Please Wait
18322
Sebelum mengulas tentang jalan-jalan penetrasi setan pada manusia, kiranya kita perlu mengenal, meski secara selintasan, sosok yang bernama setan. Terkait derivasi kosakata setan terdapat perbedan di kalangan ulama. Namun yang paling benar kita katakan adalah bahwa kosa kata ini, diadopsi dari kata "sy-tha-na" yang bermakna jauh. Karena itu, boleh jadi ia memiliki obyek luaran (mishdâq) yang tak-terbilang. Akan tetapi, yang paling nyata dari obyek luaran tersebut dan panglima dari seluruh setan adalah iblis.
Setan merupakan sebuah maujud dan eksisten yang berasal dari golongan jin. Dengan demikian, ia dapat menampakkan dirinya pada pelbagai bentuk, baik pada hewan atau pun pada manusia selain para maksum As.
Karena itu, salah satu jalan asasi yang dilakukan setan adalah membisikkan lewat jalan ini. Dimana pada detik-detik krusial nasib manusia, ia menampakkan dirinya dalam bentuk manusia yang secara lahir shaleh dan menyebabkan terkecohnya manusia.
Akan tetapi ia tidak selalu menggunakan cara ini, lantaran setan merupakan maujud mitsali (imaginal); artinya ia berada pada kondisi antara non-material dan material jasad. Dari sisi ini, ia tidak dapat secara langsung mengakses pada ruh non-material manusia, yang merupakan penyokong (qiwâm) kemanusiaan manusia.
Karena itu, melalui jendela bernama nafs ammarah ia sisipkan segala keinginannya pada jiwa manusia. Nafs ammarah adalah sisi hewani nafs manusia yang apabila ia menanjak dan menyempurna maka ia akan berubah menjadi nafs muthmainnah atau ruh transendental.
Dengan demikian, setan dengan penunjukkan dan penampakan, ia menyediakan lahan penyimpangan, kesesatan dan tipuan bagi manusia, apa yang menjadi sumber kecendrungan nafs ammarah atau hawa nafsu manusia. Oleh itu, harus dikatakan bahwa setan merupakan sebuah sebagian sebab (juz al-illah) atau sebab persiapan (preparing cause, illah al-mu'iddah) dalam mengecoh dan menipu manusia bukan sebab tuntas (illah tammah). Adapun pelbagai penampakan ini, pelbagai model dan corak yang dimilikinya yang selaras dan senafas dengan pelbagai kecendrungan hewani manusia, antara lain:
A. Memperindah pelbagai perbuatan buruk: Setan dengan memperelok dan memperindah pelbagai keburukan, ia melenyapkan corak keburukan pada kezhaliman dan perbuatan dosa serta menimalisir pelbagai aral pada perbuatan-perbuatan haram sehingga manusia dapat dengan mudah terjerat perbuatan dosa. Seperti segala pembenaran dan justifikasi yang kita susun tatkala melakukan perbuatan dosa.
B. Janji-janji palsu: Setan dengan membeberkan pelbagai janji palsu dan harapan-harapan tinggi dan tak-terjangkau, membuat manusia lupa untuk mengingat hari kiamat, kematian dan Tuhan. Setan menjebak orang ini untuk berperang dengan hawa nafsunya dimana untuk sampai pada harapan dan janji tersebut ia rela melakukan pelbagai dosa besar.
C. Menebarkan rasa takut dan gentar: Setan dengan menciptakan rasa takut, kecut dan gentar terhadap masa depan pada diri manusia, ia mengajak manusia untuk menumpukkan harta, lari dari medan jihad, hanyut bersama para tiran dan sebagainya dan mengkondisikan manusia untuk melakukan pelbagai perbuatan buruk dan dosa yang bersumber dari ketakutan terhadap masa depan.
Kiranya kita perlu mengenal terlebih dahulu, meski secara global dan selintasan, tentang eksisten bernama setan sebelum menjawab pertanyaan di atas. Terkait dengan derivasi redaksi setan, terdapat perbedaan pendapat dan paradigma di kalangan ulama. Namun yang nampak lebih cocok dari seabrek pendapat itu adalah bahwa redaksi setan diadopsi dari kata "sya-tha-na" yang bermakna terjauhkan.[1]
Sesuai dengan pandangan kebanyakan penafsir, setan artinya eksisten penggangu dan durhaka yang telah keluar dari jalan lurus. Dengan asumsi ini, nama setan adalah sebuah nama umum yang memiliki banyak obyek luaran (mishdaq). Termasuk setiap eksisten dan maujud pendurhaka dari kalangan manusia dan jin.[2] Adapun iblis, ia adalah setan yang menolak untuk sujud kepada Adam bapak manusia.[3]
Sesuai dengan penjelasan al-Qur'an, iblis bukan eksisten dan maujud seperti manusia melainkan dari jenis jin[4] dan diciptakan dari bahan api. Tipologi makhluk seperti ini adalah berada pada kondisi medium antara jasmani dan non-jasmani, antara material dan non-material dimana ia dapat menyerupai pelbagai bentuk; yaitu ia dapat muncul dengan pelbagai bentuk di dunia luaran.
Nampaknya, maksud dari pertanyaan tentang setan di atas adalah iblis. Dengan memperhatikan asumsi ini kita akan menjawab pertanyaan tentang iblis. Sebagaimana yang telah kami katakan bahwa setan merupakan eksisten imaginal (mitsali) dan kita tahu bahwa manusia merupakan maujud dwi dimensi; artinya manusia memiliki dimensi jasmani dan juga dimensi ruhani. Karena itu, apabila setan ingin mengecoh dan menipu manusia, mau-tak-mau ia harus melalui jalan khusus sehingga ia dapat menjalin hubungan dengan ruh manusia yang menjadi penyokong (qiwam) kemanusiaan manusia. Nafs manusia memiliki sisi beragam. Sisi ruhani yang disebut sebagai ruh atau nafs muthmainnah dan sisi ahriman (keburukan) yang disebut sebagai nafs ammarah atau hawa nafsu.
Untuk mengendalikan manusia, mau-tak-mau harus menembus lewat sebuah celah yang disebut sebagai nafs ammarah manusia,[5] dan memanfaatkan dengan maksimal celah ini. Dari sisi lain, ia juga merupakan maujud mitsali atau eksisten imaginal yang membuatnya tidak dapat secara langsung berhubungan dengan manusia. Hubungan rahasia antara setan dan nafs ammarah inilah yang disebut sebagai bisikan setan atau was-was yang dihembuskan setan.
Allamah Thabathabai terkait dengan masalah ini menuturkan: "Setan mengecoh manusia dengan menyampaikan was-was pada hati manusia."[6] Karena itu, setan merupakan sebagian sebab dan dengan sendirinya tidak dapat menyesatkan manusia, melainkan ia hanya mengajak manusia untuk memenuhi apa yang menjadi tuntutan hawa nafsunya. Atau dengan kata lain, bisikan setan hanyalah sebuah sebab persiapan (illah al-mu'id), bukan sebab tuntas (illah al-tammah).
Manusia juga dalam menyambutnya memiliki kebebasan. Ia dapat mendengarkan dan mengikuti bisikan itu atau mengikuti firman-firman Tuhan dan akal sehatnya. Karena itu, Allah Swt dalam melarang manusia untuk tidak mengikuti titah setan berfirman: " Hai orang-orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (baca: sempurna), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (Qs. Al-Baqarah [2]:208)
Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana setan menggerakkan pelbagai perasaan (yang non-rasional) dan hawa nafsu manusia dan menyudutkan manusia untuk mengerjakan pelbagai perbuatan tidak senonoh? Setan memanfaatkan pelbagai cara untuk sampai kepada tujuan ini yang akan kami sebutkan beberapa poin dari cara tersebut.
Sebagaimana yang telah kami sebutkan, setan dapat menjelma dan menyerupai sebuah sosok manusia atau hewan di dunia luaran. Cara seperti ini adalah salah satu cara setan membisikkan pesan-pesannya. Artinya pada detik-detik krusial dan bersejarah, ia muncul sebagai seorang yang secara lahir berbudi dan menyelewengkan banyak manusia dari jalan kebenaran. Banyak contoh terkait dengan masalah ini yang terekam baik dalam sejarah perjalanan manusia. Dan boleh jadi pernah terjadi pada salah seorang dari kita.[7]
Akan tetapi ia juga memanfaatkan cara lain sebagaimana termaktub dalam ayat-ayat al-Qur'an yang telah disinggung sebagian darinya.
A. Memperelok pelbagai perbuatan buruk: Artinya setan menunjukkan pelbagai perbuatan tidak senonoh menjadi indah dan elok dipandang mata. Sehingga Nampak bagi manusia bahwa perbuatan itu merupakan perbuatan senonoh dan baik. Hal ini adalah apa yang disebut dalam al-Qur'an sebagai talbis haq bil batil[8] dan batil bil haq yang merupakan salah satu muslihat orang-orang Yahudi. Memperindah segala amalan merupakan sebuah jalan yang mudah dilalui dan sejalan dengan pelbagai kehendak nafsu manusia. Dengan demikian, disebutkan dalam al-Qur'an: "Dan setan telah menghiasi perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk.” (Qs. Al-Naml [27]:24)
B. Menebarkan Janji-janji palsu: Setan dengan menebarkan pelbagai janji palsu, harapan-harapan tinggi dan tak-terjangkau, membuat manusia lupa terhadap pelbagai realitas kesehariannya yang ada di hadapannya. Demikian juga menyibukkan manusia dengan angan-angan yang tidak dapat dicapai. Jelas bahwa hasil dari perbuatan semacam ini adalah melupakan hari kiamat dan lalai dari mengingat Tuhan. Atas alasan ini, Allah Swt berfirman: "Setan itu memberikan janji-janji (bohong) kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu tidak menjanjikan kepada mereka selain dari tipuan belaka." (Qs. Al-Nisa [4]:120)
C. Menebarkan rasa takut dan gentar: Salah satu muslihat setan adalah menciptakan rasa takut, kecut dan gentar terhadap masa depan pada diri manusia. Kondisi takut ini menjadi sebab manusia melakukan pelbagai perbuatan buruk seperti putus asa, buruk sangka terhadap Tuhan, tiadanya tawakkal kepada Tuhan dan menghindarkan manusia untuk tidak melakukan perbuatan baik. Misalnya setan menebarkan rasa takut pada manusia dengan kefakiran dan kemiskinan di masa datang yang membuatnya menjadi bakhil dan mencegah manusia untuk berinfak. Masalah ini menjadi obyek perhatian pada ayat-ayat al-Qur'an. Misalnya al-Qur'an menyatakan: "(Ketika kamu berinfak), setan menjanjikan kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia-Nya untukmu." (Qs. Al-Baqarah [2]:268)[]
Sumber telaah dan referensi:
1. Tafsir Nemune, Nashir Makarim Syirazi.
2. Al-Mizân, Muhammad Husain Thabathabai.
3. Akhlâq dar Qur'ân, Muhammad Taqi Misbah Yazdi.
[1]. Lisân al-Arab, redaksi sya-tha-na .
[2]. Tafsir Nemune, Nasir Makarim Syirazi, jil. 1, hal. 191.
[3]. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka bersujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur, dan (dengan demikian) ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Qs. Al-Baqarah [2]:34)
[4]. “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, lalu mendurhakai perintah Tuhannya.” (Qs. Al-Kahf [18]: 50)
[5]. Akhlâq dar Qur’ân, Muhammad Taqi Misbah Yazdi, hal. 234
[6]. Terjemahan al-Mizan, jil. 1, hal. 201.
[7]. Asrâr Âli Muhammad, Sulaim bin Qais, hal. 220.
[8]. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu tutupi yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:42)