabda kepada Malik Asytar, “Berhati-hatilah. Berhati-hatilah dari musuh-musuhmu setelah berdamai; karena terkadang musuh itu mendekat untuk menelikung dari dekat; karena itu berpikir jauhlah dan tuduhlah sangka baikmu.”[6]
- Buruk sangka kepada kerabat, sahabat dan orang-orang beriman: Buruk sangka kepada kerabat, sahabat dan orang-orang beriman yang nampaknya pertanyaan Anda lebih mengarah pada masalah ini, harus dikatakan bahwa dari literatur-literatur dan teks-teks agama dapat disimpulkan bahwa hal ini bergantung pada lingkungan dan masyarkat yang ada di sekeliling ktia.
- Apabila kita hidup di sebuah lingkungan dimana kebanyakan masyarakatnya adalah para pendosa dan ahli maksiat, kezaliman menggantikan keadilan, setiap orang masing-masing hanya memikirkan dunianya, maka sudah barang tentu masyarakat seperti ini prinsip dan kaidah yang harus diterapkan adalah buruk sangka dan tidak menaruh kepercayaan kepada mereka. Karena itu, kita lihat Imam Hadi As bersabda, “Bilamana suatu masa yang di dalamnya kezaliman dan ketidakadilan merajalela maka tidak sepantasnya berbaik sangka kepada seseorang, kecuali kebaikannya kalian ketahui dengan jelas.”[7]
- Namun apabila dalam sebuah masyarakat yang kita tinggali berasaskan keadilan dan terdapat banyak orang beriman tinggal di dalamnya maka dalam masyarakat seperti ini kita harus berbaik sangka dan menjauhi buruk sangka; hal itu perlu dilakukan lantaran kita harus percaya pada masyarakat yang dibangun di atas keadilan dan iman kepada Allah Swt. Allah Swt dalam hal ini berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Qs. Al-Hujurat [49]:12) Imam Hadi As bersabda, “Bilamana suatu masa keadilan yang medominasi kezaliman maka haram hukumnya kalian berburuk sangka kepada seseorang, kecuali keburukanya menjadi jelas bagi kalian.”[8] Dari sudut pandang Islam, kehormatan dan nama baik seorang Muslim harus dihormati dan memiliki nilai tersendiri karena itu Allah Swt melarang buruk sangka. Para ahli tafsir berkata bahwa yang dimaksud dengan perintah untuk menjauhi persangkaan yang disebutkan dalam al-Quran adalah sangka buruk kepada Muslim (larangan berburuk sangka kepada Muslim).[9] Oleh itu, seorang Muslim harus menilai positif atas perbuatan-perbuatan orang lain, meski secara lahir itu keliru dan berat untuk ditafsirkan secara positif. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Saw bersabda, “Temukanlah alasan (carilah sisi benarnnya) dari ucapan dan perbuatan saudaramu dan sekiranya engkau tidak temukan maka buatkanlah alasan baginya.”[10]
Adapun pertanyaan-pertanyaan lainnya terkait dengan buruk sangka yang dikemukakan di atas akan dijawab sesuai dengan urutan pertanyaannya sebagai berikut:
Penyebab Buruk Sangka
Apa yang menyebabkan manusia sehingga ia berburuk sangka?
Terdapat beberapa faktor yang disebutkan sebagai penyebab buruk sangka, antara lain:
Penyebab Buruk Sangka
Apa yang menyebabkan manusia sehingga ia berburuk sangka?
Terdapat beberapa faktor yang disebutkan sebagai penyebab buruk sangka, antara lain:
- Kontaminasi dalam dan luar: Orang-orang yang ternoda dan terkontaminasi maka ia akan melihat orang lain seperti dengan dirinya.
