Please Wait
24965
Kumpulan asosiasi dan perkumpulan yang terdapat pada masyarakat yang menjadi media warga masyarakat dan pemerintah disebut sebagai lembaga-lembaga kemasyarakatan atau institusi-institusi madani. Koperasi-koperasi pedesaan dan perkotaan, serikat-serikat pekerja, klub-klub olahraga, perkumpulan warga lokal, organisasi-organisasi professional dan lain sebagainya merupakan beberapa contoh lembaga-lembaga kemasyarakatan. Salah satu keunggulan asasi pemerintahan demokrasi adalah adanya lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam pemerintahan-pemerintahan.
Atas dasar itu seluruh warga, apa pun profesi dan pekerjaannya, dapat menjadi anggota lembaga-lembaga seperti ini. Lembaga-lembaga kemasyarakatan sangat signifikan berfungsi sebagai sumber bagi modal sosial dan kemasyarakatan.
Norma-norma dan nilai-nilai yang berhubungan dengan jaringan-jaringan ini bagi warga masyarakat dan dalam skala yang lebih besar sangat berguna bagi masyarakat yang, di samping dapat membuahkan keuntungan-keuntungan personal dan juga dapat menghasilkan keuntungan-keuntungan sosial, sedemikian sehingga pelbagai kondisi akan semakin membaik ketika terjalin korporasi dan partisipasi serta kooperasi di antara sesama anggota.
Lembaga-lembaga semacam ini sebagai hasilnya menciptakan proses interaksi dan dialog antara pemerintah dan lembaga-lembaga kemasyarakatan mandiri. Lembaga-lembaga ini tatkala tumbuh berkembang dalam beberapa kondisi wujudnya dan ekspansinya, ia tidak menjadi ancaman bagi legalitas dan kekuasaan pemerintah.
Lembaga-lembaga ini di samping menciptakan modal sosial, dengan memilih representasi (wakil) dari mereka, juga dapat menjalin hubungan secara tidak langsung dengan pemerintah. Hal ini sendiri adalah pencetak sebuah modal sosial dari jenis persatuan dan kebersamaan antara pemerintah dan rakyat yang sebagai hasilnya menciptakan stabilitas politik dan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dalam sebuah komunitas beragama dimana rakyatnya sangat patuh dan konsekuen menjalankan instruksi-instruksi agama maka lembaga-lembaga kemasyarakatan juga memiliki corak dan warna agama di dalamnya. Lembaga-lembaga ini memainkan peran penting dalam indentitas dan alur gerakan masyarakat agama. Lembaga-lembaga kemasyarakatan religius di Iran, yang berperan melawan rezim penguasa sebelum Revolusi Islam, kini berfungsi untuk mengarahkan dan mendukung Republik Islam Iran.
Kumpulan asosiasi dan perkumpulan yang terdapat pada masyarakat yang menjadi media warga masyarakat dan pemerintah disebut sebagai lembaga-lembaga kemasyarakatan atau institusi-institusi madani. Lembaga-lembaga kemasyarakatan adalah institusi-institusi mandiri yang membahas dan menindaki segala urusan dan persoalan yang ada dalam domain general masyarakat. Karena itu, institusi-institusi ini harus memiliki esensi dan tipologi mandiri. Lembaga-lembaga seperti ini, sebagai hasilnya, akan menciptakan proses interaksi dan dialog antara pemerintah dan lembaga-lembaga sosial mandiri. Institusi-institusi ini tumbuh berkembang dalam beberapa kondisi wujudnya dan ekspansinya tidak menjadi ancaman bagi legalitas dan kekuasaan pemerintah.[1]
Dalam sebuah komunitas beragama dimana rakyatnya sangat patuh dan konsekuen menjalankan instruksi-instruksi agama maka lembaga-lembaga kemasyarakatan juga memiliki corak dan warna agama di dalamnya dan memainkan peran penting dalam indentitas dan alur gerakan masyarakat agama. Sedemikian sehingga semakin warga masyarakat beragama maka pengaruh dan penetrasi lembaga-lembaga kemasyarakatan sosial ini akan lebih besar. Demikian juga semakin lembaga-lembaga ini mandiri dari pemerintah maka performa dan kinerjanya dalam membangun sebuah masyarakat akan semakin besar. Demikian juga lembaga-lembaga kemasyarakatan religius; pada tingkatan tertentu bergantung pada masa-masa lalu namun penetrasi mereka dalam kekuatan-kekuatan baru, kekuatan-kekuatan pikiran baru, kekuatan-kekuatan terdidik, banyak berpengaruh pada masyarakat.
Esensi Lembaga-lembaga Kemasyarakatan di Iran
Karena religius dan tingginya tingkat penguasaan informasi rakyat Iran, lembaga-lembaga religius-madani semenjak dahulu kala telah berlaku aktif dan terkait dengan lembaga-lembaga madani lainnya, urutannya lebih senior. Lembaga-lembaga ini memainkan peran dalam ragam domain politik dan sosial. Lembaga-lembaga ini seperti asosiasi-asosiasi budaya, majelis-majelis duka, masjid, serikat-serikat pekerja merupakan lembaga-lembaga madani yang aktif di tengah rakyat Iran sekarang. Mereka banyak melakukan interaksi dengan pemerintah semenjak dulu hingga sekarang.
