Advanced Search
Hits
7962
Tanggal Dimuat: 2011/05/18
Ringkasan Pertanyaan
Apakah berdasarkan surat No. 6 Nahj al-Balâghah, pemerintahan dan khilâfah tiga khalifah memiliki legalitas?
Pertanyaan
Dalam Nahj al-Balâghah, pada surat yang ditulis Baginda Ali As untuk Muawiyah disebutkan (Surat No. 6) demikian: Sesungguhnya orang-orang yang membaiat kepada Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman telah membaiat kepada saya atas dasar yang sama di mana mereka membaiat kepada ketiganya. (Atas dasar ini) orang yang hadir tidak mempunyai pilihan (untuk mempertimbangkan), dan orang yang tak hadir tidak berhak untuk menolak; dan suatu musyawarah dibataskan pada Muhajirin dan Anshar. Apabila mereka menyetujui seorang individu dan mengambilnya sebagai pemimpin (khalifah), hal itu dianggap bermakna keridhaan Allah. Apabila seseorang menjauh dengan jalan keberatan atau menuntut perubahan, mereka akan mengembalikannya kepada posisi dari mana ia menjauh. Apabila ia menolak, mereka akan memeranginya karena mengikuti jalan yang lain dari jalan kaum mukmin, dan Allah menempatkannya kembali (ke asal) dari mana ia melarikan diri.” Terkait dengan surat ini saya ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepada Anda:
1. Apabila bermusyawarah terkhusus untuk kaum Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang memilih mereka maka Allah Swt ridha kepadanya. Apakah berdasarkan hal ini maka khilâfah tiga khalifah memiliki legalitas?
2. Apakah di sini yang dimaksud seluruh kaum Muhajirin dan Anshar? Dan apakah penentangan salah seorang dari kaum ini maka akan menciderai legalitas di atas atau tidak?
3. Kalimat yang dimulai dengan “apabila ia menolak keputusan musyawarah dan ...” apakah tidak bermakna adanya kerelaan terhadap tiga khalifah sebelumnya?
Jawaban Global

Riwayat ini, terlepas dari pembahasan sanad dan validitasnya, harus ditelisik dari sudut pandang kandungan dan isinya. Atas dasar itu, kita harus memperhatikan beberapa poin sebagai berikut:

1.             Penjelasan dan tafsir penggalan-penggalan riwayat ini:

Riwayat ini memiliki beberapa bagian dan pengggalan. Bagian pertama surat ini: seperti redaksi kalimat ini ( Sesungguhnya orang-orang yang membaiat kepada Abu Bakar, 'Umar dan 'Utsman telah membaiat kepada saya atas dasar yang sama di mana mereka membaiat kepada mereka.  [ Atas dasar ini ] orang yang hadir tidak mempunyai pilihan [ untuk mempertimbangkan ] , dan orang yang tak hadir tidak berhak untuk menolak ). Terkait dengan alinea riwayat ini harus dikatakan bahwa penggalan surat ini ditulis dalam sebuah dialektika (mujâdalah) dengan Muawiyah; pada sebuah masa yang telah memakan waktu 25 tahun dari perampasan Khilâfah Amirul Mukminin As dan pikiran keliru dalam pemilihan khalifah, yang terdapat dalam benak kaum Muslimin Syam (Suriah), khususnya bagi mereka yang baru memeluk Islam, sangat terpengaruh oleh propaganda Muawiyah. Jelas bahwa dalam kondisi seperti ini seluruh antek dan pendukung Muawiyah memandang bahwa kebenaran para khalifah sebelumnya lantaran diangkat oleh kaum Muslimin adalah sesuatu yang tidak perlu lagi dipertanyakan. Kaum Muslimin pada masa itu menjelaskan seluruh pandangan politik dan keagamaan mereka berdasarkan hal ini. Berargumentasi berdasarkan kekeliruan cara pandang seperti ini tidak memberikan manfaat. Khususnya ketika secara lahir Baginda Ali As dalam surat ini bermaksud mengkondisikan Muawiyah untuk mengikutinya. Dengan memperhatikan hal ini, Baginda Ali terpaksa harus berdebat dan beragumentasi dengan Muawiyah berdasarkan atas apa yang diyakini Muawiyah dan para pengikutnya. [1]

Namun penggalan riwayat lainnya yang menyatakan bahwa anggota musyawarah terdiri dari kaum Muhajirin dan Anshar. Apabila mereka telah menyepakati seseorang dan memanggilnya sebagai imam, perbuatan mereka dilakukan untuk meraih keridhaan Allah Swt, dan apabila seseorang menolak keputusan musyawarah dan mencari-cari kekurangan orang yang dipilihnya atau memandangnya melakukan perbuatan bid’ah maka ia harus dikembalikan kepada sebuah kelompok darimana ia datang. Apabila ia menolak, mereka akan memeranginya karena mengikuti jalan yang lain dari jalan kaum mukmin, dan Allah menempatkannya kembali (ke asal) dari mana ia melarikan diri. ” Terkait dengan alinea ini harus dikatakan bahwa maksud Baginda Ali As adalah bahwa dengan memperhatikan di kalangan kaum Muhajirin dan Anshar tentu saja ada seorang imam maksum. Kesepakatan mereka atas seseorang menunjukkan adanya maksum di antara orang-orang yang bersepakat. Dan sebagai kesimpulannya pilihan ini adalah pilihan Allah Swt. Karena itu, nampaknya Baginda Ali tengah melakukan tauriyah (menyamarkan maksudnya) dan menjelaskan persoalan yang sejalan dengan keyakinan para penentang. Namun sebagaimana yang kami jelaskan, dengan mencermati ucapan beliau, akan menjadi terang bahwa pelbagai argumentasi yang disodorkan tidak bertentangan dengan keyakinan-keyakinan yang benar. [2]

2.      Menimbang kandungan lahir riwayat ini dengan ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat-riwayat lainnya). Apabila ada seseorang yang tidak menerima penjelasan-penjelasan ini dan berkukuh pada makna pertama riwayat ini yang menyatakan bahwa khilâfah para khalifah berdasarkan kebenaran maka untuk menjawab hal ini harus dikatakan bahwa apabila satu riwayat bahwa dari sisi sanad dan petunjuknya merupakan sebuah riwayat yang pasti namun berseberangan dengan ayat-ayat dan riwayat-riwayat pasti lainnya maka riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai sandaran argumentasi. Dan jelas bahwa riwayat ini berdasarkan makna pertamanya berseberangan dengan ayat-ayat dan banyak riwayat yang menandaskan bahwa khilâfah pasca Rasulullah Saw terkhusus bagi Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As dan putra-putra maksumnya. [3]

3.       Di samping itu, kita harus menyinggung satu poin penting: Sebagaimana sebagaian ayat al-Qur’an menafsirkan sebagian lainnya maka hal itu juga berlaku bagi riwayat. Sebagian riwayat menafsirkan sebagian lainnya khususnya sabda-sabda Amirul Mukminin yang menjelaskan sebagian riwayat lainnya. Misalnya ketika kita memperhatikan dalam Nahj al-Balâghah dan pada khutbah Syaqsyaqiyah, Baginda Ali As berulang kali menegaskan kebenaran dirinya. [4] Dan pada tempat lain, Baginda Ali As bersabda, “Demi Allah! H ak-hak saya telah dir ampas secara terus-menerus sejak hari wafatnya Nabi S aw hingga hari ini . Dan mereka mendahulukan orang lain atas diriku.” [5]  

Dengan demikian menjadi jelas maksud Imam Ali As dalam suratnya kepada Muawiyah.



 

[1] . Sayid Abdullah al-Syubbar, Nukhbath al-Syarhin fi Syarh Nahj al-Balâghah, hal. 1471, al-Nihdha, 1425 H. Habibullah Khui, Minhaj al-Bara’a fi Syarh Nahj al-Balaghah, jil. 17, hal. 203, Kitabfurusyi Islami, 1364 S.   

[2] . Al-Sayid Muhammad al-Husaini al-Syirazi, Taudhih Nahj al-Balâghah, jil. 3-4, hal. 436, Muassasah al-Fikr al-Islami, Tanpa Tahun.   

[3] . Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat pada Pertanyaan 7404 (Site: 7537) dan 1351 (1450).   

[4] . Nahj al-Balâghah, al-Khutbah 3.   

[5] . Nahj al-Balâghah, al-Khutbah 6

Jawaban Detil
Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban detil.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261167 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246285 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230071 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214943 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176264 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171577 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168066 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158102 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140903 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134012 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...