Please Wait
Hits
9966
9966
Tanggal Dimuat:
2014/10/26
Ringkasan Pertanyaan
Apakah redaksi ini merupakan sebagian dari ayat al-Quran yang telah dinasakh:
«لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادیًا مِن مالٍ لَابْتَغَى إِلَیْهِ ثانِیًا، و لَوْ کانَ لَهُ ثانِیًا، لَابْتَغَى إِلَیْهِ ثالِثًا، و لا یَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، و یَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تابَ»؟
Pertanyaan
Jelaskan tentang hadis ini "Andaikan anak adam mempunyai 2 lembah emas maka ia mash ingin mencari lembah emas ke tiga. dan tidak akan puas perut anak adam itu kecuali ia sudah mati berkalang tanah? Apakah hadis ini dulunya merupakan ayat al-Quran yang kemudian dinasakh atau memang sebuah hadis?
Jawaban Global
Pada sebagian literatur dan kitab-kitab sahih Ahlusunnah ungkapan ini dinyatakan sebagai bagian dari al-Quran dan kemudian dinasakh. Namun ulama dan peniliti yang bergelut di bidang Ulumul Qur’an – meski kandungan hadis ini dapat diterima – mengkritisi pendapat bahwa hadis ini dulunya bagian dari Al-Quran. Mereka menilai bahwa hadis ini adalah hadis dari Rasulullah Saw atau sebuah perumpamaan bijak yang mencela sifaf tamak dan loba dalam urusan harta duniawi.
Jawaban Detil
Terdapat sebuah riwayat pada sebagian literatur Ahlusunnah – seperti Sunan Tirmidzi – yang menyebutkan bahwa matan hadis yang disebutkan dalam pertanyaan adalah bagian dari al-Quran kemudian dinasakh dan hadis tersebut disebut sebagai “ayat jauf.”
حَدَّثَنا محمود بن غَیْلان قال: حَدَّثَنا أَبو داود قال: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَن عاصِمٍ، قال: سَمِعْتُ زِرَّ بن حُبَیْشٍ، یُحَدِّثُ عَن أُبَیِّ بن کَعْبٍ، أَنَّ رَسولَ اللَّهِ(ص) قال لَهُ: «إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِی أَنْ أَقْرَأَ عَلَیْکَ القُرْآنَ»، فَقَرَأَ عَلَیْهِ «لَمْ یَکُنِ الَّذِینَ کَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْکِتابِ وَ الْمُشْرِکینَ مُنْفَکِّینَ حَتَّى تَأْتِیَهُمُ الْبَیِّنَة»[1] و قَرَأَ فیها: «إِنَّ ذاتَ الدِّینِ عِنْدَ اللَّهِ الحَنیفیَّةُ المُسْلِمَةُ لا الیَهُودیَّةُ و لا النَّصْرانیَّةُ و لا المَجُوسیَّةُ، مَنْ یَعْمَلْ خَیْرًا فَلَنْ یُکْفَرَهُ» و قَرَأَ عَلَیْه: «لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادیًا مِن مالٍ لَابْتَغَى إِلَیْهِ ثانِیًا، و لَوْ کانَ لَهُ ثانِیًا، لَابْتَغَى إِلَیْهِ ثالِثًا، و لا یَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، و یَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تابَ».
