Kode Site
fa849
Kode Pernyataan Privasi
47504
Ringkasan Pertanyaan
Ada sebuah hadis yang berbunyi bahwa Rasulullah Saw telah memenggal kepala setan. Seberapa terpercayakah hadis ini? Lalu bagaimana dengan waswas setan?
Pertanyaan
Dalam sebuah hadis saya pernah membaca bahwa Imam Ali As pernah berperang melawan setan yang terkutuk. Lalu sepertinya beliau hampir kalah, tapi Rasulullah Saw turun dari langit untuk membantunya, kemudian setan berusaha kabur, namun Rasulullah Saw mengejarnya dan berhasil memenggal kepalanya. Apakah hadis ini dapat dipercaya? Jika setan memang telah mati, lalu mengapa banyak orang berkata bahwa setan sering menimbulkan waswas di hati setiap orang?
Jawaban Global
Apa yang disinggung dalam pertanyaan di atas adalah apa yang pernah dinukil pada beberapa literatur hadis kita, yang merupakan tafsiran dari ayat “yaum ma’lum” (hari yang telah ditentukan).
Penjelasannya begini: Dari al-Quran dapat dipahami bahwa setan pernah diusir dari sisi Allah Swt. Lalu setan meminta tenggang waktu dari Allah, dan Ia pun memberikan tenggang waktu tersebut hingga “hari yang telah ditentukan.” Lalu riwayat-riwayat ini menjelaskan bahwa hari itu adalah hari raj’ah, bukan hari kiamat.
Karena itu, pertama: Yang dimaksud riwayat itu bukanlah Iblis telah terbunuh dan kepalanya terpenggal, karena pemahaman seperti ini bertentangan dengan yang dijelaskan oleh al-Quran secara gamblang. Sedang segala yang bertentangan dengan al-Quran tidak dapat kita terima.
Jadi setan (Iblis) belum mati, dan memang selalu menimbulkan waswas dan godaan di hati manusia sehingga manusia dapat tersesat karenanya.
Kedua: Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa pasukan Imam Ali As berperang melawan setan, anak keturunan dan kawan-kawannya. Jika Anda pahami bahwa mereka nyaris kalah, yang kalah adalah pasukan-pasukan Imam Ali As, bukan beliau sendiri.
Ketiga: Ada suatu hal dalam riwayat itu yang bertentangan dengan pondasi paham Syiah. Jika riwayat itu perlu diterima, maka harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pemahaman kita.
Penjelasannya begini: Dari al-Quran dapat dipahami bahwa setan pernah diusir dari sisi Allah Swt. Lalu setan meminta tenggang waktu dari Allah, dan Ia pun memberikan tenggang waktu tersebut hingga “hari yang telah ditentukan.” Lalu riwayat-riwayat ini menjelaskan bahwa hari itu adalah hari raj’ah, bukan hari kiamat.
Karena itu, pertama: Yang dimaksud riwayat itu bukanlah Iblis telah terbunuh dan kepalanya terpenggal, karena pemahaman seperti ini bertentangan dengan yang dijelaskan oleh al-Quran secara gamblang. Sedang segala yang bertentangan dengan al-Quran tidak dapat kita terima.
Jadi setan (Iblis) belum mati, dan memang selalu menimbulkan waswas dan godaan di hati manusia sehingga manusia dapat tersesat karenanya.
Kedua: Dalam riwayat tersebut dijelaskan bahwa pasukan Imam Ali As berperang melawan setan, anak keturunan dan kawan-kawannya. Jika Anda pahami bahwa mereka nyaris kalah, yang kalah adalah pasukan-pasukan Imam Ali As, bukan beliau sendiri.
Ketiga: Ada suatu hal dalam riwayat itu yang bertentangan dengan pondasi paham Syiah. Jika riwayat itu perlu diterima, maka harus ditafsirkan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan pemahaman kita.
Jawaban Detil
1. Iblis[1] memiliki para prajurit[2] yang saling bantu membantu dalam menyesatkan manusia; yang dalam teks-teks agama kita mereka semua disebut sebagai setan.[3]
2. Dalam al-Quran disebutkan bahwa setelah Iblis membangkang karena tidak mau sujud di hadapan Nabi Adam, ia meminta Allah untuk memberikan tenggang waktu padanya hingga hari kiamat.[4] Lalu Allah memenuhi permintaannya dan berfirman: “Engkau akan diberi tenggang waktu.”[5] Meskipun dalam ayat tersebut tidak dijelaskan seberapa banyak permintaan setan diterima, namun pada ayat ke-38 surah al-Hijr (15) kita membaca: “Engkau akan diberi tenggang waktu hingga hari yang telah ditentukan.”[6] Yakni tidak semua keinginan setan dikabulkan, namun sebagian yang Allah terima saja dikabulkan.[7]
3. Tentang arti “hari yang ditentukan” banyak sekali penafsirannya dalam riwayat-riwayat. Sebagian menerangkan bahwa maksudnya adalah hari akhir kehidupan ini (setelah peristiwa kiamat usai), yakni hari diangkatnya taklif dan kewajiban dari manusia; karena di hari itu semua makhluk hidup akan mati dan hanya tinggal Allah Swt saja yang hidup.[8] Dengan demikian hanya sebagian dari keinginan Iblis yang terkabulkan.
Sebagian riwayat lainnya menjelaskan bahwa maksudnya adalah awal kiamat.[9] Namun riwayat ini tidak sesuai dengan ayat-ayat yang menyinggung bahwa tidak semua keinginan Iblis dikabulkan dan juga ayat-ayat yang menjelaskan kematian semua makhluk hidup di akhir hari kiamat.[10]
Ada kemungkinan juga bahwa ayat di atas menyinggung tentang suatu masa di mana selain Allah Swt tidak ada yang mengetahuinya.[11]
Penulis Tafsir Nemuneh berkeyakinan bahwa: Penafsiran pertama lebih dapat diterima dari yang lainnya, dan dalam sebuah riwayat yang disebutkan dalam Tafsir al-Burhân, Iblis akan mati di antara tiupan terompet pertama dan kedua di hari kiamat nanti.[12]
Untuk menguatkan keyakinan ini, telah disodorkan sebuah argumentasi bahwa: Selama ada taklif (kewajiban untuk mentaati perintah-perintah Allah) maka maksiat dan ketaatan adalah hal yang mungkin dilakukan; dan hal itu sesuai dengan hari tiupan terompet pertama. Jadi “hari yang ditentukan” yang dijanjikan Tuhan kepada Iblis adalah hari tiupan terompet pertama. Lalu antara tiupan terompet pertama dan kedua dimana saat itu semua makhluk hidup yang mati dibangkitkan, jaraknya adalah empat ratus tahun atau empat puluh tahun (berbeda-beda riwayat), dan jarak antara apa yang diinginkan Iblis dan apa yang dikabulkan Tuhan adalah beberapa tahun itu.[13]
Allamah Thabathabai menulis: “Pendapat ini bagus sekali, namun sayangnya pernyataan “selama ada taklif (kewajiban untuk mentaati perinta-perintah Allah) maka maksiat dan ketaatan adalah hal yang mungkin dilakukan” tidak begitu jelas dan juga tidak ada dalil untuknya; karena kebanyakan para mufasir dalam pembahasan ini merujuk kepada ayat dan riwayat yang menjelaskan bahwa setiap kefasikan dan kekufuran dalam diri manusia berasal dari tipu daya Iblis dan waswas; misalnya dalam ayat ke-60 surah Yasin (36),[14] ayat 22 surah Ibrahim (14),[15] dan ayat-ayat lainnya yang kandungannya menjelaskan bahwa selama ada tugas dan kewajiban maka Iblis juga ada, dan tugas serta kewajiban terus ada selama manusia ada, dan dari situlah mereka memberikan kesimpulan di atas.
Pemahaman bahwa manusia bermaksiat karena dorongan setan, itu memang tak ada masalah. Hanya saja, yang lebih detil dari yang dapat dipahami adalah: selama di dunia ini ada maksiat maka Iblis pun ada; itu saja, bukannya kita memahami selama tugas dan kewajiban ada maka Iblis pun ada. Karena kita tidak memiliki dalil yang membuktikan adanya kemestian antara maksiat dan taklif.
