Please Wait
Hits
7658
Tanggal Dimuat: 2009/10/13
Kode Site fa7002 Kode Pernyataan Privasi 6431
Tema Teologi Lama
Ringkasan Pertanyaan
Apakah tiadanya Setan Bermakna Tiadanya Media Manusia untuk Menyempurna?
Pertanyaan
Anda berpendapat bahwa keberadaan setan merupakan media untuk melaju dan menyempurna bagi manusia. Selintas itu sebuah ide yang demikian jelas. Tapi, kalau ditelusuri efek-efeknya ternyata tidak lagi sedemikian jelas dan mudah. Pertama, sebagai media kemenyempurnaan manusia keberadaan setan menjadi niscaya: keberadaan setan seolah menjadi bagian dari paket penciptaan manusia. Bagian itu tidak terpisahkan karena dia bagian dari paket itu sendiri. Tanpa setan, penciptaan manusia tidak akan sempurna. Kedua, hal pertama tadi dengan sendirinya menegasikan anggapan bahwa sesuai dengan kehendaknya sendiri dan atas pengaruh kecongkakan, setan memilih untuk membangkang, menyimpang dan menjauh dari rahmat Tuhan. Anggapan Anda tidak relevan lagi. Karena dalam kesatuan paket itu, tidak ada lagi tempat bagi kebebasan membangkang bagi setan. Kemembangkangan setan sudah merupakan skenario Tuhan untuk kesempurnaan manusia. Tapi, anggap saja kebebasan bagi setan punya tempat dalam paket itu, maka dalam hal ini Tuhan telah berspekulasi tentang kesempurnaan manusia. Seandainya setan tidak memilih untuk melawan Tuhan dan menggoda manusia, penciptaan manusia akan cacat, kalau tidak ingin dikatakatan gagal total. Untuk sementara ini demikian pertanyaan dan saya menantikan jawaban Anda. Terima kasih.
Jawaban Global
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda memilih jawaban detil.
Jawaban Detil

Harap diperhatikan bahwa kendati peran setan dari kalangan jin dan manusia merupakan satu peran urgen dan harus ada, akan tetapi masalahnya siapa yang memainkan peran tersebut. Karena hal itu dilakukan dengan pilihan dan kehendak. Keterpaksaan dan determinisme tidak berasal dari Tuhan. Allah Swt tidak menciptakan setan sebagai setan. Karena ia selama bertahun-tahun lamanya (enam ribu tahun)[1] adalah ahli ibadah dan sekedudukan para malaikat. Akan tetapi setelah itu ia memilih mengikut kehendaknya sendiri dan berdasarkan takabur dan penyimpangan ia terjauhkan dari rahmat Tuhan.

Sebagaimana perbuatan yang dilakukan Yazid; artinya Yazid dengan pilihannya sendiri ia menerima peran ini. Oleh itu, Yazid tidak dapat berkata Tuhanku! Mengapa engkau menciptakan aku. Tuhan menjawab bahwa penciptaan peranmu itu merupakan sebuah keharusan. Dan apabila ia berkata mengapa saya harus memainkan peran ini? Tuhan akan menjawab bahwa peran ini engkau pilih dan hendaki, dan engkau boleh tidak menjadi Yazid dan dengan demikian engkau akan mendapatkan dihukum atas perbuatanmu.

Dengan kata lain, di alam semesta ini, harus ada manusia-manusia jahat sehingga manusia-manusia lainnya dengan berinteraksi dengan mereka dapat mencapai kesempurnaan. Misalnya Yazid itu harus menjadi orang jahat sehingga Imam Husain dan perbuatan yang dilakukan oleh Imam Husain mendapatkan nilai. Dalam kerangka ini, Imam Husain harus meraih derajat syahada dan mencapai makam yang paling tinggi. Akan tetapi Allah Swt tidak memaksa seseorang bahwa ia harus benar-benar menjadi Yazid. Manusialah dengan pilihannya sendiri menempatkan dirinya pada posisi tersebut. Oleh itu, Tuhan tidak diinterogasi dalam masalah ini misalnya ia berkata, mengapa saya harus memainkan peran Yazid, karena sekali-kali tidak ada determinisme dalam hal ini dan ia dapat dengan pilihannya sendiri untuk tidak berlaku sedemikian.[2]

Dalam kaitannya dengan setan persis demikian adanya. Peran setan adalah bersifat mesti dan niscaya bagi kesempurnaan manusia. Namun peran ini dapat dijalankan oleh pembangkang lainnya dan tiada paksaan dan determinisme siapa pun orangnya. Yang menjadi obyek dan ekstensi pembangkangan dan pembrontakan ini, namun orang tersebut yang memiliki pengalaman bertahun-tahun ibadah (‘Azazil), dengan pilihannya sendiri, ia memilih akhir dan kesudahan yang tidak baik bagi dirinya. Karena itu, ia berusaha mencari supaya ada orang yang menggantikannya yang dapat memainkan peran setan dan sekali-kali ia tidak dapat menerima ampunan di sisi Allah Swt; karena tiada paksaan dan determinisme sekali pun dari sisi Allah Swt yang mendikte dan memaksanya memainkan peran seperti ini. Hal itu sebagai bagian dari paket yang berkaitan dengan kesempurnaan manusia. [IQuest]



[1]. Nahj al-Balâghah, Khutbah Qâshi'a.

[2]. Diadaptasi dari Pertanyaan 225 (Site: 1815)