Perlakuan pemerintah semenjak dulu hingga sekarang terhadap lembaga-lembaga madani-religius ini juga tidak satu. Dalam pelbagai tingkatan, perlakuan pemerintah juga beragam. Terkadang pemerintah bersikap toleran dan bahkan mendukung serta menguatkan mereka. Dan terkadang menentang mereka dan membatasi aktifitas mereka. Sejatinya, kriteria kebebasan aktifitas lembaga-lembaga ini berhubungan langsung dengan model kegiatan-kegiatan mereka; meski akfitifas mereka memiliki warna politik, penentangan dan permusuhan kepada mereka semakin besar, sebagaimana gerakan pemikiran dan filosofis Ikhwan al-Shafa, ketika suatu waktu berbentuk rival politik, maka mereka mendapat tindakan keras dari pemerintah. Sementara biara-biara, karena senantiasa mendapatkan perlindungan dari para penguasa dan kurang mendapatkan tindakan represif berkat kurangnya partisipasi dan peran mereka dalam bidang politik.
Lembaga-lembaga ini senantiasa menguatkan identitas tipikal mereka di antara orang-orang Iran dimana dari satu sisi, orientasi politik yang dimiliki (yang tentu saja pada masa yang berlainan memiliki tujuan-tujuan yang berbeda-beda) dan dari sisi lain, lembaga-lembaga ini menguatkan penafsiran ibadah yang bertitik tolak dari agama, prinsip-prinsip dan nilai-nilai agama di tengah masyarakat telah memberikan pengaruh penting dalam menguatkan sebagian keyakinan, ajaran dan tradisi yang terdapat pada masyarakat Iran.
Mungkin dapat dikatakan bahwa pada masa-masa lalu yaitu ketika identitas kegamaan orang-orang lebih dominan atas identitas lainnya, lembaga-lembaga keagamaan sangat memainkan peran penting dalam mengarahkan identitas warga masyarakat. Dan mengingat lembaga-lembaga madani yang terdapat pada masa itu, pada dasarnya tidak berbeda dengan seluruh masyarakat dan sebagai hasilnya, yaitu pemerintah, masyarakat dan lembaga-lembaga perantara, lebih-kurangnya, memiliki identitas tunggal dan boleh jadi karena alasan ini tidak terdapat perbedaan tajam di antara mereka.
Salah satu tipologi asasi lembaga-lembaga madani di Iran adalah menjadikan syariat sebagai poros dan berpegang pada bentuk-bentuk lahir syariat. Atas dasar itu, sebelum kemenangan Revolusi Islam, sekali-kali, kondisi-kondisi yang disebutkan tidak tersedia untuk membentuk lembaga-lembaga madani mandiri di tengah masyarakat Iran; karena sebelum revolusi, lembaga-lembaga ini berposisi sebagai opisisi bagi pemerintah; namun pasca kemenangan Revolusi Islam dan pendirian negara Islam, lembaga-lembaga ini hingga pada batasan maksimal mengalami kemajuan dan semakin menemukan kedudukannya.
Harus dikatakan bahwa lembaga-lembaga religius-madani di Iran, seperti lembaga-lembaga lainnya, kurang-lebihnya bercorak politis; artinya mereka memainkan peran politik dalam bentuk kerjasama dengan pemerintah; karena itu, mereka tidak terbatas pada pengadaan norma agama saja tetapi juga senantiasa memberikan pengaruh pada ranah politik.
Dalam pemerintahan Islam, lembaga-lembaga madani-religius dapat dilihat pada ruang-ruang publik; misalnya pada domain perekonomian, terdapat lembaga wakaf yang merupakan sebuah lembaga religius-madani atau pada domain ideolgi, lembaga seminari (hauzan ilmiah) dan masjid, merupakan lembaga-lembaga religius- madani. Atau pada domain-domain kultural-keagamaan, terdapat lembaga-lembaga seperti majelis-majelis duka dan majelis-majelis takziyah yang merupakan lembaga-lembaga berpengaruh pada masyarakat Iran.
Pada umumnya lembaga-lembaga religious-madani di Iran menunjukkan bahwa seluruh lembaga ini memotivasi warga masyarakat untuk senantiasa mengedepankan moralitas, ajaran-ajaran agama, adab-adab dan ajaran-ajaran khusus yang sesuai dengan keinginan-keinginan manusia religius dan berpengetahuan. Kira-kira seluruh lembaga ini bergantung pada wacana-wacana keagamaan yang berkembang.[2]
Lembaga-lembaga Madani pasca Revolusi Islam
Revolusi Islam berada pada tataran ingin melakukan perubahan asasi dan fundamental pada masyarakat Iran, setelah pelbagai kekuatan kaum Muslimin mengambil kekuasaan politik (menjatuhkan rezim berkuasa), mereka berusaha untuk menafsirkan kehidupan sosial, kebudayaan dan ideologi-ideologi sosial-politik masyarakat dan hasilnya pasca revolusi pada tataran maksimal mereka mampu mengendalikan urusan-urusan kebudayaan.
