Terkait dengan bagaimana Tuhan telah ada semenjak awal sejatinya merupakan penjelasan lain dari pertanyaan mengapa keberadaan Tuhan itu bersifat esensial sementara setiap makhluk memiliki pencipta dan pengada. Pada hakikatnya, isi pertanyaan ini adalah bahwa bagaimana Tuhan itu mengada dan siapakah yang menciptakan Tuhan?
Untuk menjawab pertanyaan ini ada baiknya Anda mencermati beberapa pertanyaan ini; mengingat pertanyaan-pertanyaan berikut akan melapangkan dan menyiapkan pikiran untuk menerima inti jawaban.
Segala yang basah berasal dari air. Basahnya air itu sendiri dari apa dan dari mana? Lemak setiap makanan berasal dari minyak. Lemaknya minyak itu sendiri dari apa dan dari mana? Asinnya segala sesuatu berasal dari garam. Asinnya garam itu sendiri dari mana? Jawaban basahnya air dan asinnya garam serta lemaknya minyak adalah bersifat esensial (dzati). Demikian juga tatkala ditanyakan keberadaan setiap makhluk dan entitas berasal dari Tuhan lantas keberadaan Tuhan sendiri dari mana? Jawaban dari pertanyaan ini adalah keberadaan Tuhan adalah sifat esensial bagi Tuhan dan berasal dari-Nya serta tidak berasal dari yang lainnya.
Merupakan suatu hal yang pasti bahwa setiap akibat memiliki sebab namun fallasi (mughâlatha) yang terjadi adalah menganggap Tuhan juga merupakan sebuah akibat. Dengan kata lain, ada anggapan bahwa setiap entitas memiliki sebab bahkan Tuhan sendiri yang merupakan Entitas yang bersifat esensial. Sebagaimana disebutkan bahwa setiap fenomena memerlukan pencipta namun Tuhan bukan merupakan sebuah fenomena yang memerlukan pencipta bahkan Tuhan adalah pengada dan pencipta segala fenomena dan kejadian.[1]
Dengan kata lain, pengertian Tuhan yang paling sederhana bahwa Dia adalah Entitas sempurna, tanpa cela dan tidak membutuhkan yang ada, Dia ada tanpa membutuhkan orang lain sehingga Dia meminta tolong kepadanya; baik pada wujud-Nya juga pada efek-efek wujud-Nya.
Karena itu apabila disangkakan sosok Tuhan yang terkadang ada dan terkadang tiada maka demikian inilah tuhan ilusi kita; karena kita katakan bahwa Tuhan adalah Entitas yang tidak membutuhkan terhadap sesuatu yang lain sehingga keberadaan dan efek-efek keberadaan-Nya memerlukan dan meminta pertolongan dari yang lain. Dengan demikian, Dia senantiasa ada semenjak dulu hingga sekarang (azali) dan akan senantiasa ada (abadi). Demikianlah definisi tentang Tuhan dan menjadi Tuhan itu bersifat esensial tidak membutuhkan dan tidak huduts (tadinya tiada kemudian mengada).
Hal ini semata-semata merupakan was-was pikiran tatkala benak manusia berusaha memahami arti kepenciptaan maka ia akan lupa bahwa Tuhan itu tidak membutuhkan dan keberadaan merupakan hakikat esensial-Nya.
Oleh itu tidak dapat digambarkan bahwa tatkala segala sesuatu memiliki pencipta yang lebih tinggi kedudukanya dari dia lantas mengapa Tuhan juga tidak boleh memiliki pencipta yang lebih tinggi dari-Nya. Di sini, Tuhan telah diasumsikan sebagai sebuah fenomena, sementara konsep tentang Tuhan seperti ini adalah ciptaan pikiran bukan Tuhan yang ada secara esensial dan tidak membutuhkan sebab.
Dengan demikian apabila Tuhan merupakan sebuah Entitas yang keberadaan, cinta, ketidakbutuhan, emanasi mutlak itu tak-berujung, tanpa batasan, kebutuhan, dan kekurangan, maka tentu saja Dia tidak dapat seperti entitas-entitas terbatas dan serba kekurangan, memiliki kebutuhan kepada seseorang yang lebih tinggi darinya sebagai penciptanya dan membutuhkan dirinya. Karena Dia sendirilah yang mengadakan seluruh keberadaan, seluruh keunggulan dan seluruh keterbatasan serta tanpa-Nya segala sesuatu tidak akan ada sehingga dapat digambarkan sifat pencipta padanya.
Namun pada benak kebanyakan orang tidak terdapat konsep yang benar tentang Tuhan karena Tuhan lebih tinggi dari setiap konsep dan pemahaman. Gambaran lemah kebanyakan orang hanya mencakup sifat pencipta-Nya, itu pun bermakna yang serupa dengan setiap pencipta yang hadits (tadinya tiada kemudian ada) dengan perbedaan bahwa Tuhan adalah seorang Pencipta yang lebih agung sedemikian sehingga Dia mampu mencipta segala sesuatu yang kita saksikan baik bintang-gemintang dan seluruh galaksi; laksana seorang malaikat yang dengan keagungan yang tentu saja dapat dipertanyakan apakah Tuhan yang sedemikian agung tidak memiliki pencipta untuk diri-Nya?
Karena itu gambaran ini, meski merupakan entitas dengan keagungan namun bukan Tuhan karena yang dimaksud dengan Tuhan adalah Entitas yang secara esensial mencakup seluruh sifat-sifat sempurna dan hampa sifat-sifat kekurangan, tidak terbatas pada batasan apa pun.
Dia adalah keberadaan mutlak, esa dan tidak membutuhkan. Dia secara esensial memiliki sifat-sifat ini dan tiada seorang pun yang memberikan sifat-sifat ini kepada-Nya.
Tuhan yang membutuhkan pencipta dan pertanyaan ini dapat diajukan kepadanya siapakah yang menjadi pencipta dan pengada dirinya? Sejatinya hal ini merupakan pemahaman yang mengandung kekurangan dimana tentu saja Tuhan jauh dari sifat-sifat kekurangan dan bahkan lebih tinggi dai setiap pemahaman, pencerapan dan pemikiran meski pada bentuk yang lebih akurat dan lebih tepat, Dia lebih unggul dan lebih tinggi.
Apa yang disampaikan di atas dapat dikemukakan dengan contoh-contoh dan pertanyaan-pertanyaan yang lebih sederhana; misalnya kita tahu bahwa segala yang basah berasal dari air. Basahnya air itu sendiri dari apa dan dari mana? Lemak setiap makanan berasal dari minyak. Lemaknya minyak itu sendiri dari apa dan dari mana? Asinnya segala sesuatu berasal dari garam. Asinnya garam itu sendiri dari mana?Jawabannya adalah bahwa basah bagi air, lemak bagi minyak dan asin bagi garam adalah sifat-sifat esensialnya. Demikian juga tatkala ditanya keberadaan setiap entitas berasal dari Tuhan lantas keberadaan Tuhan itu sendiri dari mana? Dalam menghadapi pertanyaan seperti ini kita menjawab, “Keberadaan Tuhan adalah sifat esensial-Nya dan berasal dari-Nya serta tidak berasal dari yang lain.” [iQuest]
Indeks Terkait: 8515 (Site: id8551)
[1]. Ja’far Subhani, ‘Aqâid Islâmi dar Partu Qur’ân wa Hadits wa ‘Aql, hal. 120-121, Nasyr Bustan Kitab, 1386 S, Qum.