Please Wait
20954
Harut dan Marut keduanya datang ke tengah masyarakat tatkala pasaran sihir sedang banyak diminati dan masyarakat terjerat kesulitan para penyihir. Mereka diutus oleh Tuhan untuk mengajarkan masyarakat bagaimana mengalahkan dan menundukkan sihir para penyihir.
Karena itu, pengajaran sihir kepada manusia pada waktu itu adalah untuk mengeliminir sihir para penyihir dan pengajaran sedemikian tidak termasuk sebagai perbuatan dosa dan maksiat sehingga mengemuka keraguan (syubha) bahwa apabila para malaikat itu maksum dan tidak terjerembab perbuatan dosa lalu pengajaran sihir yang dilakukan oleh Harut dan Marut bagaimana dapat dijelaskan dan dijustifikasi.
Kemaksuman para malaikat
Imam Askari As bersabda, "
Keharaman sihir
Sihir merupakan perbuatan luarbiasa yang terkadang merupakan sebuah perbuatan olah-tangan dan sulap, dan juga terkadang memiliki sisi kejiwaan, fantastis, dan sugesti. Dan terkadang dengan menggunakan benda-benda tertentu non-fisikal dan kimiawi sebagian benda-benda dan unsur-unsur, dan terkadang dilakukan atas bantuan setan.
Peristiwa malaikat Harut dan Marut
Dari hadis-hadis dinukil bahwa pada masa Nabi Sulaiman As terdapat sekelompok masyarakat yang bekerja sebagai tukang sihir dan ilmu magik. Nabi Sulaiman memerintahkan supaya tulisan-tulisan dan lembaran-lembaran mereka dikumpulkan dan disimpan di satu tempat khusus. Penyimpanan ini disebabkan karena terdapat hal-hal yang berguna untuk menolak sihir para tukang sihir dari lembaran-lembaran tersebut. Setelah wafatnya Nabi Sulaiman As terdapat sekelompok masyarakat yang mengeluarkan lembaran dan tulisan tersebut lalu memulai menyebarkan dan mengajarkan sihir, sebagian orang memanfaatkan kondisi seperti ini dan berkata bahwa Sulaiman sebenarnya bukan seorang nabi, melainkan dengan bantuan sihir dan ilmu magik ini ia menguasai negerinya dan mengerjakan perkara-perkara luar biasa!
Sekelompok Bani Israel mengikuti kelompok ini dan terikat hatinya untuk mempelajari ilmu sihir sedemikian sehingga mereka telah meninggalkan kitab Taurat.
Tatkala Nabi Muhammad Saw muncul dan mengumumkan lewat ayat-ayat al-Qur’an bahwa Nabi Sulaiman As merupakan nabi Allah, sebagian rahib dan pendeta Yahudi berkata, “Kalian tidak perlu kaget kalau Muhammad berkata bahwa Sulaiman adalah nabi karena ia juga adalah seorang penyihir!?
Perkataan rahib Yahudi ini di samping hal ini tergolong sebuah tudingan dan bohong besar terhadap Nabi, ucapan ini juga meniscayakan tentang pengkafiran Sulaiman As; karena sesuai dengan ucapan mereka bahwa Sulaiman adalah tukang sihir yang berdusta menyebut dirinya sebagai nabi dan perbuatan ini telah menyebabkan kekufurannya. Ayat berikut ini menjawab tudingan dan ucapan mereka: “Dan mereka (orang-orang Yahudi) mengikuti apa yang dibaca oleh seta-setan pada masa kerajaan Sulaiman (untuk masyarakat dan mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (dan tidak mengerjakan sihir), hanya setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu). Oleh sebab itu, janganlah kau kafir (dan jangan kau menyalahgunakan pelajaran ini).” (Akan tetapi), mereka (menyalahgunakan hal itu dan) hanya mempelajari dari kedua malaikat itu apa dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka (ahli sihir) tidak akan dapat mendatangkan mudarat dengan sihir itu bagi seorang pun kecuali dengan izin Allah. Mereka (hanya) mempelajari sesuatu yang dapat mendatangkan mudarat bagi (diri) mereka sendiri dan tidak memberi manfaat. Dan sesungguhnya mereka meyakini bahwa barang siapa yang menukar (kitab Allah) dengan sihir itu, ia tidak akan mendapatkan keuntungan di akhirat, dan amat jeleklah perbuatan mereka menjual diri dengan sihir, kalau mereka mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:102)
Dua malaikat ini datang kepada manusia tatkala pasaran ilmu sihir banyak diminati dan masyarakat terjerat para penyihir. Kedua malaikat ini mengajarkan masyarakat bagaimana menolak sihir para penyihir, namun karena untuk menjinakkan satu masalah (seperti menjinakkan sebuah bom) bergantung pada bahwa manusia pertama-tama harus mengetahui masalah ini setelah itu belajar bagaimana menjinakkan masalah tersebut, maka mau-tak-mau keduanya harus mengajarkan ilmu sihir dan bagaimana menjungkalkan sihir. Namun kaum Yahudi menyalahgunakan ilmu ini. Mereka malah menyebarkan ilmu ini sedemikian sehingga mereka menuduh Nabi Sulaiman sebagai tukang sihir dimana apabila faktor-faktor natural ikut kepada perintahnya, atau jin dan manusia mentaati titahnya semuanya karena Nabi Sulaiman pandai ilmu sihir.
Karena itu, lantaran di negeri Babil telah merebak sihir dan ilmu magik sedemikian luar dan menyebabkan terganggunya masyarakat, Allah Swt mengutus dua malaikat dalam bentuk manusia untuk mengajarkan sihir dan bagaimana menolak sihir kepada manusia sehingga mereka dapat menjaga diri mereka dari bahaya sihir.
Namun pengajaran ini pada akhirnya dapat disalahgunakan. Karena kedua malaikat ini terpaksa harus menjelaskan cara sihir untuk menolak sihir para penyihir sehingga mereka dapat mengatasi situasi ini dan masalah ini telah menjadi sebab sekelompok orang setelah mengetahui cara menyihir, memposisikan diri mereka sebagai tukang sihir, kendati kedua malaikat tersebut telah memperingatkan mereka bahwa pengajaran ini merupakan ujian Ilahi bagi kalian dan bahkan disebutkan bahwa: “Penyalahgunaan ilmu sihir ini merupakan sebuah kekufuran.”[4]
Sebagai kesimpulannya pengajaran sihir kepada manusia pada masa itu adalah untuk melenyapkan sihir para penyihir dan pengajaran seperti ini tidak termasuk sebagai perbuatan dosa dan haram, sehingga mengemuka keraguan (syubha) bahwa apabila para malaikat itu maksum dan tidak terjerembab perbuatan dosa lalu pengajaran sihir yang dilakukan oleh Harut dan Marut bagaimana dapat dijelaskan dan dijustifikasi!?[5]
[1]. Indeks No. 1740 (Site: 2139)
[2]. Bihâr al-Anwâr, jil. 56, hal. 321; Silahkan lihat Indeks No. 1749 (Site: 2021)
[3]. Silahkan lihat, Indeks, No. 2022 (2068)
[4]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 369-275, Dar al-Kitab al-Islamiyah, Teheran.
[5]. Silahkan rujuk ke indeks no. 2022 (Site: 2068)