Secara umum yang dimaksud dengan "sanad" dari soal yang diajukan sangat tidak jelas dan masih kabur. Dan sepintas jenis pertanyaan ini tidak memiliki jawaban khusus. Namun boleh jadi tujuan dari pengajuan pertanyaan tersebut adalah ingin memahami sebab-sebab pewahyuan ayat tersebut (sya'n an-nuzul) atau penafsiran dari ayat yang dimaksud. Atau karena adanya bacaan (pemahaman) beragam pada sebagian ayat-ayat al-Qur'an atau terdapatnya riwayat yang dinukil dari para Imam Maksum As dimana mereka berada pada tataran penafsiran dengan bacaan (pemahaman) yang lain, namun mengemuka dalam bentuk pertanyaan ihwal sanad!
Bagaimanapun, apa yang disebut sebagai ayat-ayat al-Qur'an pada Kitabullah adalah firman Allah dan kalam Ilahi serta disandarkan (mustanad) kepada Allah Swt. Dalam Kitab tersebut tidak terdapat perbedaan pada ayat-ayatnya. Keseluruhan al-Qur'an dengan argumen rasional dan referensial terjaga dari distorsi (tahrif) dan salah satu ayatnya adalah dua ayat terakhir dari surah al-Taubah.
Namun tentang peristiwa apa yang terjadi pada dua ayat tersebut, apabila yang dimaksud adalah sebab pewahyuan (sya'n an-nuzul) khususnya kedua ayat tersebut maka dapat dikatakan bahwa tidak ada nukilan riwayat yang menyebutkan sebab pewahyuan bagi kedua ayat tersebut; namun karena keseluruhan surah al-Taubah berada pada tataran menjelaskan kondisi kaum musyrikin dan berlepas diri (bara'ât) dari mereka, peperangan dengan orang-orang kafir, kemunafikan, perbuatan individual, sosial, politis, ekonomis, militer dan kebudayaan orang-orang munafik khususnya tindakan dan konspirasi mereka terhadap pribadi Rasululullah Saw dan keluarganya.
Allah Swt mengabarkan Nabi-Nya ihwal tindak-tanduk mereka dan di samping menjelaskan berita-berita rahasia dan agenda di balik layar mereka khususnya perbuatan mereka pada perang Tabuk, juga menjelaskan tentang sebagian dari sifat-sifat Rasulullah Saw yang diolok-olok dan disakiti oleh orang-orang munafik. Dan dengan mengemukakan pentingnya tawassul kepada Rasulullah Saw dan keluarganya, dan pada akhir surat al-Taubah, Allah Swt mengakhiri matlab ini dengan masalah tauhid murni, tawakkal kepada-Nya dan mencukupinya Allah Swt atas segala sesuatu yang lain. Artinya dengan penjelasan bahwa Rasulullah Saw datang berasal dari diri kalian sendiri yang sangat peduli dengan penderitaan dan kesusahanmu serta sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu. Dan amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang mukmin. Oleh itu, jika mereka berpaling katakanlah (wahai Muhammad) bahwa cukuplah Allah bagiku; tiada Tuhan selain-Nya. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal. Dan Dialah Tuhan yang memiliki arasy yang agung.
Dalam menjawab pertanyaan di atas, sebelum menjelaskan persoalan ini, kiranya kita perlu memperhatikan poin ini dimana secara umum, maksud penanya tentang "sanad" (sandaran) di sini tidak jelas dan masih kabur. Dan nampaknya jenis pertanyaan ini tidak akan memiliki jawaban khusus. Namun boleh jadi tujuannya adalah ingin memahami sebab pewahyuan atau penafsiran dari dua ayat yang dimaksud. Atau lantaran adanya keragaman pemahaman pada sebagian ayat atau riwayat yang dinukil dari para Imam Maksum yang berada pada tataran menafsirkan dan menjelaskan ayat, dengan bacaan lain, namun yang mengemuka adalah pertanyaan tentang sanad.
Bagaimanapun, apa yang mengedepan sebagai pertanyaan atas sanad dua ayat terakhir dari
Terdapat sebagian orang yang alih-alih membaca "min anfusikum" membacanya "min anfasikum."[3] Atau pada sebagian riwayat para Imam Maksum berada pada tataran menafsirkan dan menjelaskan dengan bacaan atau ucapan tertentu, tetap tidak akan menciderai qathi' al-shudur[4] ayat-ayat tersebut. Seperti yang diriwayatkan dalam Raudha al-Kâfi yang menukil dari Imam Shadiq As yang bersabda: "Demikian Allah Swt menurunkan ayat: "laqad ja'ana rasulun min anfusina 'azizun 'alaihi maa anittum harishun 'alaina bilmu'minin raufun rahim."[5] (Sesungguhnya telah datang kepada kami Rasul dari kalangan kami sendiri, yang sangat peduli dengan penderitaan dan kesusahan kami, serta sangat menginginkan atas kami (menjadi petunjuk) dan amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang mukmin).
Atau Abdullah Sinan yang menukil dari Abu Ja'far dimana beliau membaca: "Laqad jaa'akum rasulun min anfusikum" bersabda: "Min anfusina." Kemudian melanjutkan bacaannya, "azizun 'alaihi mâ 'anittum" bersabda: "maa 'anittnâ." Lalu membaca: "Harhisun 'alaikum." Bersabda: "'alainâ." Dan terakhir, "Bil mu'minin raufun rahim." Bersabda, "Bisyia'tinâ raufun rahim." Oleh karena itu, untuk kami 3/4 ayat tersebut dan 1/4 bagi Syiah kami.[6]
Atau riwayat yang diriwayatkan dalam Tafsir 'Ayyâsyi yang menukil dari Tsa'labah dari Imam Shadiq As dimana beliau bersabda: "Allah Swt berfirman: "Laqad jaa'akum rasulun min anfusikum." Bersabda: "fiina". "Azizun 'alaihi maa
Anittum." Bersabda, "Fiina". "Harishun 'alaikum." Bersabda: "Fiina." "Bilmu'minina raufun rahim." Orang-orang beriman pada redaksi keempat dari ayat ini telah bergabung dengan kami dan tiga yang pertama adalah untuk kami."[7]
Sebagai hasilnya, sandaran (sanad) dua ayat yang disebutkan adalah sandaran seluruh al-Qur'an yang merupakan wahyu Ilahi dan firman Allah Swt. Terkait sebab pewahyuannya (sya'an al-nuzul) tidak disebutkan secara khusus.
Adapun yang disebut sebagai penafsiran dan peristiwa dua ayat yang menjadi fokus pembahasan dapat dikatakan bahwa sebagian orang percaya bahwa dua ayat terakhir
Namun sebagian periset di antaranya Allamah Thaba-thabai tidak menerima pandangan ini.[9] Bagaimanapun, surat al-Taubah menengarai beberapa peristiwa tertentu di antaranya: keterlepasan dari orang-orang musyrik dan penjelasan tentang kondisi mereka, peperangan dengan orang-orang kafir, peristiwa kemunafikan dan perilaku individual, sosial, politis, ekonomi, militer dan kebudayaan orang-orang munafik khususnya pada perang Tabuk dimana Allah Swt mengabarkan Rasulullah Saw ihwal konspirasi mereka. Dan juga penjelasan sebagian masalah yang lain, di antaranya ayat-ayat dalam
Akan tetapi tema terpenting dalam