Malah kita memiliki dalil secara rasional dan juga banyak riwayat yang menunjukkan bahwa manusia berjalan menuju kesempurnaan dan kelak akan mencapai puncak kesempurnaannya, yang mana saat itu manusia tersucikan dari dosa dan keburukan, sehingga sama sekali di muka bumi tidak ada yang menyembah selain kepada Allah dan tak ada lagi satupun sisa-sisa kemunafikan dan kekufuran. Kehidupan menjadi baik secara total dan penyakit-penyakit di hati menjadi sirna.[16]
Jadi, hari yang ditentukan itu bukanlah hari kiamat dan juga bukan akhir hari kehidupan, serta bukan juga hari dimana tugas dan kewajiban (taklif) diangkat dari pundak manusia. Melainkan hari di mana kehidupan tetap berlangsung dan manusia tetap memiliki tugas dan kewajiban. Dalil pernyataan ini adalah riwayat-riwayat tentang raj’ah dalam kitab-kitab kita.[17]
Dalam Tafsir Al-Qumi disebutkan riwayat dengan sanadnya dari Muhammad bin Yunus dari seseorang yang meriwayatkan dari Imam Shadiq As dalam tafsiran ayat “…hari yang ditentukan…”, bahwa imam berkata: “Di hari yang ditentukan itu Rasulullah Saw memenggal kepalanya (kepala Iblis) di atas batu di Baitul Muqaddas.”[18]
Masih banyak lagi riwayat-riwayat lain tentang masalah ini, yang salah satunya adalah riwayat yang disebutkan dalam pertanyaan di atas.[19]
4. Mungkin saja timbul pertanyaan: jika memang benar demikian, maka tidak mungkin ada lagi kerusakan di muka bumi? Dalam menjawabnya kami mengatakan:
Pekerjaan setan adalah menghiasi kejahatan dan menampakkan dunia sebagai hal yang sangat besar.[20] Jadi mungkin saja meskipun setan telah binasa namun ada orang-orang yang masih tertanam di hati mereka bibit kejahatan setan kelak tetap melakukan kerusakan.[21]
5. Sepertinya yang dipertanyakan dalam pertanyaan di atas memang pernah disebutkan dalam kitab-kitab hadis[22] yang ada di kalangan kita.[23] Namun perlu dipahami bahwa:
Pertama: Riwayat tersebut, sebagaimana yang telah dijelaskan, berkenaan dengan hari raj’ah. Dan maksud riwayat tersebut bukanlah Iblis telah mati dan kepalanya telah dipenggal.[24] Namun Iblis akan dibunuh di “hari yang ditentukan” itu. Secara global, riwayat-riwayat yang menjelaskan bahwa Iblis telah terbunuh sebelumnya, bertentangan dengan apa yang kita pahami dari al-Quran, dan segala yang bertentangan dengan al-Quran tidak bisa kita terima.[25]
Jadi, setan (Iblis) belum mati, bahkan tetap selalu membisikkan kejahatan dan mewaswasi manusia serta selalu berusaha menyelewengkannya dari jalan yang lurus.
Kedua: Dalam riwayat itu dikatakan bahwa pasukan Imam Ali As memerangi setan dan keturunannya; jika di situ disebutkan pasukan Imam Ali As mundur, yang mundur adalah pasukan Imam Ali As bukan imam itu sendiri.[26]
Ketiga: Dalam satu penggalan dari riwayat tersebut ada hal yang secara sekilas bertentangan dengan akidah Syiah dan perlu diluruskan maksudnya.[27] [iQuest]
2. Dalam al-Quran disebutkan bahwa setelah Iblis membangkang karena tidak mau sujud di hadapan Nabi Adam, ia meminta Allah untuk memberikan tenggang waktu padanya hingga hari kiamat.[4] Lalu Allah memenuhi permintaannya dan berfirman: “Engkau akan diberi tenggang waktu.”[5] Meskipun dalam ayat tersebut tidak dijelaskan seberapa banyak permintaan setan diterima, namun pada ayat ke-38 surah al-Hijr (15) kita membaca: “Engkau akan diberi tenggang waktu hingga hari yang telah ditentukan.”[6] Yakni tidak semua keinginan setan dikabulkan, namun sebagian yang Allah terima saja dikabulkan.[7]
3. Tentang arti “hari yang ditentukan” banyak sekali penafsirannya dalam riwayat-riwayat. Sebagian menerangkan bahwa maksudnya adalah hari akhir kehidupan ini (setelah peristiwa kiamat usai), yakni hari diangkatnya taklif dan kewajiban dari manusia; karena di hari itu semua makhluk hidup akan mati dan hanya tinggal Allah Swt saja yang hidup.[8] Dengan demikian hanya sebagian dari keinginan Iblis yang terkabulkan.