Ubay bin Ka’af meriwayatkan: Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt memerintahkan kepada saya untuk membacakan bebeberapa ayat untuk kalian. Kemudian beliau memulai membaca penggalan ayat ‘Orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan) bahwa mereka (tidak akan meninggalkan (agama mereka) sebelum mereka bukti yang nyata’ dan ayat ‘Sesungguhnya esensi agama di sisi Allah itu adalah Muslim yang hanif, bukan musyrik, bukan Yahudi, bukan Kristen dan bukan Majusi. Siapa saja yang berbuat kebaikan akan menerima ganjarannya’ dan ‘Sekiranya Bani Adam menginginkan kekayaan dan diberikan kepadanya maka tangan yang lainnya juga akan menginginkan yang sama. Dan apabila tangan yang lainnya itu diberikan (harta), maka ia berharap diberikan pada tangannya yang ketiga. Dan tidak akan puas perut anak adam itu kecuali ia sudah mati berkalang tanah. Dan Allah akan menerima taubat hamba-nya yang kembali kepadanya.”[2]
Ulama Islam dan peneliti Ulumul Qur’an tidak memandang sahih hadis ini dan bahkan mengkritik dengan pedas anggapan bahwa dulunya hadis ini merupakan bagian dari al-Quran.[3] Mereka mengajukan beberapa dalil dalam menolak pendapat ini sebagaimana berikut:
حَدَّثَنا محمود بن غَیْلان قال: حَدَّثَنا أَبو داود قال: أَخْبَرَنَا شُعْبَةُ، عَن عاصِمٍ، قال: سَمِعْتُ زِرَّ بن حُبَیْشٍ، یُحَدِّثُ عَن أُبَیِّ بن کَعْبٍ، أَنَّ رَسولَ اللَّهِ(ص) قال لَهُ: «إِنَّ اللَّهَ أَمَرَنِی أَنْ أَقْرَأَ عَلَیْکَ القُرْآنَ»، فَقَرَأَ عَلَیْهِ «لَمْ یَکُنِ الَّذِینَ کَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْکِتابِ وَ الْمُشْرِکینَ مُنْفَکِّینَ حَتَّى تَأْتِیَهُمُ الْبَیِّنَة»[1] و قَرَأَ فیها: «إِنَّ ذاتَ الدِّینِ عِنْدَ اللَّهِ الحَنیفیَّةُ المُسْلِمَةُ لا الیَهُودیَّةُ و لا النَّصْرانیَّةُ و لا المَجُوسیَّةُ، مَنْ یَعْمَلْ خَیْرًا فَلَنْ یُکْفَرَهُ» و قَرَأَ عَلَیْه: «لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادیًا مِن مالٍ لَابْتَغَى إِلَیْهِ ثانِیًا، و لَوْ کانَ لَهُ ثانِیًا، لَابْتَغَى إِلَیْهِ ثالِثًا، و لا یَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، و یَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تابَ».
Ubay bin Ka’af meriwayatkan: Rasulullah Saw bersabda, “Allah Swt memerintahkan kepada saya untuk membacakan bebeberapa ayat untuk kalian. Kemudian beliau memulai membaca penggalan ayat ‘Orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan) bahwa mereka (tidak akan meninggalkan (agama mereka) sebelum mereka bukti yang nyata’ dan ayat ‘Sesungguhnya esensi agama di sisi Allah itu adalah Muslim yang hanif, bukan musyrik, bukan Yahudi, bukan Kristen dan bukan Majusi. Siapa saja yang berbuat kebaikan akan menerima ganjarannya’ dan ‘Sekiranya Bani Adam menginginkan kekayaan dan diberikan kepadanya maka tangan yang lainnya juga akan menginginkan yang sama. Dan apabila tangan yang lainnya itu diberikan (harta), maka ia berharap diberikan pada tangannya yang ketiga. Dan tidak akan puas perut anak adam itu kecuali ia sudah mati berkalang tanah. Dan Allah akan menerima taubat hamba-nya yang kembali kepadanya.”[2]
Ulama Islam dan peneliti Ulumul Qur’an tidak memandang sahih hadis ini dan bahkan mengkritik dengan pedas anggapan bahwa dulunya hadis ini merupakan bagian dari al-Quran.[3] Mereka mengajukan beberapa dalil dalam menolak pendapat ini sebagaimana berikut:
- Redaksi yang disebutkan di atas sama sekali tidak memiliki kemiripan dengan metode al-Quran bahkan paling tidak dapat dinilai sebagai redaksi yang mirip dengan metode sebuah riwayat.