- Bergaul dengan orang-orang jahat: Tatkala seseorang berkumpul dan bergaul dengan orang-orang jahat maka sudah barang tentu ia akan berburuk sangka kepad semua orang; karena ia mengira orang-orang yang ada di sekelilingnya adalah protipe masyarakat. Dalam sebuah hadis, Imam Ali As bersabda, “Bergaul dengan orang-orang jahat akan memunculkan buruk sangka kepada orang-orang baik.”[11]
- Hidup di lingkungan yang rusak.
- Inferioritas kompleks: Seseorang yang menderita sikap rendah diri atau terendahkan oleh orang lain maka ia akan berusaha merendahkan orang lain dan memandang orang lain itu rendah yang gemar melakukan perbuatan dosa sehingga ia dapat mengobati perasaan rendah dirinya dan memperoleh ketenangan semu.
Cara Mengobati Buruk Sangka
Terdapat beberapa cara untuk dapat mengobati buruk sangka:
Terdapat beberapa cara untuk dapat mengobati buruk sangka:
- Menguatkan akal dan pikiran: Buruk sangka disebabkan oleh kurangnya akal dan pikiran sehingga ia mengabaikan segala sesuatu. Imam Ali As bersabda baik sangka adalah salah satu ciri-ciri orang berakal.[12]
- Menjauhi sifat takabbur dan congkak.
- Berpikir positif: Orang yang mengidap penyakit buruk sangka harus memikirkan prinsip kemuliaan manusia dan menilai positif perbuatan-perbuatan orang-orang yang ada di sekelilingnya.
Buruk Sangka atau Su’u al-Zhan
Buruk sangka adalah terjemahan Arab dari frase su’u al-zhan dan tidak ada perbedaan di antara keduanya.
Pandangan al-Quran atas Buruk Sangka
Al-Quran menyinggung masalah ini dan mengolongkannya sebagai salah satu perbuatan dosa. Al-Quran menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Qs. Al-Hujurat [49]:12)
Cara Pencegahan Berulangnya Buruk Sangka
Setelah berusaha menjauhi sifat buruk ini tentu saja langkah yang harus ditempuh adalah penguatan dan pengukuhan apa yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini sehingga penyakit ini tidak kambuh lagi.
Buruk Sangka kepada Semua Orang atau Sebagian Orang
Tidak terdapat hukum dan kaidah universal terkait dengan persoalan ini; karena bergantung pada orang-orang yang mengidap penyakit buruk sangka, level buruk sangka dan akarnya. Pada sebagian waktu, seseorang disebabkan oleh sebagian persoalan seperti permusuhan terhadap orang tertentu, sikap hasud kepadanya, dan lain sebagianya maka ia berburuk sangka pada orang itu dan tidak ada sikap seperti ini pada orang lain. Terkadang juga dekat pada seseorang akan menyebabkan sangka buruknya kepada orang itu yang berbuat sesuatu bertentangan dengan keinginannya. Ia berharap seseorang melakukan kebaikan padanya namun kenyataannya tidak berlaku demikian sehingga ia menilai orang tersebut pelit atau bakhil. Namun terkdang juga sifat buruk ini telah menjadi karakternya maka orang seperti ini akan berburuk sangka keapda seluruh masyarakat, bahkan kepada istri, anak dan sahabatnya. Imam Shadiq As bersabda, “Lebih dari dua pertiga masyarakat terjangkiti dosa ini.”[13]
Azab Orang Yang Berburuk Sangka
Gambaran dan ilustrasi pikiran manusia tidak dapat dikategorikan sebagai dosa. Namun apa yang telah dilarang (dalam agama) dari perbuatan ini adalah manusia yang berburuk sangka kepada seseorang dan mempercayai pikiranya, condong hati kepadanya dan tentu saja tampak dalam amal perbuatan.[14] Karena itu, buruk sangka itu memiliki tiga tahapan: 1. Hati. 2. Lisan. 3. Perbuatan. Apa yang terlintas dalam hati tidak termasuk bagian taklif; karena berada di luar ikhtiar manusia, namun apa yang telah dilarang dari buruk sangka adalah terucap lisan dan lahir dalam tindakan.[15]
Dosa ini mungkin saja terjadi pada setiap orang pada setiap tingkat usia. Artinya bahwa yang dimaksud dengan “Jauhilah prasangka” (yang disebutkan pada surah al-Hujurat) bukanlah prasangka itu sendiri; karena prasangka merupakan salah satu jenis pencerapan jiwa dan terbuka dalam hati, secara tiba-tiba terlilntas prasangka dan manusia tidak dapat membuat pintu yang dapat mengunci supaya prasangka itu tidak masuk dalam hati dan jiwa manusia. Karena itu, larangan tidak tertuju pada prasangka itu sendiri. Lain halnya kalau larangan itu berkaitan dengan pendahuluan-pendahuluan prasangka buruk yang memang berada dalam wilayah ikhtiar manusia. Karena itu, larangan yang dimaksud dalam ayat itu adalah larangan untuk menerima sangka buruk. Sejatinya ayat itu ingin mengatakn, “Apabila Anda menolak sangka buruk terkait dengan seseorang masuk dalam hati Anda dan jangan peduli dengannya.” Karena itu apa yang disebutkan dalam ayat, “sebagian prasangka itu dosa” bukanlah prasangka (an sich) yang dimaksud; karena prasangka, entah itu baik atau buruk, bukanlah dosa karena kita sudah katakan bukan termasuk perbuatan ikhtiari. Yang dimaksud dalam ayat itu adalah mengindahkan dan menaruh perhatian pada sebagian urusan itu dosa; misalnya ada seseorang berkata buruk tentang seseorang, dan Anda kemudian berburuk sangka pada orang itu dan menerima buruk sangka ini, dan Anda mengindahkan serta bereaksi atas informasi itu kemudian Anda menghinanya atau info yang Anda dengarkan Anda sampaikan kepadanya atau tindakan lainnya yang merupakan reaksi dari informasi yang Anda dengarkan. [16] Kesemua ini adalah pengaruh yang buruk, dosa dan haram hukumnya. dan orang ini tentu akan memperoleh azab ukhrawi.
Pengaruh Sangka Buruk
Sangka buruk dan su’u al-zhan memiliki efek dan pengaruh buruk bagi manusia, antara lain:
Buruk sangka adalah terjemahan Arab dari frase su’u al-zhan dan tidak ada perbedaan di antara keduanya.
Pandangan al-Quran atas Buruk Sangka
Al-Quran menyinggung masalah ini dan mengolongkannya sebagai salah satu perbuatan dosa. Al-Quran menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa.” (Qs. Al-Hujurat [49]:12)
Cara Pencegahan Berulangnya Buruk Sangka
Setelah berusaha menjauhi sifat buruk ini tentu saja langkah yang harus ditempuh adalah penguatan dan pengukuhan apa yang dilakukan untuk memberantas penyakit ini sehingga penyakit ini tidak kambuh lagi.
Buruk Sangka kepada Semua Orang atau Sebagian Orang
Tidak terdapat hukum dan kaidah universal terkait dengan persoalan ini; karena bergantung pada orang-orang yang mengidap penyakit buruk sangka, level buruk sangka dan akarnya. Pada sebagian waktu, seseorang disebabkan oleh sebagian persoalan seperti permusuhan terhadap orang tertentu, sikap hasud kepadanya, dan lain sebagianya maka ia berburuk sangka pada orang itu dan tidak ada sikap seperti ini pada orang lain. Terkadang juga dekat pada seseorang akan menyebabkan sangka buruknya kepada orang itu yang berbuat sesuatu bertentangan dengan keinginannya. Ia berharap seseorang melakukan kebaikan padanya namun kenyataannya tidak berlaku demikian sehingga ia menilai orang tersebut pelit atau bakhil. Namun terkdang juga sifat buruk ini telah menjadi karakternya maka orang seperti ini akan berburuk sangka keapda seluruh masyarakat, bahkan kepada istri, anak dan sahabatnya. Imam Shadiq As bersabda, “Lebih dari dua pertiga masyarakat terjangkiti dosa ini.”[13]
Azab Orang Yang Berburuk Sangka
Gambaran dan ilustrasi pikiran manusia tidak dapat dikategorikan sebagai dosa. Namun apa yang telah dilarang (dalam agama) dari perbuatan ini adalah manusia yang berburuk sangka kepada seseorang dan mempercayai pikiranya, condong hati kepadanya dan tentu saja tampak dalam amal perbuatan.[14] Karena itu, buruk sangka itu memiliki tiga tahapan: 1. Hati. 2. Lisan. 3. Perbuatan. Apa yang terlintas dalam hati tidak termasuk bagian taklif; karena berada di luar ikhtiar manusia, namun apa yang telah dilarang dari buruk sangka adalah terucap lisan dan lahir dalam tindakan.[15]
Dosa ini mungkin saja terjadi pada setiap orang pada setiap tingkat usia. Artinya bahwa yang dimaksud dengan “Jauhilah prasangka” (yang disebutkan pada surah al-Hujurat) bukanlah prasangka itu sendiri; karena prasangka merupakan salah satu jenis pencerapan jiwa dan terbuka dalam hati, secara tiba-tiba terlilntas prasangka dan manusia tidak dapat membuat pintu yang dapat mengunci supaya prasangka itu tidak masuk dalam hati dan jiwa manusia. Karena itu, larangan tidak tertuju pada prasangka itu sendiri. Lain halnya kalau larangan itu berkaitan dengan pendahuluan-pendahuluan prasangka buruk yang memang berada dalam wilayah ikhtiar manusia. Karena itu, larangan yang dimaksud dalam ayat itu adalah larangan untuk menerima sangka buruk. Sejatinya ayat itu ingin mengatakn, “Apabila Anda menolak sangka buruk terkait dengan seseorang masuk dalam hati Anda dan jangan peduli dengannya.” Karena itu apa yang disebutkan dalam ayat, “sebagian prasangka itu dosa” bukanlah prasangka (an sich) yang dimaksud; karena prasangka, entah itu baik atau buruk, bukanlah dosa karena kita sudah katakan bukan termasuk perbuatan ikhtiari. Yang dimaksud dalam ayat itu adalah mengindahkan dan menaruh perhatian pada sebagian urusan itu dosa; misalnya ada seseorang berkata buruk tentang seseorang, dan Anda kemudian berburuk sangka pada orang itu dan menerima buruk sangka ini, dan Anda mengindahkan serta bereaksi atas informasi itu kemudian Anda menghinanya atau info yang Anda dengarkan Anda sampaikan kepadanya atau tindakan lainnya yang merupakan reaksi dari informasi yang Anda dengarkan. [16] Kesemua ini adalah pengaruh yang buruk, dosa dan haram hukumnya. dan orang ini tentu akan memperoleh azab ukhrawi.
Pengaruh Sangka Buruk
Sangka buruk dan su’u al-zhan memiliki efek dan pengaruh buruk bagi manusia, antara lain:
- Hilangnya ketentraman: Seseorang yang bersangka buruk akan melanggar kehormatan pribadi seorang Muslim.
- Penasaran pada urusan orang lain: Seseorang yang berburuk sangka, untuk memperoleh bukti-bukti atas sangka buruknya, akan melakukan pelanggaran terhadap kebebasan seorang Muslim.