Berdasarkan hal ini, lembaga-lembaga madani-religius di Iran, yang menjadi oposisi terhadap rezim penguasa, pasca Revolusi Islam berfungsi sebagai pemimbing dan penyokong pemerintahan Islam. Karenanya, berkat supremasi pemerintahan religius di Iran, pelbagai perubahan penting terjadi pada fungsi, performa dan tujuan-tujuan lembaga-lembaga madani-religius. Sedemikian sehingga batasan maksimal mereka menguatkan posisi mereka sebagai lembaga-lembaga madani dan mampu menempatkan diri mereka sebagai lembaga produktif dalam tubuh pemerintah di Iran. Lembaga-lembaga ini seiring-sejalan dengan pemerintah untuk merealisir tujuan-tujuan suci Islam dan melayani kebutuhan masyarakat.
Sebelum Revolusi Islam, lembaga-lembaga madani-religius, karena penentangan mereka terhadap rezim penguasa, banyak melakukan penetrasi di tengah masyarakat dan menimbulkan banyak persoalan bagi rezim penguasa; namun pasca Revolusi Islam, karena kebersamaan, kesetiakawanan dan ketergantungan lembaga-lembaga ini kepada pemerintah yang berkuasa, peristiwa yang terjadi pasca Revolusi Islam, maka bermunculanlah lembaga-lembaga kemasayarakatan baru, yang seirin-sejalan dan koordinasi dengan pemerintah Republik Islam Iran.
Pemerintah pasca kemenangan Revolusi Islam di Iran bukan hanya memandang lembaga-lembaga seperti masjid-masjid dan dewan-dewan keagamaan sebagai penentang melainkan memandang mereka sebagai kumpulan orang-orang yang melakukan pengabdian terhadap legalitas dan kegiatan kultural khususnya. Seluruh lembaga-lembaga madani-religius ini baik hauzah-hauzah ilmiah, masjid-masjid, husaniya-husainyah, organisasi wakaf dan sebagainya dijadikan sebagai kekuatan-kekuatan pendukung dan berharap kepada mereka untuk berupaya menguatkan dan meningkatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Bagaimanapun setelah kemenangan Revolusi Islam, dengan berkuasanya para pemimpin agama pada pucuk pimpinan kekuasaan politik, kebanyakan lembaga-lembaga madani religius telah memperoleh maknanya yang hakiki. Masalah ini, dari satu sisi, berpulang pada upaya pemerintah untuk mengontrol urusan-urusan kebudayaan dan dari sisi lain, dicapai dengan adanya kerjasama asasi antara lembaga-lembaga madani-religius dengan pemikiran politik yang berkuasa pasca Revolusi Islam.
Hal ini telah menyebabkan terbentuknya banyak lembaga keagamaan seperti Syura Siyasatguzhari Aimmah Jum’ah wa Jama’at (Dewan Pengaturan Para Imam Jum’at dan Jamaah), Markaz-e Samandahi be Umur Masajid (Pusat Pengaturan Urusan Masjid), Markaz Buzurgh Islami (Sentral Besar Islam), Nahad-haye Nemayandegi Wali Fakih dar Marakiz Mukhtalif Amuzesy, Danesghai wa Nizhami (Lembaga-lembaga Representasi Wali Fakih pada sentra-sentra Pendidikan, Universitas dan Militer), melakukan intervensi dalam urusan keuangan dan manejemen hauzah-hauzah ilmiah dan hal-hal lainnya. Demikian juga berperan dalam menciptakan pemikiran dan langkah bersama di antara lembaga-lembaga religius-madani seperti dewan-dewan keagamaan, masjid-masjid, husainiyyah-husainiyyah dan pemerintah.
Dengan adanya pelbagai perubahan pada lembaga-lembaga religius-madani, pada tataran sosial-kemasyarakatan telah menyebabkan terjadinya banyak perubahan lainnya dan telah tercipta kesetiakawanan yang tepat dengan lembaga-lembaga religius-madani pasca Revolus Islam.[3] [IQuest]
[1]. Silahkan lihat, Zuhra Mehr Nuruzi, Sarmâye Ijtimâi wa Naqsh Nahâd-hâ, Hadits Zendegi, Bahman dan Isfand, 1384, No. 27.
[2]. Maqshud Ranjbar, Nahâd-ha Madani Dini wa Huwiyat dar Irân, Qismat Awwâl, Pegâh, Hauzah, 17 Syahriwar 1386, No. 214.
[3]. Maqshud Ranjbar, Nahâd-ha Madani Dini wa Huwiyat dar Irân, Qismat Duwwum, Pegâh, Hauzah, 31 Syahriwar 1386, No. 214.