- Sebagian menyadarkan redaksi “wa la yamla jauf Ibnu Adam..” ini kepada Nabi Saw dan meriwayatkannya sebagai sabda Rasulullah Saw bukan sebagai ayat al-Quran. Karena sering disampaikan oleh Rasulullah Saw sehingga sebagian orang menilainya sebagai sebuah ayat. Di antara periwayat hadis ini yang dapat disebutkan adalah, Ibnu Abbas,[4] Anas,[5] Thawus[6] dan Sa’ad bin Abi Waqqash.[7]
Demikian juga Musnad Ahmad dengan sanad dari Masruq meriwayatkan bahwa saya berkata kepada Aisyah, “Apakah Rasululah Saw berkata sesuatu tatkala memasuki rumah?” Aisyah berkata, “Rasulullah Saw tatkala memasuki rumah beliau membaca “
«لَوْ کَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِیَانِ مِنْ مَالٍ، لَابْتَغَى وَادِیًا ثَالِثًا، وَلَا یَمْلَأُ فَمَهُ إِلَّا التُّرَابُ،
وَمَا جَعَلْنَا الْمَالَ إِلَّا لِإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِیتَاءِ الزَّکَاةِ، وَیَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ».
"Andaikan anak adam mempunyai 2 lembah emas maka ia masih ingin mencari lembah emas ke tiga. dan tidak akan puas perut anak adam itu kecuali ia sudah mati berkalang tanah.”[8]
«لَوْ کَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِیَانِ مِنْ مَالٍ، لَابْتَغَى وَادِیًا ثَالِثًا، وَلَا یَمْلَأُ فَمَهُ إِلَّا التُّرَابُ،
وَمَا جَعَلْنَا الْمَالَ إِلَّا لِإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِیتَاءِ الزَّکَاةِ، وَیَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ».
"Andaikan anak adam mempunyai 2 lembah emas maka ia masih ingin mencari lembah emas ke tiga. dan tidak akan puas perut anak adam itu kecuali ia sudah mati berkalang tanah.”[8]
- Diriwayatkan dari Anas dan Ibnu Abbas bahwa setelah redaksi ini, “dan tidak akan puas perut anak adam itu kecuali ia sudah mati berkalang tanah.” Mereka berkata, “Saya tidak tahu apakah sebuah ayat telah turun atau ungkapan ini berasal dari sabda Rasulullah Saw.” atau “Saya tidak tahu apakah ungkapan ini merupakan ungkapan dari al-Quran atau tidak.”[9]
Demikian juga pada Shahih Bukhari diriwayakan dari Ubay bin Ka’ab bahwa beliau hingga masa diturunkannya surah al-Takatsur menganggap bahwa ungkapan ini adalah ungkapan al-Quran dan kemudian keraguan ini sirna.[10]
- Pada dasarnya ayat ini atau ayat-ayat semisalnya kenapa harus dinasakh? Karena nasakh yang ada itu adalah nasakh dalam hukum-hukum bukan dalam realitas-realitas dan masalah-masalah histroris dan lain sebagainya.[11]
Bagaimanapun ungkapan yang disebutkan dalam pertanyaan bukanlah sebuah ayat al-Quran sehingga harus dinasakh, melainkan entah sebuah hadis yang diriwayatkan dari Rasulullah saw atau sebuah tuturan dan perumpamaan bijak yang mencela sikap tamak dan loba terhadap harta dunia.[12] [iQuest]
[1]. “Orang-orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan) bahwa mereka (tidak akan meninggalkan (agama mereka) sebelum mereka bukti yang nyata.” (Qs. Al-Bayyinah [98]:1-2)
[2]. Muhammad bin Isa Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzi, jil. 5, hal. 711, Mesir, Syarkat Maktabah wa Mathba’a Mustafa al-Bab al-Halabi, Cetakan Kedua, 1395 H; Muhammad bin Abdullah Naisyaburi, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Riset oleh Mustafa Abdul Qadir Atha, jil 2, hal. 244, Beirut, Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1411 H.
