Advanced Search
Hits
24431
Tanggal Dimuat: 2013/11/27
Ringkasan Pertanyaan
Apa saja tingkatan yakin dan apa tolak ukurnya bagi seorang manusia.
Pertanyaan
mengenai hakekat yakin ? dan tingkatan nya dan bagaimana seseorang di nyatakan memiliki keyakinan
Jawaban Global
Yakin dalam Logika dan Filsafat memiliki dua istilah: yang pertama, yakin dalam istilah umumnya yang berarti “tahu secara pasti” dan yang lain memiliki arti yang lebih khusus, yakni: “pengetahuan pasti yang sesuai dengan kenyataan” atau “pengetahuan yang pasti terhadap sesuatu dan yakin bahwa segala yang bertentangan dengan pengetahuannya adalah tidak benar.” Yakin dengan artian khusus ini memiliki dua kriteria, yang mana segala pengetahuan yang memiliki dua kriteria tersebut dapat disebut “yakin”. Kedua kriteria itu adalah: yakin terhadap suatu yang diketahui dan yakin bahwa yang bertengan dengan keyakinan itu adalah salah. Adapun yakin menurut para ahli Irfan, memiliki tiga tingkatan: ‘Ilm al-Yaqin, ‘Ain al-Yaqin dan Haqq al-Yaqin.
 
Jawaban Detil
Yaqin dalam bahasa berarti tidak memiliki keraguan dalam suatu perkara dan terjadinya perkara tersebut secara nyata.[1]
Dalam Logika dan Filsafat, yakin memiliki dua istilah: yang pertama, yakin dengan artian umum, yakni yakin (tidak ragu) akan sesuatu, dan yang kedua yakin dengan makna khusus: “pengetahuan pasti yang sesuai dengan kenyataan”[2] atau “pengetahuan akan sesuatu dengan yakin dan yakin bahwa yang bertentangan dengan pengetahuan itu adalah salah”[3] Di hadapan yakin dengan artian umum itu, ada sangkaan di atas 50% dan di bawah 50% serta keraguan, yang mana semua itu ada kemungkinan salahnya.[4] Dalam sangkaan di atas 50% kemungkinan salah sedikit, dan sangkaan di bawah 50% sebaliknya, banyak kemungkinan salahnya, sedangkan dalam keraguan kemungkinan benar dan salah adalah 50-50. Yakin dengan artian khusus memiliki dua kriteria yang mana setiap ilmu yang memiliki dua kriteria itu bisa dikatakan dengan “yakin”. Dua kriteria itu adalah: yang pertama yakin dengan sesuatu yang diketahui itu, dan yang kedua adalah yakin bahwa segala yang bertentangan dengan keyakinan tersebut adalah salah. Jadi, yakin dengan artian khusus tersusun dari dua pengetahuan: pengetahuan terhadap sesuatu dan pengetahuan akan kebenaran pengetahuan itu (atau salahnya segala yang bertentangan dengan pengetahuan itu).
Cara untuk mendapatkan yakin seperti itu dalam Logika adalah menggunakan Burhan (demonstrasi dan argumen). Burhan adalah Qiyas (silogisme) yang premis-permisnya adalah proposisi-proposisi yang meyakinkan (yaqini), atau istilahnya Yaqiniyat. Yaqiniyat adalah dalil dan pengetahuan-pengetahuan yang selain hal itu meyakinkan, tidak ada juga kemungkinan salahnya sedikitpun. Mereka adalah: Awwâliyât, Musyahadât, Mujarrabat, Mutawatirât, Hadsiyât dan Fitriyât.[5]
Karena itu, yaqiniyat dalam istilah ilmu Logika dan Filsafat memiliki bagian-bagian dan tingkatan yang tidak sama. Karena Badihiyât Awwâli bagi ahli Logika memiliki tingkatan yakin (meyakinkan) yang tertinggi; karena ilmu Logika adalah ilmu cara berfikir dengan benar, maka ilmu tersebut berusaha untuk mengkategorikan dalil-dalil sedemikian rupa sehingga manusia dengan merujuk padanya bisa mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang benar dan meyakinkan. Karena Yaqiniyât Nazhari kembalinya adalah kepada awwâliyât dan semua awwâliyât bisa dikata kembalinya kepada “berkumpulnya dua hal yang bertentangan” (ijtimâ’ al-naqidhain), maka para ahli Logika meletakkannya di tingkatan paling atas.
Adapun berdasarkan menurut pendapat para ahli Irfan tentang yakin,[6] yakin memiliki tiga tingkatan, yang mana yakin tingkat terendah tidak mempunyai kriteria-kriteria yakin tingkat yang paling tinggi. Tiga tingkatan tersebut adalah ‘Ilm al-Yaqin, ‘Ain al-Yaqin dan Haqq al-Yaqin.