Rasulullah Saw dan keluarganya dengan perantara kabar gaib mengetahui perbuatan orang-orang munafik namun pada kebanyakan urusan, Rasulullah Saw dan keluarganya berlaku biasa dan wajar-wajar saja. Oleh itu, mereka menyakitinya dan berkata: "Udzunun" (apapun yang kami katakan segera Nabi mempercayainya).[12] Oleh karena itu Allah Swt berfirman: "Udzunun khair, Ia mempercayai semua yang baik bagimu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang beriman dan menjadi rahmat bagi orang-orang beriman di sekitarmu." (Qs. Al-Taubah [9]:61)
Oleh karena itu, dengan memperhatikan matlab pada surat al-Taubat, ayat-ayat terakhir ini dapat dikatakan sebagai kesimpulan dan konklusi seluruh peristiwa tersebut yang menjelaskan kemuliaan akhlak Rasulullah Saw dan keluarganya, serta tawassul kepada kedudukan Ilahiah yang dimilikinya dan juga rahmat Rububiah. Kemudian mengemuka masalah tauhid dan bahkan tawassul kepada Rasulullah Saw yang berada secara vertikal pada lintasan tauhid. Kendati beliau merupakan sumber segala kebaikan yang melimpah dan merupakan udzunun khair (mempercayai segala yang baik bagimu), sangat peduli dengan penderitaan dan kesusahanmu serta sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu. Dan amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang-orang mukmin. Akan tetapi dengan semua ini, beliau adalah mazhar Ilahi (cermin sempurna sifat-sifat Ilahi).[13] Sedemikian sehingga Allah Swt berfirman kepada Nabi-Nya: "Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal.” (Qs. Al-Taubah [9]:129) Dan tiada satu pun maujud yang memiliki kemandirian meski secuil di hadapan Allah Swt. Dan untuk menjelaskan kekuasaan, keagungan, kerajaan dan pengaturan Ilahi, Allah Swt berfirman: "Dia-lah Tuhan yang memiliki ‘Arasy yang agung." (Qs. Al-Taubah [9]:129) yang menyebut arasy tanpa menyebut kursi padahal tingkatan arasy lebih tinggi dari tingkatan dan kedudukan kursi.[14] Semua ini untuk menyampaikan signifkannya persoalan ini.[]
[1]. Allamah Thaba-thabai Ra, Tafsir al-Mizân, jil. 2, hal. 126
[2]. Allamah Thaba-thabai Ra, Op cit, , hal. 104 & 126 dan Qur'an dar Islam, hal. 196 dan seterusnya. Abddullah Jawadi Amuli, Qur'ân dar Qur'ân, hal. 315 dan seterusnya. Tafsir Tasnim, jil. 1, hal. 98 dan seterusnya. Mahdi Hadavi Tehrani, Mabâni Kalâmi Ijtihâd, hal. 33 dan seterusnya.
[3]. Al-Zamahksyari, Abu al-Qasim Muhammad bin 'Umar, al-Kasyyâf, jil. 2, hal. 223. Al-Thabarsi, Abu Ali al-Fadhl bin al-Hasan, Majma' al-Bayân, jil. 5, hal. 128. Al-Qummi, Ali bin Ibrahim, Tafsir al-Qummi, jil. 1, hal. 308.
[4]. Yakin bahwa ayat-ayat ini merupakan firman Allah Swt.
[5]. Tsiqat al-Islam Kulaini, Raudhâ al-Kafî, jil. 8, hal. 378, catatan kaki 570.
[6]. Al-'Ayyasyi, Muhammad bin Mas'ud, Tafsir al-'Ayyâsyi, jil. 2, hal. 118.
[7]. Ibid.
[8]. Al-Thabarsi, Abu 'Ali al-Fadhl bin al-Hasan, Majma' al-Bayân, jil. 5, hal. 128. Hadi Ma'rifat, al-Tamhid, jil. 1, hal. 96.
[9]. Allamah Thaba-thabai, op cit, jil. 9, hal. 414, Hadi Ma'rifat, op cit, hal. 98.
[10]. Qs. Al-Taubah [9]:61.
[11]. Allamah Thaba-thabai, op cit, jil. 9, hal.146
[12]. Qs. Al-Taubah [9]:61
[13]. Abdullah Jawadi Amuli, Sirah Rasul-e Akram, Tafsir-e Maudhui Qur'an, jil. 8, hal. 61
[14]. Syaikh Shaduq, al-Tauhid, bâb al-Arsy wa Shifâtihi, hal. 1