[3]. Silahkan lihat, Baqalani (w 403 H), Abu Bakar Muhammad bin al-Thayyib, al-Intishâr lil Qur’an, jil. 1, hal. 404-405, Omman, Beirut, Dar al-Fath, Dar Ibnu Jazm, Cetakan Pertama, 1422 H; Zarkisyi (w 794 H), Muhammad bin Abdullah, al-Burhân fi ‘Ulum al-Qur’ân, jil. 2, hal. 168-169, Dar al-Ma’rifah, Beirut, Cetakan Pertama, 1401 H; Sayid Abul Qasim Khui, al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, hal. 205-207, Muassasah Ihya Atsar al-Imam al-Khui, Qum, Tanpa Tahun; Muhammad Hadi Ma’rifat, al-Tamhid fi ‘Ulum al-Qur’ân, jil. 4, hal. 260, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, Cetakan Kedua, 1415 H; Fathullah Najjar Zadegan, Tahrif Nâ Paziri Qur’ân, hal. 38-39, Tehran, Masy’ar, Cetakan Pertama, 1384 S.
[4]. Abu Na’im Isfahani, Ahmad bin Abdullah, Hilyah al-Auliyah wa Thabaqât al-Ashfiyah, jil. 3, hl. 316, Mesir, al-Sa’adah, 1394 H; Jalaluddin Suyuthi, Al-Durr al-Mantsur, jil. 8, hal. 587, Beirut, Dar al-Fikr, Tanpa Tahun.
[5]. Abdullah bin Abdurrahman Darami, Sunan al-Darami, Riset oleh Nabil Hasyim Ghamari, hal 665, Beirut, Dar al-Basyair, Cetakan Pertama, 1434 H; Abdullah bin Ahmad bin Muhammad Syaibani, Musnad Ahmad bin Hanbal, jil. 19, hal 259, Beirut, Muassasah al-Risalah, Cetakan Pertama, 1421 H.
[6]. Mu’ammar bin Abi Amru Rasyid Izadi, al-Jâmi’, Riset oleh Habib al-Rahman A’zhami, jil. 10, hal. 436, Pakistan, Beirut, al-Majlis al-‘Ilmi, Tauzi’ al-Maktab al-Islami, Cetakan Kedua, 1403 H.
[7]. Sulaiman bin Ahmad Thabarani, al-Mu’jam al-Shagir, jil. 1, hal. 239, Beirut, Omman, al-Maktab al-Islami, Dar Ammar, Cetakan Pertama, 1405 H.
[8]. Musnad bin Ahmad bin Hanbal, jil. 40, hal. 321.
[9]. Muslim bin Hajjaj Qasyiri Naisyaburi, Al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar binaql al-‘Adl ‘an al-‘Adl ila Rasulillah Saw (Shahih Muslim), Riset oleh Abdul Baqir Muhammad Fuad, jil. 2, hal. 725, Beirut, Dar al-Ihya al-Turats al-‘Arabi, Tanpa Tahun; Sunan al-Darami, hal. 665.
[10]. Muhammad bin Ismail Bukhari, al-Jâmi’ al-Shahih al-Mukhtashar min Umur Rasulillah Saw wa Sunan wa Ayyâm (Shahih Bukhâri), Riset oleh Muhammad Zuhair bin Nasir al-Nasir, jil. 8, hal. 93, Beirut, Dar Thauq al-Najah, Cetakan Pertama, 1422 H.
[11]. Sayid Ja’far Murtadha Amili, Haqâiqi Muhim Pairamun Qur’ân, Penerjemah Sayid Hasan Islami, hal. 262, Qum, Daftar Intisyarat Islami, Cetakan Ketiga, 1377 S.
[12]. Muhammad bin Syah Murtadha, Faidh Kasyani, al-Mahajjah al-Baidhah fi Tahdzib al-Ihyâ, jil.6, hal. 50, Qum, Muassasah al-Nasyr al-Islami, Cetakan Keempat, 1376 S; Usaha untuk Dunia atau Akhirat, Pertanyaan 1821; Islam dan Pengumpulan Harta, Pertanyaan 1398; Makna dan Pengaruh Tamak, Pertanyaan 24726; Tipologi dan Ciri-ciri Pecinta Dunia, Pertanyaan 13156.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar