Please Wait
27786
Kitab para nabi Ilahi; seperti Taurat dan Injil merupakan kitab-kitab samawi yang sangat berharga dan dihormati. Namun demikian tidak terdapat dalil definitif terkait dengan apakah kitab samawi ini merupakan mukjizat, bahkan menurut sebagian literature dapat disimpulkan bahwa kedua kitab samawi ini bukan merupakan mukjizat.
Meski kitab samawi ini bukan merupakan mukjizat namun hal itu tidak mengurangi nilai dan signifikansinya. Karena inti kitab-kitab samawi ini diturunkan oleh Allah Swt dan tentu saja mengandung nilai dan sangat penting.
Demikian juga bahkan apabila kita dapat membuktikan bahwa kitab-kitab samawi ini merupakan mukjizat, kemukjizatannya tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat para nabi yang membawa kitab-kitab ini. Dan hal ini berbeda dengan kisah nabi kita Muhammad Saw; dimana dijelaskan bahwa al-Quran merupakan mukjizat asli Nabi Muhammad Saw dan mukjizat-mukjizat beliau lainnya tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan mukjizat al-Quran ini.
Mukjizat merupakan media paling penting dan paling orisinil untuk dapat mengenal para nabi Ilahi.[1] Berbicara tentang mukjizat maka kita berbicara tentang sebuah pembahasan yang alot dan panjang.
Kesesuaian mujizat dengan kondisi ruang dan waktu merupakan faktor terpenting dalam menerima mukjizat. Kondisi ruang dan waktu ini juga berkaitan dengan pembahasan kita dan akan kita bahas bersama.
Namun sebelum mengkaji masalah mukjizat kitab-kitab samawi kiranya kita perlu mengingat beberapa poin berikut:
- Pembahasan kita dalam masalah mukjizat kitab-kitab samawi tidak mencakup al-Quran; karena seluruh kaum Muslimin memandang al-Quran sebagai mukjizat Nabi Islam Muhammad Saw dan terdapat selaksa dalil yang menunjukkan hal ini. Karena itu kelanjutan pembahasan adalah berkaitan dengan kitab-kitab samawi yang lainnya.
- Para nabi seperti Nabi Musa As, Nabi Isa As dan lain sebagainya yang memiliki kitab banyak mendemonstrasikan mukjizat kepada umatnya dan mereka juga dikenal dengan mukjizat-mukjizat ini; sebagai contoh Nabi Musa As membelah laut merah menjadi dua bagian dan Bani Israel melintas di dalamnya; Nabi Isa As menghidupkan orang mati, Nabi Daud melembutkan besi dan lain sebagainya.
- Taurat dan Injil di sisi pengikutnya sebagai dua kitab samawi yang suci dan berharga; mereka meluangkan waktu sepanjang hari menelaah kitab-kitab ini; pada waktu sembahyang mereka membaca bagian-bagiannya. Mereka menafsirkan ayat-ayatnya dan memanfaatkan banyak hal dari ayat-ayat kitab tersebut pada pelbagai pembahasan ilmu-ilmu agama.
- Sesuai dengan keyakinan kaum Muslimin, seluruh kitab samawi telah mengalami distorsi kecuali al-Quran. Terdapat penambahan dan pengurangan pada kitab-kitab itu sepanjang perjalanan sejarah. Namun banyak hal yang terkandung dalam Injil dan Taurat juga didukung dalam agama Islam dan bahkan kebanyakan dari hal tersebut juga disebutkan dalam literatur-literatur Islam.
