Advanced Search
Hits
6830
Tanggal Dimuat: 2011/11/20
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana menafsirkan syathiyyât dalam tuturan-tuturan para arif?
Pertanyaan
Bagaimana memaknai bait-bait masyhur di bawah ini dan tuturan-tuturan lain orang-orang yang mengklaim wahdat al-wujud?
Satunya ada, tiada sesuatu apa pun yang ada kecuali Dia
Pada dua alam hanya terdapat satu cahaya-Nya
Dia ada juga tiada
Kedalaman Zat Tuhan tidak dapat diselami
(namun) Kami menemukannya, kamilah kedalaman zat itu
Wahai kaum yang bepergian haji; dimanakah gerangan engkau? Dimana gerangan?
Yang disembah berada di sini, datanglah, datanglah
Mereka yang menuntut perbuatan Tuhan datanglah
Hajat bukan untuk dituntut, jadilah Tuhan..jadilah Tuhan
Mereka mengklaim telah sampai pada Tuhan; laksana orang yang berkata: Apabila engkau mengenal dirimu maka engkau akan sampai pada Tuhan. Atau berkata, “Mereka yang mengklaim kepada Nabi Ibrahim As. Aku adalah pembaca bait ayat iyyaka na’budu nasta’in.” Bahkan mereka tidak mampu terlepas dari jeratan kematian.
Seseorang yang mengklaim diri sebagai Tuhan, Nabi Ibrahim bersabda, “Allah menerbitkan matahari dari ufuk timur (apabila benar engkau adalah penguasa alam) maka terbitkanlah ia dari ufuk barat.” Kita tidak meminta mereka sebagaimana permintaan Nabi Ibrahim kepada Namrudz untuk berubah rotasi pergerakan bumi. Apakah mereka mampu mengurai satu sel atom dan berkata bagaimana atom itu bekerja? Apakah mereka adalah Tuhan! Dan Menguasai segala sesuatu? Kalau demikian adanya maka ilmu mereka harusnya sempurna.
Mengapa dalam pandangan ini tatkala mereka ingin mendekatkan Sang Pencipta dan Makhluk dengan mendegradasi pencipta hingga sederajat dengan mahkluk dan menampakkan-Nya sebagai makhluk? Seperti seorang sufi yang bersujud di hadapan seekor anjing dan berkata, “Aku tidak melihat (sesuatu yang lain) selain Tuhan.”
Atau melambungkan diri mereka sederajat dengan Tuhan? Dan berkata, “Kedalaman Zat Tuhan tidak dapat diselami. (namun) Kami menemukannya, kamilah kedalaman zat itu. Atau berkata, “Dalam sakuku tiada sesuatu selain Tuhan.”
Jawaban Global

Makna hakikat wahdat al-wujud (kesatuan wujud) adalah bahwa wujud merupakan sebuah hakikat, tunggal, azali dan hakikat tersebut bukanlah selain Tuhan dan selain-Nya, tidak memiliki entitas ril. Apa pun yang tampak di hadapan mata, pada hakikatnya, adalah jelmaan dan manifestasi beragam dari hakikat tunggal tersebut yang menjelma dan memanifestasi dalam ragam bentuk. Kesemua ini adalah manifestasi Entitas Ril Tunggal Ilahi.

Hal ini tidak bermakna bahwa entitas jamak dan seluruh kontingen adalah identik dengan Tuhan atau Tuhan menitis pada kontingen-kontingen (mumkinât) ini, melainkan kaitan seluruh kejamakan ini adalah kepada Tuhan; seperti kaitan bayangan terhadap pemilik bayangan.

Adapun sehubungan dengan beberapa persoalan yang mengemuka dalam pertanyaan di atas, di antaranya syathiyyât yang tidak dapat dimaknai secara lahir. Tuturan-tuturan syathiyyât ini harus ditelisik makna esoterisnya. Karena tuturan-tuturan seperti ini dilontarkan para arif pada maqam fana bukan dalam kondisi normal. Di samping itu, kita tidak dapat menyamaratakan dan mensejajarkan para arif sejati yang menerima tauhid shamadi al-Qur’an dengan para sufi dungu dan orang-orang yang semata-mata mengklaim sebagai seorang sufi dan telah ditolak para Imam Maksum As.

Jawaban Detil

Jawaban atas pertanyaan di atas dapat dijelaskan dalam beberapa bagian:

A.     Syathhiyyât dalam Tuturan-tuturan Para Penganut Konsep Wahdat al-Wujud:

“Syath” secara teknis bermakna tuturan-tuturan yang dilontarkan para arif ketika mereka berada dalam kondisi in trance yang boleh jadi secara lahir berseberangan dengan akal, syariat atau urf (tradisi keseharian masyarakat). Salah satu contoh dari syathhiyyât ini adalah hal-hal yang telah disinggung dalam pertanyaan di atas namun masih banyak lagi hal-hal lainnya di samping contoh di atas. Misalnya Mansur al-Hallaj berkata, “Aku adalah Tuhan.” Atau “Dalam diriku tiada yang selain Tuhan.” [1] Dan lain sebagainya.

B.    Penjelasan atas Tuturan-tuturan ini:

Tuturan-tuturan semacam ini apabila ditilik berdasarkan prinsip-prinsip irfan teoritis dan praktis, tuturan-tuturan ini adalah tuturan benar. Karena seorang arif dalam meniti perjalanan menuju Tuhan, melintasi ragam tingkatan dan telah lolos dari tirai-tirai kegelapan dan cahaya, secara perlahan, sampai pada tingkatan dan maqam dimana ia tidak melihat sesuatu selain kesatuan (wahdat).

Hal ini telah menyebabkan entitasnya menjelma menjadi entitas Ilahi dan tidak melihat sesuatu selain Tuhan. Namun apabila seorang belum sampai pada maqam ini, ia tidak akan dapat melontarkan tuturan seperti ini. Karena itu, apabila seseorang ingin melontarkan tuturan-tuturan seperti ini, meski ia belum sampai pada maqam ini, maka ia tidak memiliki sesuatu yang lain kecuali kegelapan batin. [2]

C.    Perbedaan Sufi Dungu dan Arif Sejati:

Sufi dungu, tidak mendapat sokongan dari salah seorang pun arif sejati dan orang-orang yang menerima tauhid shamadi al-Qur’an. Terdapat banyak riwayat yang menjelaskan penolakan dan celaan terhadap sufi golongan ini yang bermakna penolakan para maksum As terhadap mereka. Di antara riwayat tersebut, “Rasulullah Saw bersabda, “Wahai Abu Dzar! Pada akhir zaman akan datang orang-orang yang mengenakan pakaian dari wool pada musim panas dan dingin supaya kelihatan unggul atas orang lain. (Ketauhilah bahwa) tujuh petala langit dan bumi melaknat mereka... sementara arif sejati berada di antara masyarakat dan pada tingkatan tertentu berusaha menyelamatkan masyarakat dan menolong masyarakat.” [3]

Kesimpulan:

Dari beberapa hal yang telah diuraikan di atas menjadi jelas bahwa makna hakiki wahdat al-wujud (kesatuan wujud) berbeda dengan apa yang dikritik oleh orang banyak. Karena makna sebenarnya adalah bahwa kejamakan ini adalah manifestasi dan jelmaan Tuhan, bukan tuhan itu sendiri, melainkan laksana bayangan dan pemilik bayangan.

Dengan memahami dan mencerap makna ini, yang juga bukan merupakan pekerjaan mudah, jawaban atas pertanyaan di atas menjadi jelas bahwa sekiranya seorang arif melontarkan sebagian syathhiyyât seperti yang diuraikan dalam contoh pertanyaan di atas, bukan hanya tidak bermasalah, melainkan hikayat tentang maqam yang telah dicapai oleh seorang arif. Tentu saja apabila ia merupakan seorang arif sejati. Karena itu, dalam hal ini, kita tidak boleh memaknainya secara lahir dan eksotersi tuturan-tuturan semacam ini, melainkan memaknainya secara batin dan esoteris tuturan-tuturan seperti ini yang menunjukkan bahwa arif telah sampai pada maqam fana. [iQuest]

Untuk telaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk merujuk beberapa literatur sebagai berikut:

1.     Wahdat az Didgâh-e Ârif wa Hakîm , Allamah Hasan Zadeh Amuli.

2.     Farhangg-e Ishthilahât ‘Irfâni , Sayid Ja’far Sajjadi.

3.     Irfân wa Arif Namâyân , Muhsin Bidar Far.

Beberapa Indeks Terkait:

1.     Wahdat al-Wujud (Kesatuan Wujud), Pertanyaan 6569, (Site: 6847)

2.     Wahdat al-W ujud dan A lasan di balik P enolakan K aum teolog atas D oktrin tersebut.



[1] . Sayid Yahya Yatsribi, Irfân Nazhari, hal. 513, Cetakan Pertama, Qum, Daftar Tablighat-e Islami, 1372 S.

[2] . Sayid Jalaluddin Asytiyani, Syarh Muqaddimah Qaishari, hal. 389, Cetakan Ketiga, Qum, Daftar Tablighat-e Islami, 1372 S.

[3] . Al-Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 74, hal. 92, Muassasah al-Wafa, Beirut, Libanon 1404 H.  

Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261264 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246375 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230168 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215029 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176360 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171652 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168140 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158234 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140994 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134083 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...