Sebagian riwayat lainnya menjelaskan bahwa maksudnya adalah awal kiamat.[9] Namun riwayat ini tidak sesuai dengan ayat-ayat yang menyinggung bahwa tidak semua keinginan Iblis dikabulkan dan juga ayat-ayat yang menjelaskan kematian semua makhluk hidup di akhir hari kiamat.[10]
Ada kemungkinan juga bahwa ayat di atas menyinggung tentang suatu masa di mana selain Allah Swt tidak ada yang mengetahuinya.[11]
Penulis Tafsir Nemuneh berkeyakinan bahwa: Penafsiran pertama lebih dapat diterima dari yang lainnya, dan dalam sebuah riwayat yang disebutkan dalam Tafsir al-Burhân, Iblis akan mati di antara tiupan terompet pertama dan kedua di hari kiamat nanti.[12]
Untuk menguatkan keyakinan ini, telah disodorkan sebuah argumentasi bahwa: Selama ada taklif (kewajiban untuk mentaati perintah-perintah Allah) maka maksiat dan ketaatan adalah hal yang mungkin dilakukan; dan hal itu sesuai dengan hari tiupan terompet pertama. Jadi “hari yang ditentukan” yang dijanjikan Tuhan kepada Iblis adalah hari tiupan terompet pertama. Lalu antara tiupan terompet pertama dan kedua dimana saat itu semua makhluk hidup yang mati dibangkitkan, jaraknya adalah empat ratus tahun atau empat puluh tahun (berbeda-beda riwayat), dan jarak antara apa yang diinginkan Iblis dan apa yang dikabulkan Tuhan adalah beberapa tahun itu.[13]
Allamah Thabathabai menulis: “Pendapat ini bagus sekali, namun sayangnya pernyataan “selama ada taklif (kewajiban untuk mentaati perinta-perintah Allah) maka maksiat dan ketaatan adalah hal yang mungkin dilakukan” tidak begitu jelas dan juga tidak ada dalil untuknya; karena kebanyakan para mufasir dalam pembahasan ini merujuk kepada ayat dan riwayat yang menjelaskan bahwa setiap kefasikan dan kekufuran dalam diri manusia berasal dari tipu daya Iblis dan waswas; misalnya dalam ayat ke-60 surah Yasin (36),[14] ayat 22 surah Ibrahim (14),[15] dan ayat-ayat lainnya yang kandungannya menjelaskan bahwa selama ada tugas dan kewajiban maka Iblis juga ada, dan tugas serta kewajiban terus ada selama manusia ada, dan dari situlah mereka memberikan kesimpulan di atas.
Pemahaman bahwa manusia bermaksiat karena dorongan setan, itu memang tak ada masalah. Hanya saja, yang lebih detil dari yang dapat dipahami adalah: selama di dunia ini ada maksiat maka Iblis pun ada; itu saja, bukannya kita memahami selama tugas dan kewajiban ada maka Iblis pun ada. Karena kita tidak memiliki dalil yang membuktikan adanya kemestian antara maksiat dan taklif.
Malah kita memiliki dalil secara rasional dan juga banyak riwayat yang menunjukkan bahwa manusia berjalan menuju kesempurnaan dan kelak akan mencapai puncak kesempurnaannya, yang mana saat itu manusia tersucikan dari dosa dan keburukan, sehingga sama sekali di muka bumi tidak ada yang menyembah selain kepada Allah dan tak ada lagi satupun sisa-sisa kemunafikan dan kekufuran. Kehidupan menjadi baik secara total dan penyakit-penyakit di hati menjadi sirna.[16]
Jadi, hari yang ditentukan itu bukanlah hari kiamat dan juga bukan akhir hari kehidupan, serta bukan juga hari dimana tugas dan kewajiban (taklif) diangkat dari pundak manusia. Melainkan hari di mana kehidupan tetap berlangsung dan manusia tetap memiliki tugas dan kewajiban. Dalil pernyataan ini adalah riwayat-riwayat tentang raj’ah dalam kitab-kitab kita.[17]
Dalam Tafsir Al-Qumi disebutkan riwayat dengan sanadnya dari Muhammad bin Yunus dari seseorang yang meriwayatkan dari Imam Shadiq As dalam tafsiran ayat “…hari yang ditentukan…”, bahwa imam berkata: “Di hari yang ditentukan itu Rasulullah Saw memenggal kepalanya (kepala Iblis) di atas batu di Baitul Muqaddas.”[18]
Masih banyak lagi riwayat-riwayat lain tentang masalah ini, yang salah satunya adalah riwayat yang disebutkan dalam pertanyaan di atas.[19]
4. Mungkin saja timbul pertanyaan: jika memang benar demikian, maka tidak mungkin ada lagi kerusakan di muka bumi? Dalam menjawabnya kami mengatakan:
Pekerjaan setan adalah menghiasi kejahatan dan menampakkan dunia sebagai hal yang sangat besar.[20] Jadi mungkin saja meskipun setan telah binasa namun ada orang-orang yang masih tertanam di hati mereka bibit kejahatan setan kelak tetap melakukan kerusakan.[21]
5. Sepertinya yang dipertanyakan dalam pertanyaan di atas memang pernah disebutkan dalam kitab-kitab hadis[22] yang ada di kalangan kita.[23] Namun perlu dipahami bahwa:
Pertama: Riwayat tersebut, sebagaimana yang telah dijelaskan, berkenaan dengan hari raj’ah. Dan maksud riwayat tersebut bukanlah Iblis telah mati dan kepalanya telah dipenggal.[24] Namun Iblis akan dibunuh di “hari yang ditentukan” itu. Secara global, riwayat-riwayat yang menjelaskan bahwa Iblis telah terbunuh sebelumnya, bertentangan dengan apa yang kita pahami dari al-Quran, dan segala yang bertentangan dengan al-Quran tidak bisa kita terima.[25]
Jadi, setan (Iblis) belum mati, bahkan tetap selalu membisikkan kejahatan dan mewaswasi manusia serta selalu berusaha menyelewengkannya dari jalan yang lurus.
Kedua: Dalam riwayat itu dikatakan bahwa pasukan Imam Ali As memerangi setan dan keturunannya; jika di situ disebutkan pasukan Imam Ali As mundur, yang mundur adalah pasukan Imam Ali As bukan imam itu sendiri.[26]
Ketiga: Dalam satu penggalan dari riwayat tersebut ada hal yang secara sekilas bertentangan dengan akidah Syiah dan perlu diluruskan maksudnya.[27] [iQuest]
[1]. (Qs. Al-Kahf [18]: 50)
[2]. Indeks: Setan dan Keturunannya, Pertanyaan 565 (Site: 618).
[3]. Silahkan lihat, Indeks: Setan, Malaikat atau Jin?, Pertanyaan 100 (Site: 857), Iblis tak mau sujud, Nyata ataukah Kiasan?, Pertanyaan 137 (Site: 891), Kemampuan Setan dan Jin, Pertanyaan 138 (Site: 883).
[4]. (Qs. Al-A’raf [7]: 14)
[5]. (Qs. Al-A’raf [7]: 15)
[6]. (Qs. Al-Hijr [15]: 37-38). Yang dimaksud “hari yang ditentukan” adalah entah hari kemunculan Imam Mahdi atau awal kiamat.
[7]. Tafsir Nemuneh, jil. 6, hal. 109.
[8]. Sebagaimana yang kita baca dalam surah Al-Qasas ayat 88: “Segala sesuatu akan binasa kecuali ‘wajah’ Allah.”
[9]. Karena Iblis meminta agar tetap hidup hingga hari itu supaya ia hidup abadi lalu permintaannya dikabulkan, khususnya ayat yang berbunyi: “hari yang ditentukan” pada ayat ke-50 surah al-Waqi’ah (56) tentang hari kiamat.
[10]. Silahkan lihat, Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 12, hal. 235.
[11]. Karena jika tidak maka Iblis akan semakin bersemangat melakukan kejahatannya. Majma’ al-Bayân, jil. 6, hal. 337, menukil dari Balkhi. Untuk mengkritiknya, silahkan rujuk: Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 12, hal. 236.
[12]. Tafsir Al-Burhân, jil. 2, hal. 342; Nur al-Tsaqalain, jil. 3, hal. 13, hadis 45; Tafsir Nemuneh, jil. 19, hal. 344; Ibid, jil. 14, hal. 72.
[13]. Silahkan rujuk: Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 12, hal. 237.
[14]. “Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu",”
[15]. “Dan berkatalah syaitan tatkala perkara [hisab] telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya…”
[16]. Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 12, hal. 237; rujuk pula pembahasan tentang kenabian pada jilid kedua kitab ini serta kisah-kisah Nabi Nuh As pada jilid ke sepuluh.
[17]. Allamah Thabathabai dalam menyimpulkan riwayat-riwayat terkait berkata: “Dalam riwayat-riwayat dari para maksum As, kebanyakan ayat-ayat tentang kiamat sering kali ditafsirkan sebagai hari kedatangan Imamm Mahdi Ajf, atau hari raj’ah, atau juga hari kiamat itu sendiri. Alasannya adalah, ketiga hari yang ditafsirkan itu adalah hari-hari dimana hakikat akan tersingkapkan. Hanya saja tingkat penyingkapan hakikat tersebut berbeda-beda dan memiliki kadar masing-masing. Oleh karena itu kedua hari selain hari kiamat tersebut juga bisa dianggap sebagai kiamat pula. Silahkan Anda renungkan. Terjemahan Persia Tafsir Al-Mizân, jil. 12, hal. 258.
[18]. Tafsir al-Qummi, jil. 1, hal. 349; Dalam Tafsir Ayyâsyi diriwayatkan dari Wahab bin Jami’, dalam Tafsir al-Burhân diriwayatkan dari Syarafuddin Najafi, dengan dihapusnya sanad yang menyambung ke Wahab, yang mana ia berkata: “Aku bertanya kepada Imam Shadiq As tentang Iblis tentang ‘hari yang ditentukan’ dalam ayat al-Quran itu. Beliau menjawab: ‘Wahai Wahab, apakah engkau mengira itu adalah hari umat manusia dibangkitkan? Tidak, itu adalah hari dimana al-Qaim Ajf (Imam Mahdi) muncul. Yang mana di hari itu rambut ubun-ubun Iblis akan dijambak dan kepalanya dipenggal. Itulah “hari yang ditentukan.” Al-Burhân, jil. 2, hal. 343, hadis 7; Tafsir Ayyâsyi, jil. 2, hal. 242, hadis 14.
[19]. Silahkan rujuk: Dar Mahzar Allamah Thabathabai, Pertanyaan 75, hal. 46.
[20]. (Qs. Al-Hijr [15]: 39)
[21]. Silahkan rujuk: Dar Mahzar Allamah Thabathabai, pertanyaan 76, hal. 47.
[22]. Silahkan rujuk: Bihar al-Anwâr, jil. 53, hal. 42, riwayat 12.
[23]. Hanya saja pada jilid ke-14 dan 27 dari kitab : Bihar al-Anwâr, banyak sekali hadis tentang pergelutan antara Imam Ali As dan setan. Namun kandungan riwayat-riwayat itu sama sekali berbeda dengan apa yang ditanyakan di atas. Silahkan rujuk: Kitab Al-Sama’ wa Al-‘Alam, Ayatullah Kuh Kamarei, hal. 160, terjemahan jil. 14: Bihar al-Anwâr
[24]. Ya, tidak tertutup kemungkinan bahwa pasukan-pasukan Iblis pernah terkalahkan dan dibunuh oleh para wali-wali Allah, karena Iblis adalah jin dan anak keturunannya adalah jin pula (Al-Kahfi : 50) dan membunuh jin adalah hal yang mungkin; namun hal itu tidak bertentangan dengan tetap adanya setan-setan yang lainnya.
[25]. Karena sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa Tuhan memberi tenggang waktu kepada Iblis hingga hari yang ditentukan. Kemungkinan-kemungkinan tentang “hari yang ditentukan” juga telah dijelaskan. Yang jelas sudah menjadi sunah Ilahi jika Setan diberi umur yang panjang dan selalu membisikkan kejahatan di hati umat manusia. Silahkan rujuk indeks-indeks berikut: Falsafah Penciptaan Setan, nomor 232 dan Penciptaan Iblis, pertanyaan 77. Selain itu dalam surah Al-Nas kita juga membaca bahwa yang membisikkan kejahatan di hati manusia terkadang memang jin dan terkadang juga manusia. Dalam ayat “waswas” di surah Al-Nas, kata “mewaswasi” disebutkan dalam bentuk kata kerja mudhâri’ yang memiliki makna keberlanjutan dan berketerusan; yakni waswas dan bisikan setan selalu ada selamanya.
[26]. “Seakan-akan aku melihat pasukan Ali telah kembali dan mundur seratus langkah.”
[27]. Allamah Majlisi telah memberikan penjelasan untuk riwayat tersebut.