Please Wait
Hits
36318
36318
Tanggal Dimuat:
2014/01/06
Ringkasan Pertanyaan
Faktor-faktor apa saja yang membuat manusia lalai dari mengingat Tuhan?
Pertanyaan
Mengapa sebagian manusia lalai dari mengingat Tuhan?
Jawaban Global
Salah satu tema yang dibahas dalam ilmu Akhlak adalah tema tentang ghaflat (lalai). Ulama akhlak, dalam karya-karya mereka mengemukakan beberapa pembahasan rinci terkait dengan masalah ini. Salah satunya pasal yang membahas tentang hal ini adalah sebab-sebab dan faktor-faktor yang membuat manusia lalai.
Lalai (ghaflah) sebagaimana yang dikemukakan dalam definisi, “keluarnya sesuatu dari pikiran setelah sebelumnya mengingatnya.” Al-ghafla al-sahwu ‘an al-syai.”[1]
Lalai adalah terbentangnya tirai pada pikiran dan hati manusia yang membuatnya jauh dari sebuah fakta dan realitas. Al-Quran dalam hal ini menyatakan,
«وَ لَقَدْ ذَرَأْنا لِجَهَنَّمَ كَثيراً مِنَ الْجِنِّ وَ الْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِها وَ لَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِها«
وَ لَهُمْ آذانٌ لا يَسْمَعُونَ بِها أُولئِكَ كَالْأَنْعامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولئِكَ هُمُ الْغافِلُونَ»
“Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi mereka tidak mempergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Qs. Al-A’raf [7]:179)
Yang dimaksud dengan lalai di sini boleh jadi bersifat umum dari sekedar lalai mengingat Tuhan, lalai dari ayat-ayat Tuhan, lalai dari mengingat akhirat. Atau dengan kata lain, lalai dari segala sesuatu yang mengantarkan manusia kepada kesempurnaan. “
«وَإِنَّ كَثِيراً مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ»
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (Qs. Yunus [10]:92)
Pada pendahuuan ini harus dikatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan manusia lalai yang disinggung pada sebagian ayat dan riwayat adalah sebagai berikut:
Lalai (ghaflah) sebagaimana yang dikemukakan dalam definisi, “keluarnya sesuatu dari pikiran setelah sebelumnya mengingatnya.” Al-ghafla al-sahwu ‘an al-syai.”[1]
Lalai adalah terbentangnya tirai pada pikiran dan hati manusia yang membuatnya jauh dari sebuah fakta dan realitas. Al-Quran dalam hal ini menyatakan,
«وَ لَقَدْ ذَرَأْنا لِجَهَنَّمَ كَثيراً مِنَ الْجِنِّ وَ الْإِنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِها وَ لَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِها«
وَ لَهُمْ آذانٌ لا يَسْمَعُونَ بِها أُولئِكَ كَالْأَنْعامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُولئِكَ هُمُ الْغافِلُونَ»
“Dan sesungguhnya Kami ciptakan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari bangsa jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi mereka tidak mempergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) mereka tidak mempergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Qs. Al-A’raf [7]:179)
Yang dimaksud dengan lalai di sini boleh jadi bersifat umum dari sekedar lalai mengingat Tuhan, lalai dari ayat-ayat Tuhan, lalai dari mengingat akhirat. Atau dengan kata lain, lalai dari segala sesuatu yang mengantarkan manusia kepada kesempurnaan. “
«وَإِنَّ كَثِيراً مِنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ»
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami.” (Qs. Yunus [10]:92)
Pada pendahuuan ini harus dikatakan bahwa faktor utama yang menyebabkan manusia lalai yang disinggung pada sebagian ayat dan riwayat adalah sebagai berikut:
- Mencintai dunia secara berlebihan: Al-Quran memandang salah satu faktor penyebab manusia lalai adalah cinta dunia dan menaruh perhatian secara ekstrem pada dunia. Al-Quran menyatakan:
«إِنَّ الَّذينَ لا يَرْجُونَ لِقاءَنا وَ رَضُوا بِالْحَياةِ الدُّنْيا وَ اطْمَأَنُّوا بِها وَ الَّذينَ هُمْ عَنْ آياتِنا غافِلُون»
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami.”(Qs. Yunus [10]:7)
Imam Baqir menyampaikan kepada Jabir, “Wahai Jabir! Tidak sepantasnya bagi orang beriman bersandar dan sibuk dengan urusan dunia. Ketahuilah anak-anak (dan orang-orang yang bergantung pada) dunia adalah orang-orang lalai.”[2]
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami, merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu, dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami.”(Qs. Yunus [10]:7)
Imam Baqir menyampaikan kepada Jabir, “Wahai Jabir! Tidak sepantasnya bagi orang beriman bersandar dan sibuk dengan urusan dunia. Ketahuilah anak-anak (dan orang-orang yang bergantung pada) dunia adalah orang-orang lalai.”[2]
- Dominasi Setan: Salah satu factor yang menyebabkan manusia lalai adalah dominasi setan atas manusia.
«اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ...»
“Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah.” (Qs. Al-Mujadilah [5]:19)
Salah satu perbuatan yang dilakukan setan adalah membuat manusia lupa akan Tuhan dan menjadikannya lalai.
“Setan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah.” (Qs. Al-Mujadilah [5]:19)
Salah satu perbuatan yang dilakukan setan adalah membuat manusia lupa akan Tuhan dan menjadikannya lalai.
- Menuruti hawa nafsu: Allah Swt terkait dengan orang-orang lalai dan mengikuti hawa nafsu berfirman:
«وَ لا تُطِعْ مَنْ أَغْفَلْنا قَلْبَهُ عَنْ ذِکْرِنا وَ اتَّبَعَ هَواهُ وَ کانَ أَمْرُهُ فُرُطا»
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan urusannya senantiasa melewati batas.” (Qs. Al-Kahf [18]:28)
“Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan urusannya senantiasa melewati batas.” (Qs. Al-Kahf [18]:28)
- Panjang angan-angan: Faktor lainnya yang membuat manusia lalai adalah panjang angan-angan; karena panjang angan-angan yang membuat pikiran dan hati manusia sibuk memikirkan bagaimana mencapai angan-angan tersebut sehingga ia lalai memikirkan yang lain. Imam Ali As dalam hal ini bersabda, “Ketauhilah sesungguhnya angan-angan akan membuat hati lalai. Menampakkan janji-janji (yang benar) itu sebagai dusta dan memperbanyak lalai.”[3]
- Memandang permukaan saja: ajaran-ajaran agama, memandang permukaan dan lahiriyah saja pada kehidupan dunia merupakan salah satu penyebab kelalaian manusia.
«يَعْلَمُونَ ظاهِراً مِنَ الْحَياةِ الدُّنْيا وَ هُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غافِلُونَ»
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia ini; sedang mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat.” (Qs. Al-Rum [30]:7)
Perhiasan dan penampakan lahir dunia, dari satu sudut pandang dapat menjadi sebab kelalaian manusia. Dan dari sudut pandang yang lain berpotensi menjadi menyebab kesempurnaan manusia. Hal ini bergantung sepenuhnya bagaimana kita menyikapi dan melihat dunia. Apabila manusia menyiapkan ruang pada dirinya, tatkala ia berhadapan dengan perhiasan dari perhiasan-perhiasan dunia maka ia akan melihatnya sebagai anugerah Tuhan; karena itu, dengan melihatnya tidak saja membuatnya lalai bahkan sebaliknya ia malah akan mengingat Tuhan. Apabila manusia dalam berhadapan dengan segala perhiasan dunia memperhatikan halal dan haram, menunaikan tugas-tugas yang dibebankan Tuhan kepadanya, maka dunia ini bukanlah penyebab lalai dan penipu.
Akan tetapi manusia pada umumnya dalam kehidupan dunia hanya melihat yang nampak permukaan saja dan asyik dengan kelezatan materi, tentu saja apa yang nampak ini akan membuatnya lalai dari akhirat dan tujuan penciptaannya yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan. [iQuest]
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia ini; sedang mereka lalai tentang (kehidupan) akhirat.” (Qs. Al-Rum [30]:7)
Perhiasan dan penampakan lahir dunia, dari satu sudut pandang dapat menjadi sebab kelalaian manusia. Dan dari sudut pandang yang lain berpotensi menjadi menyebab kesempurnaan manusia. Hal ini bergantung sepenuhnya bagaimana kita menyikapi dan melihat dunia. Apabila manusia menyiapkan ruang pada dirinya, tatkala ia berhadapan dengan perhiasan dari perhiasan-perhiasan dunia maka ia akan melihatnya sebagai anugerah Tuhan; karena itu, dengan melihatnya tidak saja membuatnya lalai bahkan sebaliknya ia malah akan mengingat Tuhan. Apabila manusia dalam berhadapan dengan segala perhiasan dunia memperhatikan halal dan haram, menunaikan tugas-tugas yang dibebankan Tuhan kepadanya, maka dunia ini bukanlah penyebab lalai dan penipu.
Akan tetapi manusia pada umumnya dalam kehidupan dunia hanya melihat yang nampak permukaan saja dan asyik dengan kelezatan materi, tentu saja apa yang nampak ini akan membuatnya lalai dari akhirat dan tujuan penciptaannya yaitu kesempurnaan dan kebahagiaan. [iQuest]
[1]. Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 1, hal. 280, Nasir Khusruw, Tehran, 1372 S; Fakhruddin Thuraihi, Majma al-Bahrain, jil. 5, hal. 435, Kitabpurusyi Murtadhawi, Tehran, 1375 S.
«يَا جَابِرُ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَرْكَنَ وَ يَطْمَئِنَّ إِلَى زَهْرَةِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ اعْلَمْ أَنَّ أَبْنَاءَ الدُّنْيَا هُمْ أَهْلُ غَفْلَة»
«يَا جَابِرُ إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَرْكَنَ وَ يَطْمَئِنَّ إِلَى زَهْرَةِ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَ اعْلَمْ أَنَّ أَبْنَاءَ الدُّنْيَا هُمْ أَهْلُ غَفْلَة»
[2]. Hasan bin Ali Ibnu Sya’bah al-Harrani, Tuhaf al-‘Uqul, Riset dan edit oleh Ali Akbar Ghaffari, al-Nash, hal. 287, Jami’ah Mudarrisin, Qum, Cetakan Kedua, 1404 H.
«إِنَّ الْأَمَلَ يُسْهِي الْقَلْبَ وَ يُكْذِبُ الْوَعْدَ وَ يُكْثِرُ الْغَفْلَة»
«إِنَّ الْأَمَلَ يُسْهِي الْقَلْبَ وَ يُكْذِبُ الْوَعْدَ وَ يُكْثِرُ الْغَفْلَة»
[3]. Ibrahim bin Muhammad bin Sa’id bin Hilal Tsaqafi, al-Ghârât, Riset dan edit oleh Abduzzahra Husaini, jil. 2, hal. 436, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Qum, Cetakan Pertama, 1410 H.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar