Please Wait
8009
“Syaikhiyah” adalah suatu aliran yang didirikan oleh Syaikh Ahmad Ihsai. Syaikh Ahmad lahir di kota Ihsa pada tahun 1166 H dan pada tahun 1186 berangkat ke Karbala dan belajar kepada ulama-ulama Syi’ah. Ia, pergi ke Iran dalam rangka menziarahi Imam Ridha As, tinggal di Yazd dan beberapa waktu kemudian ia menerima panggilan Fath Ali Shah untuk datang ke Tehran dan setelah itu ia pergi ke Kermansyah guna memenuhi undangan Muhammad Ali Mirza dan menetap di sana. Setelah Muhammad Ali Mirza meninggal, Ahmad Ihsai pergi ke Qazwin. Di sanalah ia banyak dituduh kafir oleh ulama Syi’ah akibat menampakkan sebagian keyakinan-keyakinannya dan terpaksa ia harus angkat kaki dari Iran dan pergi ke Iraq dan ia meninggal dalam perjalanannya menuju Madinah dan jasadnya dikuburkan di pemakaman Baqi.
Di antara keyakinan dan kepercayaannya adalah:
1. Para imam merupakan penyebab-penyebab empat alam.
2. Mengenal rukun keempat (yaitu para pembesar dan tokoh-tokoh Syaikhiyah), di samping mengenal Allah Swt dan para Nabi dan Imam, dianggap sebagai bagian dari prinsip-prinsip agama.
3. Al-Qur’an merupakan kalam Nabi Saw.
4. Imam Zaman hidup dan tinggal di alam ruhani (bukan di alam materi ini).
5. Rukun keempat merupakan wakil khusus Imam Zaman As dan ia juga termasuk wakil Imam Zaman dan lain-lain.
Sejarah Syaikhiyah
Pendiri dan pelopor aliran ini adalah Syaikh Ahmad Ihsai. Ia lahir di kota Ihsa pada tahun 1166 H[1] dan pada tahun 1186 H berangkat ke Karbala. Di Karbala, ia belajar pada sebagian ulama Syi’ah, seperti Baqir Bahbahani, Shahib Riyadh, Sayyid Mahdi Bahrul Ulum dan Syaikh Ja’far Kasyiful Githa.
Ia, selain belajar Fikih, Ushul dan Hadis, juga banyak mempelajari ilmu Tabib (kedokteran), Astronomi, Matematika, ilmu huruf, bilangan, dan juga Filsafat.
Pada tahun 1209 H, dengan alasan menyebarkan penyakit menular, ia pulang ke Ihsa dan pada tahun 1212 H, datang kembali ke Irak dan menetap di kota Bashrah. Pada tahun 1221 H berangkat ke Khurasan (Masyhad) guna menziarahi makam Imam Ridha As dan dari sana ia pergi ke Yazdi dan untuk memenuhi permintaan penduduk Yazdi, ia pun menetap disana dan dari sanalah ia banyak dikenal.
Menjelang beberapa waktu kemudian, ia pergi ke Tehran memenuhi undangan Fath Ali Shah Qajar dan disana ia sangat dihormati [2] dan kemudian Muhammad Ali Mirza, putra Fath Ali Shah, mengundangnya untuk datang ke Kermansyah. Di tempat ini ia mendapatkan penghormatan yang sangat tinggi[3] dan tinggal disana hingga kematian Muhammad Ali Mirza, kemudian berangkat ke Qazwin. Di Qazwin, ia disambut baik oleh para ulama dan juga melakukan berbagai aktiftas seperti mendirikan shalat berjamaah di mesjid Shah Qazwin, mengajar di madrasah Shalehiyah, namun karena alasan keyakinan-keyakinannya maka ia dikafirkan oleh Mulla Muhammad Taqi Burghani, ulama besar Qazwin dan hukum yang dikeluarkan beliau itu sangat disambut dan diterima oleh ulama-ulama Syi’ah yang ada di Iran, Irak dan seluruh pusat oang-orang Syi’ah.[4]
Setelah itu, ia meninggalkan Qazwin menuju Masyhad dan pada akhirnya setelah meninggalkan Iran dan pergi ke Irak dan dari sana ia mengadakan perjalanan dan tanpa diketahui orang-orang, dalam perjalanannya ia menemukan ajal. Dalam perjalanan tersebut, ia meninggal di desa Hadiyahdalam tiga rumah dan dikuburkan di pemakaman Baqi.[5]
Setelah Syaikh Ahmad meninggal, Sayid Kazhim Rasyti meneruskan penyebaran pemikirin dan ide-idenya dan kemudian mendirikan aliran baru bernama Kasyfiyah dan dari aliran ini muncul lagi aliran baru bernama Babiyah.[6]
Akidah dan keyakinan Syaikh Ahmad Ihsai
Syaikh Ahmad Ihsai ini ermazhab Akhbariyun dan dari aspek keyakinannya, ia termasuk salah satu kelompok Ghulat. Ia meyakini bahwa:
1. Para Imam Ma’shum As merupakan penyebab-penyebab empat alam.[7]
2. Prinsip-prinsip agamanya itu adalah makrifat kepada Allah Swt, makrifat kepada para nabi, makrifat kepada para Imam As dan makrifat kepada rukun keempat; yaitu kepada para tokoh, sesepuh dan pembesar-pembesar Syaikhiyah.[8] Dengan alasan inilah, ia memiliki beberapa kekhususan, di antaranya: tidak menerima dan tidak menganggap keadilan itu sebagai salah satu pokok dan inti prinsip-prinsip agama dan percaya kepada rukun keempat.