Untuk menjelaskan tiga tingkatan yakin ini perlu dijelaskan bahwa: Terkadang seorang manusia menyaksikan tanda-tanda atau indikasi-indikasi tertentu atau dengan menggunakan argumentasi ia menemukan suatu hakikat yang tetap; terkadang selain hanya menggunakan argumentasi, ia juga mendapatkan hakikat itu dengan ruh dan jiwanya; dan kadang tak hanya begitu saja, ia merasa fana dan menyatu dengan hakikat tersebut. Misalnya, tentang wujud Tuhan Swt, manusia awal mulanya membuktikan keberadaan Tuhan dengan argumentasi dan pemikirannya, lalu menyaksikan tanda-tanda kebesaran-Nya, yang mana dalam tahap ini dikatakan ia telah mendapatkan ‘Ilm al-Yaqin. Lalu dalam tahapan kedua, dengan pensucian jiwa ia dapat menggapai hakikat wujud-Nya dengan batin dan jiwanya. Ia bisa menyaksikan Tuhan dengan mata batinnya. Dalam tahap ini disebut ‘Ain al-Yaqin. Kemudian di tahapan yang paling tertinggi, ia mencapai hakikat Tuhannya dengan seluruh wujudnya, yang istilahnya ia telah fana dan menyatu dengan wujud Tuhan. Di tingkatan inilah ia mencapai Haqq al-Yaqin.
Dalam teks-teks agama kita sering disinggung hal tersebut. Misalnya dalam berdoa kita berkata: “Ya Tuhan, cahayai lahirku dengan taat-Mu, batinku dengan kecintaan-Mu, hatiku dengan ma’rifat-Mu, ruhku dengan penyaksian terhadap-Mu dan seluruh wujudku dengan bersatu dengan-Mu.”[7] Kalimat pertama mengisyarahkan amal ibadah dan menjalankan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan Allah serta menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang-Nya, yang istilahnya adalah Tajliyah; kalimat kedua mengisyarahkan tingkatan awal dalam suluk; kalimat ketiga mengisyarahkan ‘Ilm al-Yaqin; kalimat keempat mengisyarahkan ‘Ainul Yaqin dan kalimat terakhir mengisyarahkan Haqq al-Yaqin, yakni fana secara total dalam wujud-Nya yang Maha Tinggi.[8]
Perlu diketahui pula bahwa setiap dari tiga tingkatan tersebut juga memiliki tingkatan-tingkatan tersendiri di dalamnya[9] yang mana di berbagai tingkatan yang berbeda-beda itulah para nabi dan wali-wali Allah melakukan sair wa suluk, yang dengan demikian setiap satu dari mereka memiliki tingkatan dan derajat yang berbeda dengan yang lainnya. Mengenai hal ini disebutkan dalam riwayat:
Imam Ali As berkata: “Yakin memiliki empat cabang: memandang dengan jeli dan cerdik, mencapai hikmah dan kebijakan, mengambil pelajaran dari masa yang telah lalu dan memanfaatkan cara-cara orang yang telah mendahului.  Orang yang melihat dengan jeli bakal mencapai hikmah dan kebijaksanaan, lalu dapat mengambil pelajaran dari masa lalu, kemudian menjalankan tradisi umat sebelumnya dan jika demikian ia bagai hidup dengan mereka.”[10]
Imam Shadiq As berkata: “Yakin dapat mengantar manusia ke tempat yang sangat tinggi dan menakjubkan. Saat berbicara tentang kriteria-kriteria Nabi Isa As, khususnya tentang kemampuannya berjalan di atas air, Rasulullah Saw berkata: ‘Seandainya keyakinannya lebih dari itu, dia juga bisa berjalan di atas udara.’ Dengan perkataannya itu, Rasulullah Saw memahamkan kepada kita bahwa para nabi memiliki tingkatan-tingkatan keistimewaan yang berbeda sesuai dengan keyakinan (yaqin) yang mereka punya, bukan dikarenakan hal lainnya.”[11]
Pada suatu hari Rasulullah saw bertemu dengan Haritsah bin Malik bin Nu’man Anshari dan berkata kepadanya: “Bagaimana keadaanmu?” Ia berkata: “Wahai Rasulullah, aku adalah mu’min hakiki yang telah mencapai tingkat yaqin.” Rasulullah Saw bertanya: “Segala sesuatu ada hakikatnya. Apa hakikat perkataanmu?” Ia menjawab: “Wahai Rasulullah, aku telah kehilangan selera terhadap dunia. Aku bangun di malam hari untuk ibadah dan aku kehausan di siang hari karena berpuasa. Seakan-akan aku melihat lebarnya ‘Arsy Ilahi, seakan aku menyaksikan hisab, seakan aku melihat penduduk surga yang saling bertemu di antara taman-tamannya, seakan aku melihat penduduk neraka tersiksa di dalamnya.” Rasulullah Saw  bersabda: “Haritsah adalah hamba yang telah Allah Swt terangi hatinya.” Lalu beliau berkata kepada Haritsah: “Engkau telah mendapatkan bashirah (suatu keistimewaan dalam pemahaman)” maka tetaplah dalam keadaan itu.” Lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah Saw, doakan untukku agar aku bisa syahid di bawah benderamu.” Beliau menjawab: “Ya Allah, karuniakan ia kesyahidan.” Tak lama kemudian Rasulullah mengirimkan pasukan untuk berperang dan Haritsah ada di antara pasukan-pasukan itu lalu ia mati setelah membunuh beberapa musuh Allah dalam peperangan.”[12] 
Tanda orang yang yakinnya kuat adalah ia tidak lagi mempedulikan selain kekuasaan Allah dan kekuatan-Nya, teguh dalam menjalankan perintah-perintah-Nya dan setia menjadi hambanya baik secara dhahir maupun batin. Ada dan tidak ada, sedikit atau banyak, pujian atau celaan, penghormatan atau penghinaan, semuanya adalah sama baginya. Namun orang yang yakinnya lemah, selalu berusaha mencari solusi dari makhluk-makhluk Allah (tanpa mengingat pencipta-Nya). Dalam dunia selalu mempedulikan komentar dan perkataan orang lain tanpa melihat apa hakikat sejati dari hidup ini. Selalu berusaha keras mengumpulkan harta duniawi dan menjaganya meski dengan lidahnya berkata bahwa tiada yang memberi rizki selain Allah, dan hamba-hamba-Nya mendapatkan rizki sesuai pengaturan-Nya serta usaha dan jerih payah hamba tidak mempengaruhi banyak dan sedikitnya rizki; namun secara praktek ia tidak meyakininya. Allah swt berfirman: “Mereka menyatakan apa yang tidak mereka yakini dengan hati. Sedangkan Allah maha tahu apa yang ada di dalam hati.”[13]
Dalam sebuah riwayat ditanyakan kepada Imam Shadiq As tentang iman dan Islam. Beliau menjawab dengan menukil perkataan Imam Baqir As: “Sesungguhnya agama adalah Islam dan iman satu tingkat lebih tinggi darinya, ketakwaan setingkat lebih tinggi dari iman, yaqin juga setingkat lebih tinggi dari taqwa. Tidak ada yang lebih sedikit dari yaqin yang dibagikan kepada manusia.”[14]
Adapun tolak ukur menentukan yakin (dalam pengertian irfani dan riwayat) dapat dikatakan bahwa setiap tingkatan yakin memiliki kriteria dan tanda-tandanya tersendiri. Beberaba tanda yakin seperti tidak peduli dengan kesenangan-kesenangan dunia, tidak terikat dengan harta benda, perhatian dengan alam akherat, berada dalam tingkat tawakal dan pasrah kepada Allah Swt, menyerahkan segala perkara kepada-Nya dan lain sebagainya. [iQuest]
 

[1]. Farahidi, Khalil bin Ahmad, Kitâb Al-‘Ain, Riset dan edit oleh Makhzumi, Mahdi, Samara’i, Ibrahim, jil. 5, hal. 220, Intesyarat  Hijrat, Qum, Cetakan Kedua, 1410 H.
[2]. Silahkan lihat, Muhaqqiq, Mahdi, Toshihiko Izutsu, Manthiq wa Mabâhitsh Alfâz (kumpulan artikel dan makalah), hal. 313, Intesyarat Danesygah Teheran, 1370 S.; Shaliba, Jamil, Shanei Dare Bidi, Manucehr, Farhangg Falsafi, hal. 682, Intisyarat Hikmat, Teheran, Cetakan Pertama, 1366 S.
[3]. Thusi, Khajah Nashiruddin, Ta’dil al-Mi’yâr fi Naqd Tanzil al-Afkâr, hal. 226, Intisyarat Danesygah Teheran, Cetakan Pertama, 1358 S.
[4]. Thabathabai, Sayid Muhammad Husain, Burhân, hal. 11, Moasasah Bustan  Kitab, Qum, Cetakan Kedua, 1387 S.
[5]. Silahkan lihat Ta’rif  Maqbulât dar Ilm Mantiq, Pertanyaan 26405.
[6]. Pengetahuan ada dua macam: Yang pertama, ilmu yang dengan sendirinya merupakan tujuan dan maksud, yang mana itu adalah cahaya yang muncul di dalam hati; sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat: “Ilmu bukanlah apa yang didapat dari banyak belajar, namun ilmu adalah cahaya yang diletakkan Allah Swt di hati siapapun yang Ia kehendaki.” (dinisbatkan kepada Imam Shadiq As, Mishbah Al-Syari’ah, hal. 16, Al-A’lami, Beirut, cetakan pertama, 1400 H.) Berkat ilmu inilah hal-hal ghaib dapat disaksikan oleh sang arif. Ilmu ini adalah ilmu yang paling mulia dan tujuan utama.
Yang kedua, ilmu yang tujuan dari mengetahuinya adalah amal atau mengamalkan sesuai dengan pengetahuan tersebut. Yakni ilmu dan pengetahuan tentang apa saja yang dapat mendekatkan diri seorang hamba kepada Tuhannya dan yang dapat menjauhkannya dari-Nya. Yang jelas ilmu ini masih ada kaitannya dengan ilmu pertama. Ilmu yang pertama disebut dengan ilmu batin dan ilmu hakikat, sedangkan yang kedua disebut dengan ilmu dhohir dan ilmu syari’at. Ketika keduanya disatukan, disebut dengan Hikmat (hikmah). Namun tak ada satupun ilmu yang hakiki kecuali ia telah mencapai derajat yakin. (Naraqi, Mulla Ahmad, Khazâin, hal. 484, Nasyr Kongre Buzurghdasyt  Muhaqiqan Naraqi, Cetakan Pertama, Qum, 1380 S)
[7]. Syaikh Baha’i, Muhammad bin Husain, Busthami, Ali bin Thaifur, Minhaj Al-Najah fi Tarjumah Mafatih Al-Falah, mukadimah 2, hal. 49, Hikmat, Tehran, cetakan keenam, 1384 H.S.
[8]. Silahkan rujuk: Hasan Zade Amuli, Hasan, Nushush Al-Hikam bar Fushush Al-Hikam, hal. 158, Entesharat e Raja’, Tehran, cetakan kedua, 1375 H.S.
[9]. Karena kesempurnaan itu tidak terbatas dan jumlah manzilah (tingkatan) kesempurnaan pun pasti bermacam-macam. Jadi di setiap tingkatan yakin pasti ada kriteria tersendiri yang di tingkatan lainnya tak dapat ditemukan.
[10]. Tsaqafi, Ibrahim bin Muhammad, Al-Gharât (Al-Istinfar wa Al-Gharaat), Riset dan edit oleh Husaini, Abduzzahra, jil. 1, hal. 84, Darul Kitab Al-Islami, Qum, Cetakan Pertama, 1410 H.
[11]. Mishbah Al-Syari’ah, hal. 177.
[12]. Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, al-Kâfi, jil. 3, hal. 138-139, Dar Al-Hadith, Qom, Cetakan Pertama, 1429 H.
[13]. Mishbâh Al-Syari’ah, hal. 177-178.
[14]. Al-Kâfi, jil. 3, hal. 134-135.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

  • Apakah Muslim Syiah tidak akan masuk neraka?
    15570 Teologi Lama 2012/06/12
    Tolak ukur perhitungan di hari kiamat untuk menentukan apakah sesorang layak memasuki surga atu neraka berdasar pada kaidah-kaidah yang telah dijelaskan oleh Allah Swt dalam ayat-ayat suci-Nya. Tuhan tidak mempedulikan faktor perbedaan kelompok, keturunan, dan bangsa dalam hal ini. Tolak ukur utama adalah amal perbuatan manusia; yakni ...
  • Bagaimana Syiah mencari sisi benar sebagian ayat yang menyandarkan perbuatan dosa pada para nabi namun pada ayat-ayat lainnya misalnya pada ayat-ayat hukum mereka menyandarkan pada seluruh huruf dan tanda baca ayat?
    7709 Kalam Jadid 2013/08/13
    Apa yang menyebabkan mengapa jalan takwil dan ragam taujih atas al-Quran dilalui karena sebagian kemestian bahasa dan terkadang sebagian disebabkan oleh kemestian rasional (aqli) dan referensial (naqli) sehingga kita harus menyimpulkan al-Quran secara lahir. Benar bahwa sepanjang terdapat dalil definitif maka tidak terbuka jalan untuk melakukan takwil ...
  • Salat memohon hujan (istisqâ) itu apa? Apakah orang-orang dapat dipaksa untuk mengerjakan salat ini?
    5123 Serba-serbi 2014/09/24
    Di antara salat yang dianjurkan (mustahab) untuk dikerjakan adalah salat istisqâ. Istisqâ bermakna memohon untuk dapat meminum air. Tatkala hujan jarang turun, sungai-sungai menjadi kering dan langit disebabkan oleh merajalelanya dosa-dosa, kufur nikmat, hak-hak tidak ditunaikan, mengurangi timbangan, kezaliman, meninggalkan amar makruf dan nahi mungkar, dan seterusnya, ...
  • Mengapa muncul aliran-aliran filsafat? Apa saja aliran filsafat Islam itu?
    38642 Garis Besar 2013/12/05
    Sebab munculnya aliran-aliran filsafat adalah lantaran perbedaan pandangan para filosof terkait dengan definisi filsafat yang berbuntut pada perbedaan beberapa prinsip sehingga menyebabkan berdirinya beberapa aliran filsafat. Secara teori, aliran-aliran filsafat dalam peradaban Islam terdiri dari dua yaitu Peripatetik (Massyâ) dan Iluminasionis (Isyrâq). Sumber dua aliran ini pada ...
  • Apakah menablighkan agama (mengajarkan dan membimbing non-Muslim dan lain sebagainya) diwajibkan bagi setiap Muslim?
    11832 Akhlak Praktis 2012/04/03
    Islam adalah sebuah agama global, universal, paling sempurna dan paling akhir dari agama-agama yang pernah diturunkan Allah Swt. Atas dasar itu, seluruh manusia, dari mana pun suku dan bangsanya, harus mengenal agama ini. Satu-satunya jalan untuk memperkenalkan ajaran membina manusia ini kepada bangsa-bangsa lain adalah ...
  • Apakah dosa besar akan diampuni?
    37253 Akhlak Praktis 2011/01/08
    Dosa besar merupakan sebuah dosa yang dijanjikan azab dalam al-Qur’an atau dalam riwayat bagi mereka yang mengerjakannya. (Terdapat beberapa kriteria lainnya yang disebutkan terkait dengan sebuah perbuatan sehingga disebut sebagai dosa besar). Demikian juga dosa kecil dengan adanya pengulangan (dengan getol melakukan hal tersebut) akan berubah menjadi ...
  • Apakah peran Islam dalam kemajuan peradaban manusia?
    58017 Sejarah Fikih 2012/02/16
    Peradaban pada setiap bangsa merupakan tanda-tanda kemajuan dan perkembangan bangsa tersebut. Histori terbentuknya peradaban di negara-negara Islam adalah bermakna bahwa mereka memiliki produksi pemikiran, kekayaan, saham dan juga kudrat dan kekuasaan. Karena jika selain ini yang terjadi, maka peradaban tidak akan terbentuk. Peradaban adalah dengan makna penerimaan untuk menempati ...
  • Siapakah yang dimaksud dengan orang-orang Majusi?
    59253 Teologi Lama 2012/06/09
    Kata “majusi” yang disebut dalam bahasa Arab yaitu orang-orang Zoroaster diadaptasi dari kata “ma-gu-sy” atau “magu” Persia kuno yang kemudian menjadi Magus setelah kata ini masuk dalam peristilahan bahasa Yunani. Kata magic dalam bahasa Inggris juga diadopsi dari kata ini. Dengan masuknya kata ini ke dalam bahasa ...
  • Bagaimana para khalifah kok bisa sukses memimpin pemerintahan sementara Imam Ali As tidak sukses?
    9807 Sejarah Kalam 2011/04/19
    Dalam pertanyaan ini terdapat pernyataan-pernyataan klaimitis yang tidak dapat diterima yang akan disebutkan sebagaimana berikut ini: 1.     Harap diketahui bahwa dengan asumsi riwayat-riwayat yang menghukum kekufuran dan kemunafikan sahabat di dalamnya kita terima namun hukum kekufuran dan ...
  • Apakah ada ayat al-Quran yang menjelaskan tentang kaum Israel dan Palestina?
    115251 Tafsir 2013/10/26
    Sebagaimana yang Anda ketahui bahwa “negara” Israel tidak memiliki sejarah yang panjang. “Negara” Israel berdiri pada beberapa dasawarsa terakhir dengan mencaplok tanah Palestina. Kawasan ini bernama Palestina dan Suriah yang telah dikenal sebelumnya dalam sejarah. Adapun tentang wilayah Palestina sebagian ahli tafsir berkata, “Yang dimaksud dengan tanah ...

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261090 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246245 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230038 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    214895 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176224 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171541 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168015 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158052 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140834 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    133987 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...