Please Wait
16719
1. Diciptakannya para malaikat dari cahaya dengan adanya riwayat dalam pelbagai literatur Syiah dan Sunni merupakan sebuah hal yang tidak diragukan. Pada sebagian riwayat Syiah disebutkan penciptaan entitas-entitas khususnya para malaikat dari cahaya orang-orang seperti Rasulullah Saw, para Imam Maksum atau cahaya yang beragam. Demikian juga riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa penciptaan khalifah pertama dari cahaya Rasulullah Saw dapat dijumpai di kalangan Ahlusunnah. Adanya riwayat seperti ini pada sebagian literatur Syiah dan Sunni bukan merupakan keyakinan pada seluruh persoalan ini. Meski demikian pada sumber-sumber riwayat Syiah mengemuka persoalan thinat yang tidak dapat dengan mudah diabaikan begitu saja. Di samping itu, apabila ditemukan pandangan-pandangan yang berbeda terkait dengan proses penciptaan sekelompok kaum Muslimin persoalan ini bertitik tolak dari jenis pemikiran dan pandangan kosmologis kelompok ini.
2. Tangisan para malaikat untuk Imam Husain dan ziarah kepadanya dapat dijumpai pada riwayat-riwayat lugas pada sumber-sumber Syiah dan demikian juga riwayat-riwayat yang serupa dengan masalah ini disebutkan pada kitab-kitab Syiah dan Sunni. Kenyataan ini merupakan sebuah perkara yang pasti dan tidak dapat diragukan.
Hal yang pasti bahwa terdapat banyak jalan dan ragam metode untuk mengenal realitas-realitas penciptaan semesta di kalangan ulama dan peneliti. Kesimpulan secara lahir dari ayat-ayat al-Qur’an dan riwayat. Atau dengan kata lain Zahirisme merupakan salah satu metode dalam masalah ini. Di samping itu, ulama, sesuai dengan kecenderungan pemikirannya, memanfaatkan cara lainnya sehingga dari pelbagai metode tersebut kita dapat menyebut metode-metode rasional, filosofis dan irfani. Tanpa ragu masing-masing dari ulama, dengan memanfaatkan tafsir riwayat, terpengaruh oleh tiga jenis metode ini. Hal ini bermakna bahwa pandangan kosmologi, para filosof, teolog, urafa dan ahli hadis senantiasa memiliki perbedaan secara asasi. Alasan adanya perbedaan ini sebagaimana yang telah disebutkan terletak pada media dan metodologi yang mereka gunakan. Karena itu, dalam mengelaborasi dan melakukan interpretasi terhadap masalah penciptaan kita jumpai banyak tuturan dan pandangan yang dilontarkan oleh para filosof, teolog dan arif. Misalnya mengemukanya sepuluh akal dan intervensi mereka dalam penciptaan semesta oleh sebagian filosof. Demikian juga takwil yang dibeberkan oleh para ahli hadis. Karena itu, dalam berhadapan dengan masalah seperti bagaimana penciptaan para malaikat harus dibahas secara serius.
Di samping apa yang telah dijelaskan, telah berulang-ulang disebutkan bahwa tidak terdapat sebuah dalil bahwa seluruh riwayat yang ada pada kitab-kitab riwayat Syiah atau Sunni itu semuanya valid dan sahih. Oleh itu, untuk mencari tahu validitas dan keabsahan pelbagai riwayat hanya dapat dilakukan dengan memanfaatkan ilmu Rijal (Biografi). Atas dasar ini, ulama dari dua kelompok, mengklasifikasikan riwayat-riwayat dengan cara beragam, sedemikian sehingga mazhab Sunni memandang riwayat-riwayat yang dikumpulkan pada sebagian kitab-kitab riwayat dan menamainya sebagai Shihah (kumpulan kitab shahih).
Di antara literatur Sunni dan Syiah terdapat sebagian riwayat yang menyinggung adanya cahaya Muhammad sebelum penciptaan seluruh makhluk.[1] Dalam literatur-literatur Ahlusunnah dikutip sebuah riwayat yang berbicara tentang penciptaan khalifah pertama dari cahaya Rasulullah Saw. Penciptaan khalifah kedua dan Aisyah berasal dari cahaya Abu Bakar dan seterusnya.[2]
Demikian juga, dalam literatur-literatur Syiah kita jumpai riwayat-riwayat yang menjelaskan bahwa penciptaan malaikat dari cahaya Muhammad dan para Imam Maksum dan terkadang dijelaskan dari cahaya yang beraneka macam. Riwayat-riwayat seperti ini dikenal sebagai riwayat-riwayat thinat yang tidak dapat dinafikan secara keseluruhan dan secara tegas melainkan harus dikaji dan diteliti secara saksama dan rigoris. Tentu saja untuk mengenal keyakinan-keyakinan dasar ulama Syiah dalam ragam bidang pantas kiranya merujuk pada kitab-kitab yang telah disusun dalam masalah ini.[3] Bersandar pada riwayat atau beberapa riwayat dari literatur Syiah dan memandang apa yang terkandung dalam riwayat tersebut merupakan bagian dari seluruh keyakinan Syiah tidak jauh dari kritikan. Karena di antara kitab-kitab Syiah juga terdapat riwayat yang keabsahannya tidak mendapat sokongan dari ulama Syiah. Di samping itu, pada sebagian riwayat terdapat satu riwayat yang sesuai dengan pendapat mayoritas ulama yang riwayat tersebut tidak dapat dijadikan sebagai pijakan sebuah keyakinan yang benar. Adanya satu atau beberapa riwayat yang dinukil melalui sebuah riwayat khusus terkait dengan penciptaan para malaikat dari cahaya para Imam Maksum atau penciptaan khalifah pertama dari cahaya Muhammad yang diragukan oleh riwayat-riwayat lainnya, tidak dapat ditetapkan bahwa keyakinan seluruh ulama Syiah atau Sunni tidak dapat ditetapkan melalui hal-hal seperti ini. Kendati pandangan seperti ini sepanjang tidak berseberangan dengan prinsip-prinsip pasti agama seperti kebanyakan penafsiran atau kesimpulan mazhab-mazhab Islam berkenaan dengan sifat Tuhan, maad jasmani, ruhani dan sebagainya yang tidak akan menciderai keberagamaan seseorang.
Pembahasan berikutnya adalah terkait dengan tangisan para malaikat untuk Imam Husain As dan demikian juga turunnya mereka dari langit untuk berziarah kepada Imam Husain As. Sebelum membahas masalah ini kiranya kita perlu menelisik beberapa poin berikut ini:
1. Dalam riwayat-riwayat Syiah dan Sunni disebutkan masalah tangisan dan tawa para malaikat untuk orang-orang tertentu. Terlepas dari bagaimana persoalan ini terjadi,[4] apakah tangisan atau tawa mereka sebagaimana manusia yang mengalami perubahan-perubahan mental, artinya dengan melihat atau melihat pelbagai peristiwa yang mengenaskan atau menggelikan kemudian mereka bersedih atau tertawa. Terkait dengan riwayat ini kita akan membincangkannya bersama-sama. Masalah menangisnya para malaikat juga mengemuka dalam tradisi sebelum Islam seperti menangisnya langit atau bumi atau gerhana matahari, menangisnya angin bagi orang-orang penting yang meninggal dunia yang juga disinggung dalam al-Qur’an.[5] Dengan mengkaji dan menafsirkan ayat tersebut kita akan sampai pada poin ini bahwa keyakinan sebagai mufassir (penafsir) bahwa menangisnya langit dan bumi bermakna menangis umat manusia di muka bumi dan para malaikat di langit. Akan tetapi dalam Islam mengemuka dengan lugas masalah menangis dan juga bergembira langit dan bumi serta para malaikat untuk orang-orang tertentu sebagiamana hal ini mengemuka dalam sebagian riwayat Sunni dan Syiah. Untuk menjelaskan riwayat-riwayat yang berkaitan dengan persoalan ini di sini kami akan menyampaikan pembahasan ini menjadi dua bagian.
Beberapa riwayat dalam literatur Ahlusunnah (Sunni):
1. Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Rasulullah Saw kita membaca, “Tidak seorang mukmin akan meninggal dalam keterasingan – ketika tiada orang yang menangisinya – kecuali langit dan bumi menangisi kepergiannya.”[6] Dalam sebuah riwayat dengan kandungan yang sama disebutkan para malaikat (yang menangis) sebagai ganti bumi dan langit.
2. Dalam sebuah hadis yang lain disinggung masalah tangisan makhluk-makhluk untuk Nabi Adam As. Dengan demikian, tatkala Nabi Adam wafat seluruh makhluk menangisi kepergiannya selama tujuh hari.[7]
3. Juga dalam sebuah riwayat dari Rasulullah Saw yang berjumpa dengan seorang pemuda yang berubah karena pengaruh ibadah, meyinggung menangisnya para malaikat untuk pemuda ini. Rasulullah Saw setelah berdialog dengannya, bersabda, “Sesungguhnya para malaikat langit menangis karenamu.”[8]
4. Contoh riwayat penting lainnya dalam masalah ini adalah sebuah sabda dari Rasulullah Saw terkait dengan para mujahidin. Rasulullah Saw bersabda, “Tatkala keluarga mereka (para mujahidin) berpisah dari keluarga mereka dinding rumah-rumah menangis untuk mereka.”[9]
5. Dalam Tafsir Qurthubi tatkala menafsirkan ayat, “Ma bakathum al-sama” (Tidaklah langit menangis) berkata bahwa maksud dari tangisan langit dan bumi adalah tangisan para malaikat langit dan bumi. Pada kalimat ini terdapat idhmar. Seperti “is’al al-qarya” (bertanyalah kepada [penduduk] kampung) yang kebanyakan penafsir memandang terdapat redaksi penduduk dalam kalimat tersebut. Kemudian sebuah riwayat yang dinukil dari Rasulullah Saw yang bersabda, “Tidak seorang pun mukmin kecuali dua malaikat diperuntukkan baginya di langit. Pertama pada rezeki yang diturunkan kepadanya. Kedua pada ucapan dan perbuatannya. Tatkala kematian datang menjemputnya maka keduanya menangis untuknya.” Sebagai kelanjutannya Mujahid menukil bahwa langit dan bumi menangis selama empat puluh hari untuk orang beriman. Abu Yahya berkata, “Aku takjub dengan ucapannya itu.” Mujahid berkata, “Engkau kaget?” Mengapa bumi tidak menangis bagi orang yang memakmurkannya dengan rukuknya. Dan mengapa langit tidak menangis bagi hamba yang bergema dengan melodi tasbih dan takbirnya.”[10]
Namun terkait dengan kegembiraan para malaikat untuk orang-orang tertentu juga terdapat beberapa riwayat. Di antaranya kegembiraan para malaikat untuk Khalifah Pertama,[11] demikian juga keceriaan para malaikat tatkala Khalifah Kedua memeluk Islam,[12] atau kegembiraan mereka dan guncangnya arsy untuk ruh Sa’ad bin Muadz.[13] Ketiga riwayat ini dapat dijadikan contoh terkait dengan kegembiraan para malaikat. Turunnya para malaikat juga membentuk gugusan dari pembahasan kita. Supaya tidak terlalu panjang apa yang kami bahas di sini kami akan menyebutkan beberapa saja contoh secara ringkas:
Hadirnya para malaikat untuk menolong kaum Muslimin di Perang Badar.[14] Atau turunnya mereka untuk memandikan Hanzalah, demikian juga hadirnya mereka untuk prosesi pemakaman jenazah Sa’ad bin Muadz.[15]
Yang paling penting dari apa yang disebutkan adalah sebuah riwayat terkait dengan tangisan langit atas Imam Husain As yang banyak dinukil dalam literatur-literatur Sunni dengan sedikit perbedaan dalam redaksi namun mirip dari sisi kandungannya. Namun riwayat ini dan sebagian riwayat yang telah disebutkan juga dinukil dari para Imam Maksum As dan Rasulullah Saw pada literatur-literatur Syiah.
Riwayat ini dinukil dalam literatur-literatur Ahlusunnah melalui orang-orang seperti Sadi, Qurrat bin Khalid, Mujahid dan sebagainya, “Tatkala Husain bin Ali As telah syahid langit menangis untuknya dan karena tangisannya tampak warna kemerahan di sekitar langit.”[16]
Sekarang mari kita menyinggung secara ringkas beberapa riwayat Syiah dalam hal ini:
Dinukil dari Rasulullah Saw bahwa para malaikat melintas lingkaran-lingkaran zikir dan hadir di atasnya dan menangis karena tangisannya.[17] Dalam riwayat ini disinggung masalah tangisan juga masalah hadirnya para malaikat. Dalam sebuah riwayat yang dinukil dari Imam Kazhim As disebutkan, “Apabila seorang mukmin meninggal dunia maka para malaikat dan seluruh bumi yang dijadikan tempat baginya untuk beribadah kepada Tuhan akan menangis untuknya.”[18] Apabila kita simak riwayat-riwayat di atas secara seksama maka kita akan mendapatkan dua poin penting:
1. Dalam riwayat ini apa yang mengemuka adalah tangisan para makhluk, bumi, langit, dinding-dinding dan para malaikat.
2. Riwayat-riwayat yang disebutkan di atas disebutkan tangisan dan berita gembira para malaikat atau turunnya mereka untuk orang-orang khusus seperti para mujahidin, orang-orang perantauan yang terasing dari tanah kelahirannya dan orang-orang beriman, sahabat dan orang-orang syahid.
Karena itu apa yang telah disebutkan hingga kini, dengan adanya tangisan bumi dan langit, dinding dan para malaikat dan seterusnya intinya tangisan para malaikat untuk seorang Muslim. Juga dengan adanya tangisan para malaikat atau kegembiraan mereka terkait dengan orang-orang tertentu kita mendapatkan bahwa tema menangisnya dan perasaan duka para malaikat untuk Imam Husain As yang merupakan pemilik seluruh tipologi di atas, dan dengan adanya riwayat-riwayat menangisnya langit untuk Imam Husain dalam literatur-literatur Ahlusunnah nampaknya bukan hal yang aneh.
Imam Husain As adalah putra Rasulullah Saw, Ashab al-Kisa, bagian Ahlulbait Nabi Saw yang diturunkan baginya ayat tathhir untuknya.[19] Dengan ungkapan Rasulullah Saw, “Hasan dan Husain merupakan penghulu pemuda di surga.”[20]
Pelbagai tipologi ini tentu saja tidak dapat ditemukan pada sahabat mana pun, kecuali pada Ahlulbait As di samping itu Imam Husain juga tentu saja tergolong sebagai sahabat. Jihad Imam Husain As melawan pelbagai penyimpangan pemerintah Yazid dan menolak untuk berbaiat kepadanya yang berujung pada kesyahidannya. Perjuangan yang diusung oleh Imam Husain adalah untuk menunaikan kewajiban amar makruf dan nahir munkar di negeri yang jauh merupakan tipologi lainnya tokoh pencetak sejarah. Ibadahnya bahkan hingga detik-detik terakhir kehidupannya merupakan tanda iman dan ketakwaannya yang tinggi.
Dengan melihat seluruh keutamaan dan tipologi ini apa yang harus diherankan? Apabila para malaikat datang untuk berziarah kepada Imam Husain sesuai dengan perintah Allah Swt, maka hal itu sama tatkala mereka diperintahkan untuk menghadiri prosesi pemakaman Sa’ad bin Muadz. Atau menangis untuknya sebagaimana para malaikat menangis untuk orang-orang beriman lainnya, atau orang-orang perantauan dan kaum mujahidin yang syahid di jalan Allah.
Di samping itu, adanya beberapa riwayat dari para Imam Ahlulbait As terkait dengan hal ini dan penyifatan tangisan para malaikat untuknya, ziarah mereka ke pusara Imam Husain As yang terdapat dalam literatur-literatur kami semakin menggandakan keyakinan kami terhadap masalah ini. Untuk menghindar supaya pembahasan tidak terlalu panjang kami abaikan pada kesempatan ini dan akan kami alokasikan pada kesempatan lain.
Indeks-indeks Terkait:
Bantuan para jin dan malaikat kepada Imam Husain pada hari Asyura, 6983 (Site: 7503)
Makna Azalinya Baginda Ali As, 4410 (Site: 5158)
Terdahulunya Wujud Cahaya Muhammad atas Adam, 4378 (Site: 4814)
[1]. Ismail Haqqi, Ruh al-Bayân, jil. 2, hal. 370, Dar al-Fikr, Beirut, Tanpa Tahun. Hasan Muhammad Naisyapuri, Tafsir Gharâib al-Qur’ân wa Raghâib al-Furqân, jil. 1, hal. 407, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 14.
[2]. Ahmad bin Ibrahim Tsa’labi, al-Kasyf wa al-Bayân ‘an Tafsir al-Qur’ân, jil. 7, hal. 111, Dar Ihya al-Turats al-‘Arabiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 1422 H.
[3]. Untuk telaah lebih jauh, silahkan lihat, Negâresy-e Irfâni, Falsafi wa Kalâmi be Syakhshiyat wa Qiyâm-e Imâm Husain As, Qasim Tarkhan, Khelqat-e Anwâr-e Payâmbar Saw wa Aimmah qabla az Ajsâm Ânân, hal. 25-49.
[4]. Silahkan lihat, ibid, Imam Husain As Syakhsiyat-e Usthure-I, hal. 143-155.
[5]. Qs. Al-Dukhkhan []:29
[6]. Mahmud al-Zamakhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiq Ghamaidh al-Tanzil, jil. 4, hal. 274, Dar al-Kutub al-Arabi, Beirut, Cetakan Ketiga, 1407 H.
[7]. Al-Shafuri, Nuzhat al-Majalis, jil. 1, hal. 207, Al-Mathba’atu al-Azhariyah, Mesir, 1346 H.
[8]. Al-Kasyf wa al-Bayan ‘an Tafsir al-Qur’an, jil. 9, hal. 188, Dar Ihya al-Turats al-‘Arab, Beirut, Cetakan Pertama, 1422 H.
[9]. Ibid, jil. 3, hal. 206.
[10]. Muhammad bin Ibrahim Syamsuddin Qurthubi, jil. 16, hal. 140, Intisyarat-e Nashir Khusruw, Teheran, Cetakan Pertama, 1364 S.
[11]. Ibnu Asakir Ali bin Hasan, Tarikh Madinah Damsyq, jil. 79, hal. 353, Dar al-Fikr, Beirut, 1415 H.
[12]. Muhammad bin Sa’ad Zuhra, al-Thabaqat al-Kubra, jil. 3, hal. 205, Dar Shadir, Beirut, Cetakan Pertama, 1968 M.
[13]. Al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, jil. 7, hal. 304.
[14]. (Qs. Ali Imran [3]:125)
[15]. Muhammad bin Sa’ad Zuhra, al-Thabaqat al-Kubra, jil. 3, hal. 428, Dar Shadir, Beirut, Cetakan Pertama, 1968 M.
[16]. Ismail Ibnu Katsir Damasyqi, Tafsir al-Qur’an al-Azhim, jil. 7, hal. 234, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, Beirut, Cetakan Pertama, 1419 H. Al-Durr al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur, jil. 4, hal. 264. Al-Jami’ Li Ahkam al-Qur’an, jil. 11, hal. 220. Al-Kasyf wa al-Bayan, jil. 8, hal. 353. Ruh al-Bayan, jil. 8, hal. 413.
[17]. Muhammad bin Hasan Hurr ‘Amili, Wasail al-Syiah, jil. 7, hal. 231, Muassasah Ali al-Bait li Ihya al-Turats, Qum, Cetakan Pertama, 1409 H.
[18]. Muhammad bin Ya’qub Kulaini, al-Kafi, jil. 1, hal. 38, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Keempat, 1365 S.
[19]. Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim, jil. 6, hal. 367.
[20]. Al-Durr al-Mantsur fi Tafsir al-Ma’tsur, jil. 4, hal. 263.