3. Al-Qur’an merupakan kalam dan sabda Nabi Saw.[9]
4. Allah Swt dengan para nabi itu merupakan sebuah satu kesatuan.[10]
5. Imam Zaman Ajf, dengan alasan takut, lari ke alam hur qulyaayi dan alam ruhani ini bukanlah alam materi.[11]
Mantan PM Prancis, Kunt Dugu Binu, dalam buku “Se Sâl dar Irân” (tiga tahun di Iran) menulis bahwa: Perbedaan Syaikhiyah dengan seluruh kaum Syi’ah adalah bahwa kaum Syi’ah mengatakan: Imam yang ke 12 itu hidup dan menjalani kehidupan seperti manusia pada umumnya (dengan badan jasmani), akan tetapi para pengikut Syaikhiyah mengatakan: Imam yan ke 12 itu hidup tapi dalam bentuk ruhani.[12]
6. Di tengah-tengah kaum Syi’ah ada seorang yang menjadi media penghubung yang merupakan manusia sempurna, memegang tampuk sebagai wakil khusus Imam Zaman Ajf dan tentunya ia mengetahui sendiri bahwa dirinya memilki maqam ini.[13] Ia memiliki pandangan-pandangan khusus dalam masalah mikraj Nabi Saw, ma’ad, dan lain sebagainya dimana untuk mengkajinya perlu waktu banyak.
Akhirnya kata bahwa banyak hal-hal yang Syaikh Ahmad tinggalkan seperti karya-karya tulisan yang kira-kira mencapai 135 buku dan risalah dimana sebagian besarnya sudah dicetak dan diterbitkan, di antaranya: Jawâmi’ul Kalim, Syarhuzziyârah, Syarh Hikmatil ‘Arsyiyah, Syarh Masyâ’ir dan lain-lain. Buku-bukunya itu banyak menggunakan redaksi-redaksi berupa rumus atau kata-kata sandi yang sangat populer di kalangan kelompok sufi.
Terkait hal ini, Sayid Muhsin Amin menyatakan bahwa: Ada beberapa hal yang dinisbahkan kepada Kasyfiyah dimana –kalau benar– ia merupakan kelompok Ghulat yang menyebabkan keluar dari agama dan juga dari Syaikh Ahmad dan rekan-rekan dia dari ulama-ulama Kasyfiyah keluar dan muncul ungkapan-ungkapan yang tidak dapat dipahami dan syathat (ungkapan yang keluar dari seseorang tanpa disadari) seperti yang banyak terjadi di kalangan orang-orang sufi.[14][]
Pelbagai sumber untuk mengetahui lebih banyak tentang aliran ini:
1. Hayat-e syaikh Ahmad Ihsai, ditulis oleh anak syaikh Ahmad.
2. Karim Khan Kermani, Irsyâdul ‘Ulûm.
3. Zarandi, Tarikh Nabil.
4. Muhammad bin Sayid Shaleh Qazwini Musawi, Radd Syaikhiyah.
5. Muhammad Kazhim Khalishi, Asrâr-e Pedâyesy-e Syaikhiyah, Babiyah, Bahaiyyah.
6. Muhammad Kazhim Khalishi, Khurâafaat Syaikhiyah wa Kufrayat Irsyâdul ‘Awwâm.
7. Hakim Hasyimi, Kasyful Murâd (studi tentang akidah syaikhiyah).
8. Al Kirâm al Barârah, jilid 1, hal 88-91.
9. Muhammad Karim Khan, terjemahan Dalilul Mutahhirin, hal 1-51.
10. Sayid Jalaluddin Asytiyani, Muqaddame-ye Syawâhid al-Rubûbiyah.
11. ‘Alauddin Sayid Amir Muhammad al Kazhimi al Qazwini.
[1] . Sebuah daerah yang terletak di Qathiif yang merupakan bagian dari Bahrain dan dekat dengan pantai Saudi Arabiyah.
[2] . Dâiratul Ma’ârif Tasyayyu’ (Enseklopedia pengetahuan tentang Syi’ah), jilid 1, hal 500.
[3] .ibid, hal 500-501.
[4] .Yahya Nuri, Khatamiyat-e Payâmbar, hal 41.
[5] . Dâiratul Ma’ârif Tasyayyu’, jilid 1, hal 500-501; A’yânu al-Syi’ah, jilid 2, hal 589-590; Mirza Muhammad Tankaabani, Qishashul ‘Ulamâ, hal 42-44; Rabbani Gulpaighani, Firaq wa Madzâhib-e Kalam-e Islâmi, hal 329-335; Dr. Muhammad Jawad Masykur, Farhang wa Firaq Islâmi, hal 266-270.
[6] . majalah Intizhâr, no pertama tahun 1380 Syamsi, hal 240-250; Rabbani Gulpaighani, firaq wa Madzâhib-e Kalam-e islâami, hal 329-335.
[7] .ibid.
[8] . Mirza Muhammad Tankaabani, Qishashul ‘Ulamâ, hal 43.
[9] . majalah Intizhâr, no pertama tahun 1380 Syamsi, hal 240-250.
[10] .ibid.
[11] .ibid.
[12] .Murtadha Mudarrisi Chardehi, Syaikhigâri, Bâbigâri, hal 41.
[13] .ibid, hal 73-75.
[14] . A’yânu al-Syi’ah, jilid 2, hal 589-590.