Please Wait
7093
Jenis nyanyian-nyanyian ini termasuk dari contoh nyanyian dan music yang diharamkan. Atas dasar itu, terdapat dua taklif bagi Anda di sini:
1. Taklif dan tugas Anda untuk bertindak tegas terhadap sopir tersebut.
2. Taklif dan tugas Anda untuk mendengarkan atau tidak mendengarkan nyanyian dan musik tersebut
Tugas dan taklif pertama Anda
Jelas bahwa lagu ini termasuk salah satu jenis lagu mungkar dan berada dalam lingkup taklif larangan dari hal yang mungkar.
Amar makruf dan nahi mungkar (dengan selaksa syarat yang dimilikinya) hukumnya adalah wajib dan meninggalkan kewajiban tersebut adalah kemaksiatan. Dalam hal-hal yang sifatnya mustahab dan makruh maka hukum amar makruf juga sifatnya adalah mustahab.
Hukum amar makruf dan nahi mungkar adalah wajib kifâi. Apabila ada sebagian orang mukallaf yang melakukan hal tersebut maka tugas bagi yang lain akan gugur. Jika melaksanakan tugas amar makruf dan nahi mungkar bergantung pada berkumpulnya sekelompok mukallaf maka hukumnya wajib untuk berkumpul. Dengan memperhatikan syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar maka pelaksanaan kewajiban Ilahi ini dengan memenuhi tingkatan-tingkatannya menjadi wajib.
Tugas dan Taklif Kedua Anda (Mendengarkan atau tidak mendengarkan)
Tugas Anda adalah menghindar darinya dengan menggunakan cara apa pun seperti turun dari kendaraan itu (dengan syarat tidak menyebabkan Anda ditimpa kesulitan), atau meletakkan sesuatu di telinga atau tidak mengindahkan dan bersikap acuh sedemikian sehingga tidak menjadikan Anda sibuk karenanya.
Sebagaimana hasil identifikasi Anda sendiri jenis lagu-lagu ini merupakan salah contoh lagu-lagu haram dan wajib bagi Anda untuk menjauhinya.[1]
Jenis nyanyian-nyanyian ini termasuk dari contoh nyanyian yang diharamkan. Atas dasar itu, terdapat dua taklif bagi Anda di sini:
1. Taklif dan tugas Anda untuk bertindak tegas terhadap sopir tersebut.
2. Taklif dan tugas Anda untuk mendengarkan atau tidak mendengarkan nyanyian atau musik tersebut
Tugas dan taklif pertama Anda
Jelas bahwa lagu ini termasuk salah satu jenis lagu mungkar dan berada dalam lingkup taklif larangan dari hal yang mungkar.
Amar makruf dan nahi mungkar (dengan syarat-syarat yang dimilikinya) wajib hukumnya dan meninggalkan kewajiban tersebut adalah kemaksiatan. Dalam hal-hal yang sifatnya mustahab dan makruh maka hukum amar makruf juga sifatnya adalah mustahab.
Hukum amar makruf dan nahi mungkar adalah wajib kifai. Apabila ada sebagian orang mukallaf yang melakukan hal tersebut maka tugas bagi yang lain akan gugur. Apabila melaksanakan tugas amar makruf dan nahi mungkar bergantung pada berkumpulnya sekelompok mukallaf maka hukumnya wajib untuk berkumpul. Dengan memperhatikan syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar maka pelaksanaan kewajiban Ilahi ini dengan memenuhi tingkatan-tingkatannya menjadi wajib.
Untuk menunaikan tugas amar makruf dan nahi mungkar terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan yang akan kami jelaskan secara ringkas sebagai berikut:
Syarat-syarat Amar Makruf dan Nahi Mungkar
Terdapat beberapa hal yang menjadi syarat diwajibkannya amar makruf dan nahi mungkar:
Pertama, orang yang ingin melakukan amar makruf dan nahi mungkar harus mengetahui bahwa apa yang tidak dikerjakan mukallaf yang menjadi obyek seruannya (pelaku maksiat) adalah wajib dan apa yang dilakukannya (maksiat) harus ditinggalkan.
Kedua, memberikan kemungkinan bahwa amar makruf dan nahi mungkar yang dilakukannya memberikan pengaruh kepadanya karena itu apabila tidak menyisakan pengaruh bagi obyek seruannya (pelaku maksiat) maka tidak diwajibkan baginya untuk melaksanakan tugas amar makruf dan nahi mungkar.
Ketiga, ia harus mengetahui bahwa pelaku maksiat bermaksud mengulangi perbuatan maksiatnya karena itu apabila ia mengetahui atau mengira atau memberikan kemungkinan benar bahwa ia tidak akan mengulanginya maka tugas amar makruf dan nahi mungkar tidak wajib baginya.
Keempat, dalam melakukan tugas amar makruf dan nahi mungkar tidak menimbulkan kerusakan (mafsadah). Karena itu apabila ia mengetahui bahwa jia ia menyeru (amar) atau melarang (nahi) kemudian bahaya jiwa, kehormatan atau harta akan mengancamnya maka tidak diwajibkan baginya melakukan tugas amar makruf dan nahi mungkar. Atau apabila ia takut bahwa bahaya akan mengancam segala yang dimilikinya maka tidak wajib baginya menunaikan tugas amar makruf dan nahi mungkar, bahkan dengan kemungkinan (ihtimâl) terjadinya bahaya yang akan mengancam jiwa atau kehormatan atau hartanya yang menyebabkan kesulitan hidup baginya atau bagi sebagian orang beriman maka tidak wajib baginya bahkan pada sebagian perkara haram baginya untuk melakukan amar makruf dan nahi mungkar.[2]
Tingkatan Amar Makruf dan Nahi Mungkar
Terdapat beberapa tingkatan dalam melaksanakan tugas amar makruf dan nahi mungkar. Apabila diperkirakan tugas ini dapat dilaksanakan dengan tingkatan yang lebih rendah maka tidak benarkan beramal dengan tingkatan yang lebih tinggi.
Pertama, sedemikan memperlakukan orang yang berbuat maksiat sehingga ia dapat memahami bahwa apa yang dilakukannya itu adalah maksiat. Misalnya berbalik darinya, atau menampakkan mimik tidak senang ketika bertemu dengannya, atau memutuskan hubungan dengannya dan memberitahukan bahwa yang dilakukannya ini adalah supaya ia meninggalkan maksiat.
Kedua, amar makruf dan nahi mungkar melalui lisan, karena itu dengan memberikan kemungkinan adanya pengaruh dan terpenuhinya syarat-syarat yang disebutkan maka wajib baginya untuk mencegah orang supaya tidak bermaksiat dan memerintahkan orang yang meninggalkan kewajiban itu untuk melaksanakannya.
Ketiga, bersandar pada kekuasaan dan kekuatan. Oleh itu apabila ia mengetahui atau mantap hatinya bahwa hanya dengan menggunakan kekuasaan dan kekuatan ia akan meninggalkan kemungkaran atau tidak menjalankan kewajibannya maka ia harus menggunakan media tersebut namun masih dalam batas kewajaran.
Apabila mencegah maksiat hanya dapat dilakukan dengan memenjarakan pelaku maksiat di suatu tempat atau mencegah ia untuk masuk ke suatu tempat maka diwajibkan baginya untuk melakukan hal itu dengan memperhatikan batas-batas yang diperlukan dan tidak melampaui batas-batas tersebut.
