Please Wait
20190
Tidak ada masalah apabila memelihara anjing untuk manfaat-manfaat ril seperti menjaga rumah-rumah, untuk keperluan berburu atau untuk keperluan-keperluan baru seperti melacak bahan-bahan peledak, NARKOBA dan juga operasi-operasi SAR ketika terjadi gempa bumi dan bencana-bencana alam dan semisalnya. Namun apabila semata-mata untuk bersenang-senang menyalurkan hobi tanpa manfaat yang berarti maka perbuatan ini akan menyebabkan sebagian ibadah tidak diterima.
Memelihara anjing dalam dua penerapan yang berbeda menurut Islam mengandung dua hukum yang berbeda pula. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
A. Kelompok anjing yang memiliki kegunaan ril bagi manusia. Manusia menggunakan anjing untuk menjaga rumah-rumah mereka. Di samping itu, anjing digunakan untuk keperluan berburu yang memiliki ragam penerapan baru seperti melacak bahan-bahan peledak, NARKOBA, operasi-operasi SAR sewaktu terjadi gempa bumi, bencana alam dan hal-hal yang serupa lainnya. Mengingat bahwa dalam pandangan Islam, manusia merupakan semulia-mulia makhluk dan makhluk-makhluk lainnya diciptakan untuk berkhidmat kepada manusia[1] maka anjing-anjing juga tidak terkecualikan dari prinsip ini. Dan tidak ada masalah memelihara anjing apabila memiliki kegunaan dan manfaat ril. Salah satu contoh dari kegunaan tersebut adalah apa yang dikisahkan dalam al-Qur’an kisah anjing Ashab al-Kahf yang bersama mereka pergi ke goa dan masuk ke dalam goa untuk beristirahat.[2]
Pada tempat lain dari al-Qur’an, disinggung tentang kegunaan anjing terlatih untuk keperluan berburu.[3] Imam Khomeini adalah salah seorang fakih besar yang berdasarkan hal ini, memandang boleh memakan binatang-binatang yang merupakan hasil buruan anjing; bahkan apabila dalam kondisi normal binatang tersebut tidak disembelih mengikut aturan syariat.[4]
B. Dalam penerapan lain, anjing dipelihara oleh manusia bukan karena kegunaan dan manfaatnya melainkan semata-mata untuk bersenang-senang menyalurkan hobi dan mengabiskan waktu.
Agama Islam menentang segala tindakan membuang-buang waktu dan mencari hiburan yang sama sekali tidak membuahkan manfaat. Islam memandang tindakan seperti ini akan melalaikan manusia dari mengingat Tuhan dan menghalanginya untuk hadir pada acara-acara sosial dan melakukan perbuatan-perbuatan yang bermanfaat serta membantu sesama. Penentangan Islam ini tidak hanya terkhusus memelihara anjing namun termasuk seluruh kegiatan hiburan dan bersenang-senang yang sejenis dengan hal ini (tidak membuahkan manfaat), seperti bermain judi,[5] mendengarkan mitos-mitos[6] dan bahkan pergi berburu untuk bersenang-senang.[7]
Dari sisi lain, agama Islam memandang seluruh anjing itu apa pun dalilnya sebagai najis.[8] Menjaga kesucian rumah dan pakaian yang dikenakan untuk shalat akan tentu akan menimbulkan kesulitan bagi setiap Muslim yang memelihara anjing.
Dengan menengok dalam sejarah dan mengkaji kehidupan para penguasa yang hidup berfoya-foya, banyak menghabiskan waktu untuk pelesiran dan mengbaikan kondisi masyarakat kebanyakan. Para penguasa tersebut menghabiskan waktu dengan memelihara, bersenang-senang dengan anjing, monyet dan burung-burung buruan dan selainnya. Dengan semua ini mereka terhalangi untuk mengurus urusan masyarakat yang merupakan tugas utama mereka. Kita dapat menjadikan Yazid bin Muawiyah sebagai contoh dari penguasa model ini. Imam Husain dalam surat protesnya kepada Muawiyah yang telah menjadikan Yazid sebagai calon penggantinya. Imam Husain menyebutkan permainan Yazid seperti bermain anjing yang merupakan salah satu sifat tercela Yazid.[9]
Setelah perbedaan antara dua penerapan yang berbeda menjadi jelas harus dikatakan bahwa jawaban atas pertanyaan Anda adalah pada asumsi pertama memelihara anjing tidak bermasalah. Dan tidak akan menciderai shalat dan doa-doa Anda. Hanya saja Anda harus memperhatikan dan menjaga kebersihan dan kesucian Anda untuk beribadah. Adapun asumsi kedua, memelihara anjing sendiri menyebabkan berpalingnya Tuhan dan para malaikat rahmat Ilahi dari rumah yang terdapat anjing dipelihara di dalamnya. Dan dalam hal ini, dalam kitab-kitab riwayat Syiah disebutkan dalam sebuah pasal khusus yang menjelaskan masalah ini[10] yang akan kami sertakan sebagian riwayat tersebut dan sekiranya Anda ingin menelaah lebih jauh kami persilahkan Anda untuk memperhatikan riwayat-riwayat yang lain:
Imam Shadiq As bersabda, “Rumah yang di dalamnya terdapat anjing dipelihara maka shalat tidak dapat dikerjakan di dalamnya. Karena para malaikat tidak akan masuk ke rumah yang terdapat anjing dipelihara di dalamnya kecuali anjing tersebut adalah anjing yang digunakan untuk berburu dan diberikan tempat yang terpisah. Dalam hal ini tidak ada masalah memelihara anjing.”[11]
Untuk melengkapi jawaban yang telah diberikan kami memandang perlu menjelaskan dua poin penting sebagaimana berikut ini:
Pertama: Bahwa Islam tidak menentang inti aktifitas untuk bersenang-senang, bahkan Rasulullah Saw dalam wasiatnya kepada Amirul Mukminin Ali As bersabda, “Setiap manusia yang berakal harus membagi kesempatan hidupnya menjadi tiga bagian. Pertama menghabiskan waktunya untuk beribadah dan berdoa. Bagian yang lainnya, berusaha mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dan bagian ketiga menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang yang halal.”[12] Dan pada sebagian riwayat, jenis bersenang-senang ini dipandang sebagai bantuan supaya manusia dapat menjalankan tugas-tugasnya dengan lebih baik.[13]
Kedua: Bahwa penegasan Islam supaya tidak memelihara anjing di rumah tidak bertentangan dengan sikap penyayang manusia terhadap binatang sebagai makhluk hidup dan bagian dari alam. Terdapat banyak riwayat yang menyatakan bahwa menunjukkan sikap sayang kepada binatang akan menyebabkan terampuninya dosa-dosa. Salah satu riwayat tersebut akan kami sebutkan sebagai berikut:
Rasulullah Saw bersabda, “Seorang wanita melintas satu jalan dan untuk melepaskan dahaganya, ia berhenti di salah satu sumur yang ada di sekitar jalan itu dan meminum air. Setelah melepaskan dahaganya ia memutuskan untuk melanjutkan perjalanannya namun tiba-tiba ia berhadapan dengan seekor anjing yang saking hausnya ia menjulur-julurkan lidahnya dan menjilati tanah yang basah di sekitar itu. Perempuan tersebut bergumam, anjing ini juga kehausan seperti aku. Kemudian ia mengisi salah satu sepatunya dengan air dan memberikan air kepada anjing tersebut untuk melepaskan dahaganya. Untuk menghargai perbuatan baik ini, Allah Swt mengampunkan dosa-dosanya.” Para sahabat Nabi Saw berkata kepadanya, “Apakah kasih sayang kita kepada binatang-binatang juga akan menyebabkan kita mendapat pahala? Rasulullah Saw menjawab bahwa kasih sayang terhadap setiap makhluk hidup tertimbun ganjaran dan pahala.”[14]
Izinkan kami bertanya bahwa dengan adanya hiburan-hiburan yang sehat dan halal seperti bertemu dengan sahabat dan kerabat, bercakap-cakap dengan istri dan anak-anak, membesuk orang-orang sakit dan cacat, olahraga-olahraga sehat dan bermanfaat, melakukan perjalanan ziarah, wisata dan banyak hal lainnya yang semisal dengan ini yang di samping bersenang-senang, juga memenuhi kebutuhan agama dan dunia setiap orang. Apakah pantas manusia akibat bersenang-senang yang tidak lain menghabiskan waktu dan biaya lebih penting dari itu, yang boleh jadi juga akan mengakibatkan kemarahan Tuhan. [IQuest]
[1]. “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami utamakan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (Qs. Al-Isra [17]:70); “Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Qs. Al-Jatsiyah [45]:13) dan juga banyak hal yang lain dalam al-Qur’an.
[2]. “Dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur; dan Kami membalik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu gua.” (Qs. Al-Kahf [18]:18)
[3]. “Mereka menanyakan kepadamu apakah yang dihalalkan bagi mereka. Katakanlah, “Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (hewan buruan yang ditangkap) oleh binatang dan anjing pemburu yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu.” (Qs. Al-Maidah [5]:4)
[4]. Ruhullah Khomeini, Tahrir al-Wasilah, jil. 2, hal. 135, Dar al-‘Ilm, Cetakan Kedua, Qum.
[5]. “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung. Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangimu dari mengingat Allah dan salat. Lalu (dengan semua larangan itu) apakah kamu mau berhenti (dari mengerjakan pekerjaan itu)?” (Qs. Al-Maidah [5]:90-91)
[6]. “Dan di antara manusia (ada) orang yang membeli perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (Qs. Luqman [31]:6)
[7]. Pada halaman 478 jilid 8 kitab Wasâil al-Syiah terdapat sebuah pasal yang menjelaskan bahwa apabila seseorang ingin melakukan perjalanan berburu untuk bersenang-senang dan berlebih-lebihan maka shalatnya harus dikerjakan secara sempurna (karena perjalanannya bercampur dengan dosa). Namun tidak ada masalah apabila ia pergi melakukan perjalanan berburu untuk mencari nafkah untuk diri dan keluarganya. Apabila berminat Anda menelaah riwayat-riwayat yang terdapat pada pasal ini.
[8]. Dalam Risâlah Amaliah seluruh marja disebutkan tentang kenajisan anjing. Dan meski terdapat beberapa dalil yang disodorkan oleh sebagian ilmuan namun dalil utamanya adalah adanya beberapa riwayat dalam hal ini dan kita memiliki kewajiban untuk menerimanya terlepas apakah dalilnya jelas atau tidak.
[9]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 44, hal. 214.
[10]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 80, hal. 288.
[11]. Muhammad bin al-Hasan Hurr Amili, Wasâil al-Syiah, jil. 5, hal. 175, Riwayat 6260, Muassasah Ali al-Bait, Qum, 1409 H.
[12]. Ibid, jil. 11, hal. 344, Riwayat 14791 (Pada riwayat 14984 pada jilid yang sama, kandungan riwayat ini dinukil dari Amirul Mukminin As yang disampaikan kepada Imam Hasan As).
[13]. Ibid, jil. 17, hal. 63, Riwayat 21987.
[14]. Muhammad Baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, jil. 62, hal. 65.