Alkohol putih dan medis yang merupakan alkohol murni dan banyak digunakan pada praktik-praktik kedokteran adalah suci. Kecuali alkohol tersebut diambil dari khamar atau bir dimana dalam hal ini alkohol tersebut adalah najis. Adapun bahan pembersih yang lainnya yang mengandung alkohol dan banyak digunakan pada pusat-pusat medis adalah suci. Demikian juga alkohol industri yang umum disebut sebagai alkohol putih yang ditambah kadar kimianya dan digunakan untuk keperluan industri hukumnya adalah suci. Parfum dan bahan-bahan industri lainnya yang mengandung alkohol hukumnya suci.
Akan tetapi minum-minuman yang memabukkan (muskir), meski setetes (meski tidak membuat orang menjadi mabuk), hukumnya adalah haram. Kriteria keharamannya adalah cairan dan memabukkannya.
Dalam menjawab pertanyaan di atas, terlebih dahulu kita harus menjelaskan hukum alkohol kemudian hukum minuman-minuman yang mengandung alkohol.
Hukum alkohol dalam fikih dapat dikaji dari dua sisi:
1. Dari sisi kesucian dan kenajisannya.
2. Dari sisi keharaman dan kehalalannya untuk dimakan dan diminum.
Alkohol putih dan medis yang merupakan alkohol murni dan umumnya digunakan dalam bidang kedokteran hukumnya adalah suci. Kecuali disuling dari bir dan khamar dimana dalam hal ini alkohol tersebut hukumnya adalah najis. Demikian juga dengan bahan-bahan pembersih yang lain yang mengandung alkohol dan banyak digunakan pada pusat-pusat medis hukumnya adalah suci. Alkohol industri (alkohol putih) juga demikian adanya yang dicampur dengan bahan kimia dan banyak digunakan pada bidang industri hukumnya adalah suci. Parfum dan bahan-bahan industri yang mengandung alkohol hukumnya adalah suci.[1] Meminum alkohol semacam ini tidak haram kecuali memabukkan dan dicampur dengan cairan. Ayatullah Makarim Syirazi dalam hal ini berkata, “Alkohol-alkohol yang secara esensial tidak dapat diminum dan beracun, bukanlah najis. Akan tetapi apabila alkohol tersebut diencerkan (dicampur dengan air) dan menjadi bahan minuman dan memabukkan, maka meminumnya adalah haram dan secara ihtiyath hukumnya adalah najis.”[2]
Hukum minuman-minuman beralkohol
Dalam fikih Syiah, minuman beralkohol dan segala sesuatu yang membuat manusia mabuk, kalau minuman tersebut adalah cair, maka hukumnya adalah najis[3] dan haram meminum dan memakannya. Oleh itu, kriteria keharamannya adalah cairnya dan memabukkannya. Dan apa saja yang banyak memabukkan manusia, apabila pada dirinya sendiri adalah cairan maka hukumnya adalah najis dan haram memakannya. Meski sedikit atau kadar memabukkannya rendah.[4] Akan tetapi apabila seperti heroin dan ganja yang tidak cair (padat), meski sesuatu ditumpahkan di atasnya sehingga encer, maka hukumnya adalah suci.[5] []
[1]. Taudhi al-Masâil (Al-Mahsyah li al-Imâm Khomeini), jil. 1, hal. 80-81, masalah ke-112.
[2]. Ibid, jil. 1, hal. 81; Taudhi al-Masâil (Makarim), masalah ke-125.
[3]. Taudhi al-Masâil (Al-Mahsyah li al-Imâm Khomeini), jil. 1, hal. 80, masalah ke-111.
[4]. Ibid, jil. 1, hal. 81; Ayatullah Zanjani: Apabila cairan tersebut memabukkan, (meski) kadarnya sedikit juga adalah najis…; Ayatullah Bahjat (Ra): Khamar dan apa pun yang membuat manusia mabuk, apabila khamar tersebut adalah mencair dengan sendirinya maka hukumnya adalah najis dan haram memakan atau meminumnya. Meski sedikit atau kurang memabukkan.
[5]. Taudhi al-Masâil (Al-Mahsyah li al-Imâm Khomeini), jil. 1, hal. 80, masalah ke-111.