Apabila mencegah maksiat hanya dapat dilakukan dengan memukul atau bersikap keras dan tegas kepada pelaku maksiat maka dibolehkan bahkan diwajibkan melakukan hal ini dengan syarat tidak berlebihan. Dan sebaiknya dalam masalah ini Anda harus meminta izin dari seorang marja taklid.[3]
Pemimpin Agung Revolusi Islam dalam menjawab pertanyaan bahwa apakah hal-hal yang terkait dengan pencegahan terjadinya kemungkaran terbatas pada pembatasan perbuatan haram dan pelakunya dan itu pun hanya dapat dilakukan dengan memukul atau memenjarakan dan bersikap keras kepadaya atau menguasai hartanya meski harta tersebut kemudian hilang apakah kesemua hal ini dapat dilakukan tanpa harus meminta izin dari seorang hakim syar’i? Dan apakah perbuatan ini termasuk sebagai tindakan nahi mungkar? Jawabannya, “Masalah ini memiliki ragam kondisi dan persoalan. Secara umum tingkatan-tingkatan amar makruf dan nahi mungkar apabila hanya dapat dilakukan ketika jiwa atau harta seseorang dikuasai supaya ia tidak melakukan perbuatan haram, maka hal tersebut tidak memerlukan izin dari orang lain, bahkan hal ini hukumnya wajib bagi setiap mukallaf. Namun hal-hal dimana amar makruf dan nahi mungkar dapat dilakukan melebihi dari amar makruf dan nahi mungkar secara lisan, apabila ia berdiam di suatu tempat yang menganut sistem dan pemerintahan Islam serta kewajiban Ilahi ini dipandang penting, maka hal itu memerlukan izin marja atau petugas bersangkutan dan polisi lokal serta pengadilan setempat.[4]
Apabila mencegah kemungkaran dan menunaikan pelbagai kewajiban lainnya sepenuhnya bergantung pada pencideraan dan pembunuhan, maka tidak dibolehkan kecuali dengan izin mujtahid yang memiliki selaksa persyaratan (marja taklid) dan terpenuhinya seluruh syarat yang ada.[5]
Kesimpulan
Dengan memperhatikan syarat-syarat amar makruf dan nahi mungkar yang Anda sebutkan maka melaksanakan kewajiban Ilahi ini dengan memperhatikan syarat-syaratnya menjadi wajib bagi Anda.
Adapun tugas kedua Anda (Taklif Anda terkait dengan mendengarkan atau tidak mendengarkan):
Tugas dan taklif Anda menghindarinya[6] dengan menggunakan media apa pun yang ada seperti turun dari kendaraan itu (dengan syarat tidak menimbulkan kesulitan dan kepayahan bagi Anda), atau meletakkan sesuatu pada telinga Anda atau tidak mengindahkan terhadap lagu yang diputar sedemikian sehingga tidak menjadikan Anda sibuk karenanya dan sebagainya. [IQuest]
[1]. Sayid Muhammad Hadi Mir Luhi, I’lâm al-Ahbâ fi Hurmat al-Ghinâ fi al-Qur’ân wa al-Duâ’, Koreksi dan Riset, Muhsin Shadiqi, Nasyr Mirshad, 1418 H, Cetakan Pertama, Qum. Muhammad Darabi, Maqamat al-Salikin, Koreksi dan Riset, Sayid Ja’far Nabawi, Nasyr Mirshad, 1418 H, Cetakan Pertama, Qum. Ridha Mukhtari dan Muhsin Shadiqi, Ghina wa Musiqi, Maktab al-I’lam al-Islami, Cetakan Pertama, Qum al-Muqaddasah.
[2]. Taudhi al-Masâil (Al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 756 & 757, Mulahaqât Risâlah Imam Khomeini dengan catatan-catatan pinggir oleh Ayatullah Fadhil Langkarani dan Ayatullah Nuri Hamadani.
[3]. Taudhi al-Masâil (Al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 762, Masalah 2823.
[4]. Ajwiba al-Istiftâ’at (Edisi Persia), hal. 230, Pertanyaan 1055.
[5]. Taudhi al-Masâil (Al-Muhassyâ li al-Imâm Khomeini), jil. 2, hal. 760, 761, 762.
[6]. Sayid Muhammad Hadi Mir Luhi, I’lâm al-Ahbâ fi Hurmat al-Ghinâ fi al-Qur’ân wa al-Duâ’, Koreksi dan Riset, Muhsin Shadiqi, Nasyr Mirshad, 1418 H, Cetakan Pertama, Qum. Muhammad Darabi, Maqamat al-Salikin, Koreksi dan Riset, Sayid Ja’far Nabawi, Nasyr Mirshad, 1418 H, Cetakan Pertama, Qum. Ridha Mukhtari dan Muhsin Shadiqi, Ghina wa Musiqi, Maktab al-I’lam al-Islami, Cetakan Pertama, Qum al-Muqaddasah.