Please Wait
Hits
10712
10712
Tanggal Dimuat:
2013/06/22
Kode Site
id21798
Kode Pernyataan Privasi
29299
- Share
Ringkasan Pertanyaan
Apakah mengenakan pakaian hitam bermakna mengenakan pakaian Fir'aun?
Pertanyaan
Apakah hadis ini adalah hadis sahih, "Janganlah berpakaian hitam karena pakaian hitam itu adalah pakaian Fir'aun?"
Jawaban Global
Teks Arab hadis yang disebutkan adalah sebagai berikut:
قَالَ أَمِیرُ الْمُؤْمِنِینَ (ع) فِیمَا عَلَّمَ أَصْحَابَهُ لَا تَلْبَسُوا السَّوَادَ فَإِنَّهُ لِبَاسُ فِرْعَوْنَ»
Di antara beberapa hal yang diajarkan Amirul Mukminin Ali As kepada sahabatnya salah satunya adalah, "janganlah berpakian hitam karena pakaian hitam itu adalah pakaian Fir'aun."[1]
Syaikh Shaduq menyebutkan hadis ini tanpa sanad dalam kitabnya, "Man Lâ Yahdhur al-Faqih." Namun dalam kitab 'Ilal al-Syarâ'i' Syaikh Shaduq menyebutkan demikian:
Syaikh Shaduq menyebutkan hadis ini tanpa sanad dalam kitabnya, "Man Lâ Yahdhur al-Faqih." Namun dalam kitab 'Ilal al-Syarâ'i' Syaikh Shaduq menyebutkan demikian:
«وَ بِهَذَا الْإِسْنَادِ [أَبِی رَحِمَهُ اللَّهُ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ یحْیى الْعَطَّار] عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ أَحْمَدَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عِیسَى الْیقْطِینِی عَنِ الْقَاسِم بْنِ یحْیى عَنْ جَدِّهِ الْحَسَنِ بْنِ رَاشِدٍ عَنْ أَبِی بَصِیرٍ عَنْ أَبِی عَبْدِ اللَّهِ (ع) قَالَ حَدَّثَنِی أَبِی عَنْ جَدِّی عَنْ أَبِیهِ عَنْ أَمِیرِ الْمُؤْمِنِینَ(ع)».
Sesuai dengan penelitian dalam literatur-literatur Rijal (Biografi Periwayat), seluruh periwayat hadis ini adalah orang-orang yang berlabel tsiqah (terpercaya) dan dapat diandalkan. Atas dasar itu, riwayat yang disebutkan adalah riwayat sahih dan memiliki sanad.
Beberapa poin terkait dengan matan dan teks hadis yang disebutkan:
Pertama: Hadis ini menunjukkan kemakruhan mengerjakan salat dan ihram ketika menunaikan haji dengan berpakaian hitam. Para juris sendiri bersandar pada hadis yang dimaksud dalam masalah ini (untuk menunjukkan kemakruhan mengerjakan salat dan ihram ketika menunaikan haji dengan berpakaian hitam).[2] Namun mengingat setiap yang bersifat umum ('âm) itu mengalami spesifikasi (takhshish), dalam hal ini hadis yang dimaksud juga mengalami spesifikasi oleh hadis lainnya[3] dan terdapat beberapa hal yang mendapatkan pengecualian yaitu tidak makruh mengenakannya seperti aba'a, amammah dan sepatu.[4]
Kedua: Salah satu pengecualian ini adalah mengenakan pakaian hitam sebagai ekspresi duka Imam Husain As dimana hal ini juga disebutkan dalam beberapa riwayat;[5] di antaranya adalah sebagai berikut:
"Tatkala berita kesyahidan Imam Husain As sampai kepada Ummu Salamah, ia mendirikan kemah di masjid Rasulullah Saw, duduk di dalamnya dan mengenakan pakaian hitam."[6]
"Tatkala Husain bin Ali As syahid, para wanita Bani Hasyim mengenakan pakaian hitam dan berbahan kasar, mereka tidak terusik dengan panas dan dingin. Imam Sajjad As yang menyiapkan makanan untuk mereka tatkala mengadakan majelis duka."[7]
Dari riwayat ini, meski perintah untuk mengenakan pakaian hitam pada majelis duka Imam Husain As tidak dapat disimpulkan secara lugas, namun jelas bahwa perbuatan ini dibolehkan; karena Imam Zainul Abidin As tidak melarang apa yang dilakukan para wanita Bani Hasyim. Diamnya seorang maksum adalah hujjah. Boleh jadi semenjak saat itu mengenakan pakaian hitam menjadi sebuah tradisi dan sunnah di antara Syiah pada hari-hari duka atas syahadah dan wafatnya para Imam Suci As.
Karena itu, riwayat-riwayat yang menunjukkan kemakruhan mengenakan pakaian hitam tidak mencakup majelis duka – mengingat pakaian hitam adalah tanda duka dan kesedihan.
Ketiga: Dewasa ini pada sebagian hal, pakaian hitam termasuk sebagai pakaian modis dan mentereng yang dapat digunakan untuk gagah-gagahan. Dengan memperhatikan sikap dan tabiat Fir'aun, ia juga dengan dasar ini memilih pakaian hitam dan atas dasar itu, apabila kemakruhan dapat disimpulkan dari riwayat tersebut, sejatinya tengah menyoroti model berpakaian hitam seperti ini (untuk bergagah-gagahan) dan bukan setiap jenis pakaian hitam. [iQuest]
Beberapa poin terkait dengan matan dan teks hadis yang disebutkan:
Pertama: Hadis ini menunjukkan kemakruhan mengerjakan salat dan ihram ketika menunaikan haji dengan berpakaian hitam. Para juris sendiri bersandar pada hadis yang dimaksud dalam masalah ini (untuk menunjukkan kemakruhan mengerjakan salat dan ihram ketika menunaikan haji dengan berpakaian hitam).[2] Namun mengingat setiap yang bersifat umum ('âm) itu mengalami spesifikasi (takhshish), dalam hal ini hadis yang dimaksud juga mengalami spesifikasi oleh hadis lainnya[3] dan terdapat beberapa hal yang mendapatkan pengecualian yaitu tidak makruh mengenakannya seperti aba'a, amammah dan sepatu.[4]
Kedua: Salah satu pengecualian ini adalah mengenakan pakaian hitam sebagai ekspresi duka Imam Husain As dimana hal ini juga disebutkan dalam beberapa riwayat;[5] di antaranya adalah sebagai berikut:
"Tatkala berita kesyahidan Imam Husain As sampai kepada Ummu Salamah, ia mendirikan kemah di masjid Rasulullah Saw, duduk di dalamnya dan mengenakan pakaian hitam."[6]
"Tatkala Husain bin Ali As syahid, para wanita Bani Hasyim mengenakan pakaian hitam dan berbahan kasar, mereka tidak terusik dengan panas dan dingin. Imam Sajjad As yang menyiapkan makanan untuk mereka tatkala mengadakan majelis duka."[7]
Dari riwayat ini, meski perintah untuk mengenakan pakaian hitam pada majelis duka Imam Husain As tidak dapat disimpulkan secara lugas, namun jelas bahwa perbuatan ini dibolehkan; karena Imam Zainul Abidin As tidak melarang apa yang dilakukan para wanita Bani Hasyim. Diamnya seorang maksum adalah hujjah. Boleh jadi semenjak saat itu mengenakan pakaian hitam menjadi sebuah tradisi dan sunnah di antara Syiah pada hari-hari duka atas syahadah dan wafatnya para Imam Suci As.
Karena itu, riwayat-riwayat yang menunjukkan kemakruhan mengenakan pakaian hitam tidak mencakup majelis duka – mengingat pakaian hitam adalah tanda duka dan kesedihan.
Ketiga: Dewasa ini pada sebagian hal, pakaian hitam termasuk sebagai pakaian modis dan mentereng yang dapat digunakan untuk gagah-gagahan. Dengan memperhatikan sikap dan tabiat Fir'aun, ia juga dengan dasar ini memilih pakaian hitam dan atas dasar itu, apabila kemakruhan dapat disimpulkan dari riwayat tersebut, sejatinya tengah menyoroti model berpakaian hitam seperti ini (untuk bergagah-gagahan) dan bukan setiap jenis pakaian hitam. [iQuest]
[1]. Syaikh Shaduq, Man Lâ Yahdhuruhu al-Faqih, jil. 1, hal. 251, Diriset dan diedit oleh Ali Akbar Ghaffari, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Kedua, 1413 H.
[2]. Hasan bin Yusuf, Allamah Hilli, Muntahâ al-Mathlab fi Tahqiq al-Madzhab, jil. 10, hal. 246, Majma' al-Buhuts al-Islamiyah, Masyhad, Cetakan Pertama, 1412 H; Ahmad bin Muhammad Ardabili, Majma' al-Fawâid wa al-Burhân fi Syarh Irsyâd al-Idzhân, jil. 2, hal. 87, Diriset dan diedit oleh Mujtaba Iraqi, Ali Panah Isytihardi, Husain Yazdi Isfahani, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1403 H; Yusuf bin Ahmad, Muhaddits Bahrani, al-Hadâiq al-Nâdhirah fi Ahkâm al-'Itrah al-Thâhirah, jil. 7, hal. 116, Diriset dan diedit oleh Muhammad Taqi Irawani dan Sayid Abdurrazzaq Muqarram, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1405 H.
[3]. Syaikh Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 4, hal. 386, Muassasah Ali al-Bait As, Qum, Cetakan Pertama, 1409 H.
[4]. Majma' al-Fawâid wa al-Burhân fi Syarh Irsyâd al-Idzhân, jil. 2, hal. 87; al-Hadâiq al-Nâdhirah fi Ahkâm al-'Itrah al-Thâhirah, jil. 7, hal. 116
[5]. Silahkan lihat, Pakaian Hitam dan Hukum Menggunakan Pakaian Hitam, 2018; Tangisan dan Kesedihan atas Musibah dalam Perspektif Syiah, Pertanyaan 1365.
[6]. Nu'man bin Muhammad bib Hayyun, Syarh al-Akhbâr fi Fadhâil al-Aimmah al-Athar As, Diriset dan diedit oleh Muhammad Husain Husaini Jalali, jil. 3, hal. 171, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1409 H.
[7]. Wasâil al-Syiah, jil. 3, hal. 238.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar