Please Wait
Hits
6305
6305
Tanggal Dimuat:
2015/02/14
Ringkasan Pertanyaan
Ceritakan sejarah lengkap Muslim bin Ausajah?
Pertanyaan
Mohon Anda jelaskan tentang sejarah dan biografi Muslim bin Ausajah?
Jawaban Global
Walaupun sahabat Imam Husain As termasuk sahabat-sahabat pilihan para Imam Maksum As, sebagaimana ketika Imam Husain As berkata-kata kepada para sahabat dan penolong setianya pada malam Asyura, “Aku tidak mengenal sahabat yang lebih baik dan lebih utama dari pada para sahabatku” [1] namun kita tidak memiliki akses informasi tentang riwayat hidup dan biografi mereka, baik secara personal atau pun sosial. Salah satu sahabat itu adalah Muslim bin Ausajah. Bahkan ia termasuk sahabat Nabi Muhammad Saw dan mempunyai kedudukan istimewa di antara kaum Muslimin.
Bukti kedudukan sosial Muslim bin Ausajah adalah keterangan lisan dari Syabats bin Rib’i setelah mendengar kabar kesyahidan Muslim. Syabatas berkata, “Muslim bin Ausajah (pada peristiwa Karbala ketika melontarkan pesan kepada pembunuhnya) berkata: Ibumu akan duduk menangisimu, apakah kalian tidak tahu bahwa dengan perbuatan ini kalian sendiri membunuh diri kalian dan menghinakan diri kalian untuk orang lain? Apakah kau akan senang dengan membunuh Muslim bin Ausajah kalian akan puas? Padahal aku bersumpah bahwa seseorang yang menyerah kepadanya maka ia akan memiliki kedudukan yang terhormat di antara kaum Muslimin; "Sesungguhnya aku melihatnya suatu hari pada penaklukan Azarbaijan dimana ia membunuh 6 orang musyrik sebelum pasukan Muslimin tiba di tempat.“[2]
Dengan adanya keterangan dari musuh ini, menunjukkan bahwa kedudukan Muslim bin Ausajah pada zaman itu telah jelas. Namun sayangnya dikarenakan adanya penyelewengan atau hilangnya sanad-sanad di sepanjang sejarah, sehingga tidak ada informasi terkait dengan biografi sosok besar ini yang sampai kepada kita, kecuali yang terkait dengan peristiwa Karbala.
Dalam kitab “Anshār al-Husain” disebutkan, “Muslim bin Ausajah adalah seorang lelaki tua dengan umur yang telah lanjut. Ia merupakan pembesar (dihormati dan disegani) dalam kabilahnya dan termasuk sosok yang cukup berpengaruh di masyarakat Kufah.” Demikian juga disebutkan bahwa, “Semua sanad dengan nama Muslim bin Ausajah Asadi termasuk penolong Imam Husain dan syahid Karbala. Ia adalah syahid pertama kali yang gugur dari pasukan Imam Husain As. Ia termasuk sahabat Nabi Muhammad Saw dan meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad Saw. Di Kufah, ia mengumpulkan baiat untuk Imam Husain dan Muslim bin Aqil. Ketika Muslim bin Aqil memulai pergerakan singkatnya, Muslim bin Ausajah mengikat perjanjian dengan sejumlah kabilah untuk berbaiat kepada Muslim bin Aqil.[3]
Selain itu, peristiwa Mu’aqqal (mata-mata Ibnu Ziyad yang menyamar dan mengaku sebagai Syiah dan pecinta Imam) menampakkan dan menjukkan secara nyata kedudukan Muslim bin Ausajah di antara kaum Syiah Kufah. Ketika Mu’aqqal memasuki kota Kufah, ia bertanya tentang Muslim bin Ausajah kepada masyarakat Kufah, dalam menjawabnya, warga Kufah berkata, “Pergilah ke hadapan Muslim bin Ausajah, ia adalah seseorang yang mengumpulkan ba’iat kepada Imam Husain As.”[4]
Namun, barangkali dapat dikatakan bahwa malam dan siang hari Asyura adalah waktu yang paling gemilang dalam prestasi Muslim bin Ausajah. Dengan segala cara, ia menghadirkan dirinya di Karbala dan bergabung dengan Imam Husain As, pada malam Asyura, setelah Imam Husain As mengambil baiat dari pengikut setianya dan memberikan ijin untuk meninggalkan perang, maka setiap dari penolong Imam Husain As mengumumkan kesetiannya. Salah satu dari mereka adalah Muslim bin Ausajah yang mengumumkan kesetiaannya dengan kata-kata yang bergerola dan penuh epik, “Apabila kami tidak lagi menolong Anda, bagaimana kami bisa menunaikan hak Anda dan dengan apa kami harus menemui Tuhan? Tidak, aku bersumpah tidak akan berlaku demikian walaupun aku bisa menusukkan tombak di perut mereka dan aku bisa memukulkan pedangku sehingga mereka akan terluka sampai pedang berada di tanganmu, apabila aku tidak mempunyai senjata, maka aku akan melempar batu untuk menghabisi mereka. Aku bersumpah, aku tidak akan membiarkan sendiri sampai Allah Swt mengetahui bahwa kami menjaga Anda ketika Rasulullah Saw tidak ada. Aku bersumpah jika aku mengetahui akan terbunuh, kemudian akan hidup lagi, akan terbakar, akan kembali hidup dan hal itu akan berulang sebanyak 70 kali, aku tidak akan membiarkanmu sendiri sehingga nyawaku akan terlepas dari badanku. Karena itu, bagaimana mungkin kami tidak akan melakukan itu, padahal aku tahu aku hanya akan sekali hidup dan hal ini adalah kehormatan yang tidak akan pernah hilang sama sekali.”[5]
Perkataan yang sangat bergerola, heroik dan penuh epik ini, diucapkan ketika kebenaran berhadap-hadapan dengan kebatilan. Hal ini menunjukkan akan ketajaman pandangannya, loyalitasnya (tawalli), kekuatan imannya dan kesetiaannya dalam mengikuti keyakinannya di mana setelah mengenal kebenaran tidak mau berhenti sekejap pun dalam menolong Imam Husain As, atas dasar alasan apapun.
Di samping itu, peristiwa kesyahidannya merupakan prestasi emas yang telah diukirnya. Muslim bin Ausajah walaupun usianya sudah renta dan mempunyai posisi di masyarakat, sebagai prajurit Imam Husain As pergi ke medan peperangan dan setelah selesai peperangan itu, badan sucinya jatuh ke atas bumi. Pada saat itu, Imam Husain As bersama dengan Habib bin Mazhahir pergi menghampirinya dan berucap kepadanya, “Semoga Tuhanmu merahmatimu, wahai Muslim, ‘Maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu; dan mereka sedikit pun tidak merubah (janji merekanya).[6]’”
Kemudian Habib pun mendekat ke arah Muslim dan berkata, “Kesyahidanmu berat bagiku, wahai Muslim, engkau akan bergembira dengan kabar surga.” Kemudian dengan suara lirih Muslim berkata, “Jika aku tidak mengetahui bahwa beberapa saat lagi aku (juga) akan syahid, (namun) aku suka jika engkau mewasiatkan sesuatu kepadaku segala sesuatu yang penting.” Muslim bin Ausajah berkata kepadanya, “Aku wasiatkan kepadamu Aba ‘Abdillah al-Husain. Karena itu beperanglah dan terbunuhlah sebelum Imam Husain As terbunuh.”[7]
Di samping itu, Sayid Ibnu Thawus juga menuliskan nama Muslim bin Ausajah dalam doa ziarah para syahid Karbala yang semakin menegaskan kedudukan tinggi dan istimewa yang dimilikinya.[8] [iQuest]
Bukti kedudukan sosial Muslim bin Ausajah adalah keterangan lisan dari Syabats bin Rib’i setelah mendengar kabar kesyahidan Muslim. Syabatas berkata, “Muslim bin Ausajah (pada peristiwa Karbala ketika melontarkan pesan kepada pembunuhnya) berkata: Ibumu akan duduk menangisimu, apakah kalian tidak tahu bahwa dengan perbuatan ini kalian sendiri membunuh diri kalian dan menghinakan diri kalian untuk orang lain? Apakah kau akan senang dengan membunuh Muslim bin Ausajah kalian akan puas? Padahal aku bersumpah bahwa seseorang yang menyerah kepadanya maka ia akan memiliki kedudukan yang terhormat di antara kaum Muslimin; "Sesungguhnya aku melihatnya suatu hari pada penaklukan Azarbaijan dimana ia membunuh 6 orang musyrik sebelum pasukan Muslimin tiba di tempat.“[2]
Dengan adanya keterangan dari musuh ini, menunjukkan bahwa kedudukan Muslim bin Ausajah pada zaman itu telah jelas. Namun sayangnya dikarenakan adanya penyelewengan atau hilangnya sanad-sanad di sepanjang sejarah, sehingga tidak ada informasi terkait dengan biografi sosok besar ini yang sampai kepada kita, kecuali yang terkait dengan peristiwa Karbala.
Dalam kitab “Anshār al-Husain” disebutkan, “Muslim bin Ausajah adalah seorang lelaki tua dengan umur yang telah lanjut. Ia merupakan pembesar (dihormati dan disegani) dalam kabilahnya dan termasuk sosok yang cukup berpengaruh di masyarakat Kufah.” Demikian juga disebutkan bahwa, “Semua sanad dengan nama Muslim bin Ausajah Asadi termasuk penolong Imam Husain dan syahid Karbala. Ia adalah syahid pertama kali yang gugur dari pasukan Imam Husain As. Ia termasuk sahabat Nabi Muhammad Saw dan meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad Saw. Di Kufah, ia mengumpulkan baiat untuk Imam Husain dan Muslim bin Aqil. Ketika Muslim bin Aqil memulai pergerakan singkatnya, Muslim bin Ausajah mengikat perjanjian dengan sejumlah kabilah untuk berbaiat kepada Muslim bin Aqil.[3]
Selain itu, peristiwa Mu’aqqal (mata-mata Ibnu Ziyad yang menyamar dan mengaku sebagai Syiah dan pecinta Imam) menampakkan dan menjukkan secara nyata kedudukan Muslim bin Ausajah di antara kaum Syiah Kufah. Ketika Mu’aqqal memasuki kota Kufah, ia bertanya tentang Muslim bin Ausajah kepada masyarakat Kufah, dalam menjawabnya, warga Kufah berkata, “Pergilah ke hadapan Muslim bin Ausajah, ia adalah seseorang yang mengumpulkan ba’iat kepada Imam Husain As.”[4]
Namun, barangkali dapat dikatakan bahwa malam dan siang hari Asyura adalah waktu yang paling gemilang dalam prestasi Muslim bin Ausajah. Dengan segala cara, ia menghadirkan dirinya di Karbala dan bergabung dengan Imam Husain As, pada malam Asyura, setelah Imam Husain As mengambil baiat dari pengikut setianya dan memberikan ijin untuk meninggalkan perang, maka setiap dari penolong Imam Husain As mengumumkan kesetiannya. Salah satu dari mereka adalah Muslim bin Ausajah yang mengumumkan kesetiaannya dengan kata-kata yang bergerola dan penuh epik, “Apabila kami tidak lagi menolong Anda, bagaimana kami bisa menunaikan hak Anda dan dengan apa kami harus menemui Tuhan? Tidak, aku bersumpah tidak akan berlaku demikian walaupun aku bisa menusukkan tombak di perut mereka dan aku bisa memukulkan pedangku sehingga mereka akan terluka sampai pedang berada di tanganmu, apabila aku tidak mempunyai senjata, maka aku akan melempar batu untuk menghabisi mereka. Aku bersumpah, aku tidak akan membiarkan sendiri sampai Allah Swt mengetahui bahwa kami menjaga Anda ketika Rasulullah Saw tidak ada. Aku bersumpah jika aku mengetahui akan terbunuh, kemudian akan hidup lagi, akan terbakar, akan kembali hidup dan hal itu akan berulang sebanyak 70 kali, aku tidak akan membiarkanmu sendiri sehingga nyawaku akan terlepas dari badanku. Karena itu, bagaimana mungkin kami tidak akan melakukan itu, padahal aku tahu aku hanya akan sekali hidup dan hal ini adalah kehormatan yang tidak akan pernah hilang sama sekali.”[5]
Perkataan yang sangat bergerola, heroik dan penuh epik ini, diucapkan ketika kebenaran berhadap-hadapan dengan kebatilan. Hal ini menunjukkan akan ketajaman pandangannya, loyalitasnya (tawalli), kekuatan imannya dan kesetiaannya dalam mengikuti keyakinannya di mana setelah mengenal kebenaran tidak mau berhenti sekejap pun dalam menolong Imam Husain As, atas dasar alasan apapun.
Di samping itu, peristiwa kesyahidannya merupakan prestasi emas yang telah diukirnya. Muslim bin Ausajah walaupun usianya sudah renta dan mempunyai posisi di masyarakat, sebagai prajurit Imam Husain As pergi ke medan peperangan dan setelah selesai peperangan itu, badan sucinya jatuh ke atas bumi. Pada saat itu, Imam Husain As bersama dengan Habib bin Mazhahir pergi menghampirinya dan berucap kepadanya, “Semoga Tuhanmu merahmatimu, wahai Muslim, ‘Maka di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu; dan mereka sedikit pun tidak merubah (janji merekanya).[6]’”
Kemudian Habib pun mendekat ke arah Muslim dan berkata, “Kesyahidanmu berat bagiku, wahai Muslim, engkau akan bergembira dengan kabar surga.” Kemudian dengan suara lirih Muslim berkata, “Jika aku tidak mengetahui bahwa beberapa saat lagi aku (juga) akan syahid, (namun) aku suka jika engkau mewasiatkan sesuatu kepadaku segala sesuatu yang penting.” Muslim bin Ausajah berkata kepadanya, “Aku wasiatkan kepadamu Aba ‘Abdillah al-Husain. Karena itu beperanglah dan terbunuhlah sebelum Imam Husain As terbunuh.”[7]
Di samping itu, Sayid Ibnu Thawus juga menuliskan nama Muslim bin Ausajah dalam doa ziarah para syahid Karbala yang semakin menegaskan kedudukan tinggi dan istimewa yang dimilikinya.[8] [iQuest]
[1]. Najmi, Muhammad Shadiq, Sukhānān Husain bin Ali az Madinah ta Karbalā, hal. 209, Qum, Bustab Kitab, Cet. 11, 1386.
[2]. Amin ‘Amili, Sayid Muhsin, A’yān Al-Syiah, jild. 1, hlm. 605, Beirut, Dar al-Ta’arud , AL- Mathbu’at, 1406.
[3] . Syamsudin, Muhammad Mahdi, Anshār al-Husain, jil. 1, hal. 86, tanpa tempat, tanpa pencetak, ce. 2, 1401
[4]. Majlisi, Muhammad Baqir, Bihār al-Anwār, jil. 44m hal. 342, Beirut, Dar Ihya al-Tsurats al-Arabi, Cet. 2, 1403, Abul Faraj Ali bin Husain Isfahani, Maqātil al-Thālibin, Riset Sayid Ahmad Saqar, jil. 3, hal. 29, Beirut, Dar al-Ma’rifah, tanpa tahun.
[5]. Bihār al-Anwār, jil. 44, hal. 393.
[6] . (Qs. Al-Ahzab [33]:23)
[7]. Ibid, jil. 45, hlm. 20 dan 69
[8]. Ibnu Thawus, Ali bin Musa, Iqbāl al-A’māl, jil. 2, hal. 575, Tehran, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Cet. 2. Hlm. 1409.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar