Please Wait
16283
Terdapat ragam pendapat[1] terkait dengan letak goa yang dijadikan sebagai tempat berlindung Ashabul Kahfi dan tempat mereka gaib dari pandangan mata.
Beberapa pendapat tersebut antara lain sebagai berikut:
- Goa Ephesus:[2] Ephesus adalah sebuah kota yang telah menjadi puing di Turki yang terletak 73 kilometer kota besar Izmir dan kota ini kurang-lebih satu kilometer kota Ephesus (sekarang Efes Turki) dekat desa bernama Ayasuluk dan pada lereng sebuah gunung bernama Yanardag.[3]
- Goa Rajib (Abu Alanda):[4] Goa ini terletak delapan kilometer kota Amman ibukota Yordania dekat sebuah desa bernama Rajib. Sebuah goa yang di bagian selatan lereng goa tertutup dengan batu dan dari sekelilingnya terbuka dari dua sisi Timur dan Barat dimana matahari bersinar ke dalam dan goa terletak pada sisi Selatan. Dalam goa ini, terdapat inskripsi (pahatan) Yunani kuno yang gurat oleh orang-orang Tsamud. Karena sudah terhapus sebagian dari inskripsi ini tidak dapat terbaca dengan baik. Akan tetapi pada dinding, juga terlihat gambar anjing dengan warna merah dan dihiasi dengan ornamen-ornamen lainnya.[5]
- Sebuah goa di pegunungan Qasiyun:[6] Gunung ini terletak dekat kota Shalihiyah (dekat Damaskus Suriah) dimana Ashabul Kahf juga disandarkan padanya.
- Goa di Petra: Salah satu kota di Palestina dimana Ashabul Kahf juga disandarkan padanya.[7]
Allamah Thabathabai Ra setelah menukil beberapa pendapat ini berkata, “Tiada satu pun bukti yang menunjukkan bahwa salah satu dari goa ini adalah goa yang disebutkan dalam al-Quran. Di samping itu, sumber-sumber sejarah menolak sebagian pendapat ini; karena bagaimanapun kisah Ashabul Kahfi adalah sebuah kisah Romawi dan setting ceritanya terjadi di bawah kekuasaan dan dominasi orang-orang Roma…”[8]
[1]. Silahkan lihat, Sayid Muhammad Husain Thabathabai, al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, jil. 13, hal. 295-299, Daftar Intisyarat Islami, Qum, Cetakan Kelima, 1417 H.
[2]. Nashr bin Muhammad bin Ahmad Samarqandi, Bahr al-‘Ulûm, Riset dan Annotasi, Muhibuddin Abu Sa’id Umar bin Gharamah al-Umrawi, jil. 2, hal. 336, Dar al-Fikr, Beirut, 1416 H; Sayid Muhamamd Thantawi, al-Tafsir al-Wasith lil Qur’ân al-Karim, jil. 8, hal. 502-503, Tanpa Tahun, Tanpa Tempat; Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 400, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Teheran, Cetakan Pertama, 1374 S.
[3]. Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 400.
[4]. Sayid Ali Akbar Qarasyi, Tafsir Ahsan al-Hadits, jil. 6, hal. 204, Bunyad Bi’tsat, Cetakan Ketiga, 1377 S; Tafsir Nemune, jil. 12, hal. 401.
[5]. Al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 13, hal. 297.
[6]. Sesuai nukilan dari Al-Mizân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 13, hal. 299.
[7]. Ibid.
[8]. Ibid.