Terkait dengan apakah kitab-kitab samawi para nabi merupakan mukjizat-mukjizat mereka atau tidak? Kita harus berkata bahwa kita tidak memiliki dalil definitif untuk menetapkan bahwa kitab-kitab tersebut merupakan mukjizat bahkan sebagian riwayat menyebutkan bahwa kitab-kitab tersebut bukanlah mukjizat:
Pertama: Ibnu Sikkit meriwayatkan; saya bertanya kepada Imam Musa Kazhim As mengapa Allah Swt mengutus Nabi Musa As dengan tongkat, tangan putih dan mukjizat dalam sihir; mengirim Nabi Isa As dengan mukjizat kedokteran dan Rasululah Saw dengan ucapan dan khutbah?” Imam Musa Kazhim As menjawab, “Sesungguhnya Allah Swt mengutus Nabi Musa As tatkala sihir berkembang di tengah masyarakat dan Allah Swt menampakkan sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain. Melalui jalan ini, Allah Swt ingin menuntaskan hujjah bagi mereka. Dan sesungguhnya Allah Swt mengutus Nabi Isa As tatkala banyak orang menderita sakit dan masyarakat memerlukan ilmu kedokteran yang mujarab. Sehingga dengan demikian, Nabi Isa As melakukan sesuatu dari sisi Allah Swt sesuatu yang tidak dapat dilakukan oleh orang lain; Nabi Isa As menghidupkan orang-orang mati, menyembukan penyakit buta bawaan sejak lahir, mengobati penyakit lepra dan menuntaskan hujjah bagi mereka. Sesungguhnya Allah Swt mengutus Muhammad Saw ketika syair yang berkembang pada masanya sehingga Rasulullah Saw membawakan nasihat-nasihat dan hikmah-hikmah dari sisi Allah Swt yang membenamkan ucapan-ucapan mereka dan menuntaskan hujjah bagi mereka.”[2]
Dalam riwayat ini ditegaskan inti kesesuaian mukjizat dengan tuntutan zaman dan dari kandungan riwayat ini dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab suci bukan merupakan mukjizat para nabi yang paling unggul.
Kedua: Imam Ridha As dalam sebuah perdebatan dengan para pemimpin agama dari agama-agama lain berkata kepada Ra’s al-Jalut pemimpin agama Yahudi, yang berdalih karena tidak melihat mukjizat-mukjizat Nabi Isa sehingga ia tidak menerima kenabian Nabi Isa As, “Apakah Anda melihat apa yang dibawakan Nabi Musa As sebagai mukjizat?”[3] Pada riwayat ini, Imam Ridha As mengarahkan Ra’s al-Jalut untuk mengakui bahwa ia tidak melihat mukjizat-mukjizat Nabi Musa As padahal terdapat Taurat pada masa itu dan apabila Taurat dipandang sebagai mukjizat maka sudah barang tentu Ra’s al-Jalut akan menjawab pertanyaan Imam Ridha As sementara ia tidak mampu menjawab pertanyaan Imam Ridha As.
Meski kitab-kitab samawi ini bukan sebagai mukjizat namun hal itu tidak menafikan nilai dan pentingnya kitab-kitab samawi ini; karena inti kitab-kitab ini diturunkan dari sisi Allah Swt dan tentu saja sangat bernilai dan penting.
Akhir kata kami ingin mengingatkan bahwa bahkan apabila kita dapat menetapkan bahwa kitab-kitab samawi ini adalah mukjizat maka mukjizat ini tidak begitu menonjol dibandingkan dengan mukjizat-mukjizat para nabi (Nabi Musa dan Nabi Isa As) dan hal ini berbeda dengan kisah nabi kita Muhammad Saw; bahwa al-Quran dijelaskan sebagai mukjizat asli Nabi Islam Muhammad Saw dan mukjizat-mukjizat beliau lainnya tidak terlalu menonjol dibandingkan dengan mukjizat al-Quran ini. [iQuest]
[1]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat Pertanyaan 115.
[2]. Muhammad Ya’qub Kulaini, al-Kâfi, jil. 1, hal. 24, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1407 H.
[3]. Muhammad bin Ali Ibnu Babewaih, ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ Alahi al-Salam, jil. 1, hal. 167, Nasyr Jahan, Teheran, Cetakan Pertama, 1378 S.