- Terpaksa mengunjing sesama orang beriman:[17] Karena ia akan membenarkan gunjingan atas orang lain yang padanya ia bersangka buruk.[18]
- Lunturnya ibadah: Imam Ali As bersabda, “Jauhilah sangka buruk; karena sesungguhnya sangka buruk akan menghilangkan ibadah dan membesarkan dosa.”[19]
- Hilangnya teman dan terisolasi: Imam Ali As bersabda, “Barang siapa yang bersangka buruk maka ia akan kehilangan teman dan tidak tersisa pesahabatan baginya.”[20]
- Menyebabkan ketakutan, sikap pelit dan tamak: Rasulullah Saw bersabda kepada Ali As: Wahai Ali! Sikap takut, bakhil dan tamak adalah penyakit yang lahir dari adanya sangka buruk.”[21]
Adapun terkait dengan pendapat para psikolog terkait dengan buruk sangka, kami persilahkan Anda untuk merujuk pada buku-buku psikologi yang membahas masalah ini. [iQuest]
[1] Thayyib, Sayid Abdul-Husain, Athyab al-Bayān fi Tafsir al-Qur’ān, jil. 9, hal. 416 dan 417, Nasyir Intisyarat Islam, Tehran, Cetakan Kedua, 1378 S.
[2] Atharadi, Azizullah, Iman wa Kufr, Terjemahan al-Iman wa al-Kufr, Bihar al-Anwar, jil. 1, hal. 550, Nasyir Intisyarat Atharid, Tehran, Cetakan Pertama, 1378 S.
[3] Ibid, jil. 2, hal. 65.
[4] Allamah Majlisi, Bihār al-Anwār, jil. 69, hal. 317.
[5] Nahj al-Balāghah, Khutbah 193.
«فهم لانفسهم متهمون و من اعمالهم مشفقون اذا زكى احدهم خاف مما یقال له».
[6] Nahj al-Balāghah, Surat 53.
[7] Muhammadi Rei Syahri, Muhammad, Mizān al-Hikmah, jil. 7, hal. 3401.
[8] Mizān al-Hikmah, jil. 7, hal. 3401.
[9] Silahkan lihat kitab-kitab tafsir terkait dengan ayat 12 surah al-Hujurat.
[10] Mizān al-Hikmah, jil. 12.
عن رسول الله (ص) قال: "اطلب لاخیک عذرا فانلم تجد له عذرا فالتمس له عذرا".
[11] Bihār al-Anwā, jil. 71, hal. 197, Muassasah al-Wafa, Beirut, 1404 H.
الامام علی (ع) قال: "مجالسة الاشرار تورث سوء الظن بالاخیار".
[12] Mizān al-Hikmah, jil. 7, hal. 3392.
[13] Kulaini, Ushul al-Kāfi, jil. 2, hal. 412, Cetakan Keempat, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, 1365 S.
قال صادق (ع): یا اسحاق کم تری اهل هذا الآیة، "ان عطوا منها رضوا و ان لم یعطوا منها اذا هم یسخطون"، قال ثم قال هم اکثر من ثلثی الناس.
[14] Faidh Kasyani, al-Mahajjah al-Baidhah, jil. 5, hal. 268.
[15] Thabarsi, Fadhl bin Hasan, Terjemahan Persia, Majma’ al-Bayān fi Tafsir al-Qur’ān, jil. 23, hal. 218 dan 219, Nasyir Intisyarat Farahani, Tehran, Cetakan Pertama, 1360 S.
[16] Terjemahan Persia al-Mizān, jil. 18, hal. 483.
[17] Dasteghib, Sayid Abdul-Husain, Qalbun Salim, jil. 1, hal. 183, 184 dan 185.
[18]Mustafawi, Hasan, Terjemahan Mustafawi, Matn, hal. 207, Nasyir Anjuman Islami Hikmat wa Falsafah Iran, Tehran, Cetakan Pertama, 1360 S.
[19] Syarh Ghurar al-Hikam, jil. 2, hal. 308.
الامام علی (ع) قال: "ایاک ان تبسی الظن فان سوء الظن تفسد العباده و یعظم الوزر".
[20] Syarh Ghurar al-Hikam, jil. 5, hal. 406.
الامام علی (ع) قال: "من غلب علیه سوء الظن لم یترک بینه و بین خلیل صلحا".
[21] Atharidi, Azizulllah, Iman wa Kufr, Terjemahan al-Iman wa al-Kufr, Bihār al-Anwār, jil. 2, hal. 73.