Advanced Search
Hits
10038
Tanggal Dimuat: 2008/10/04
Ringkasan Pertanyaan
Mengapa Allah Swt tidak memerintahkan kepada Nabi Saw untuk melakukan nikah mut’ah? Apakah Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As juga pernah melakukan nikah mut’ah?
Pertanyaan
Mengapa Allah Swt tidak memerintahkan kepada Nabi Saw untuk melakukan nikah mut’ah? Pada surah al-Nisa tatkala menjelaskan hukum mut’ah, bahkan Allah Swt sendiri tidak mengunakan kalimat perintah? Apakah ada sanadnya yang menunjukkan bahwa Rasulullah Saw dan para Imam Maksum As bahkan putra-putranya melakukan jenis pernikahan ini? Atau paling tidak memerintahkan orang untuk melakukan mut’ah? Apakah setelah pelarangan Umar dalam urusan mut’ah, tatkala Imam Ali As memegang tampuk pemerintahan, apakah terdapat nash yang tegas yang menyatakan pencabutan pembatasan ini dari sisi Imam Maksum As? Apakah dalam pernikahan mut’ah, pria dapat menikah dengan beberapa wanita pada saat yang sama tanpa ada batasan? Dan memerlukan izin dari istri-istri mut’ahnya?
Jawaban Global
Pernikahan mut’ah merupakan salah satu tradisi dalam Islam yang dinyatakan kebolehannya dalam al-Quran dan tiada seorang pun yang mengklaim keharusannya sehingga harus dinyatakan dalam bentuk perintah. Ayat mulia ini hanya menjelaskan kebolehan secara syar’i dan kehalalal pernikahan ini sehingga orang-orang beriman dapat melakukannya apabila membutuhkan dan ingin melangsungkan pernikahan dengan model seperti ini.
Sunnah yang baik ini berlangsung di tengah masyarakat Muslim pada masa Rasulullah Saw dan khalifah pertama serta sebagian masa khalifah kedua hingga khalifah kedua sendiri yang melarangnya.
Dalam sejarahnya, para Imam Maksum As senantiasa memotivasi masyarakat untuk melakukan pernikahan ini; karena pada masyarakat di masa itu, sunnah Ilahi ini diharamkan dan diperkenalkan sebagai perbuatan bid’ah sehingga dengan perintah dan pelaksanaannya merupakan sejenis perlawanan atas perbuatan yang digolongkan bid’ah ini. Karena itu, dianjurkannya nikah mut’ah dalam mazhab Syiah adalah disebabkan karena masalah ini yaitu ingin melawan perbuatan bid’ah yang mengharamkam sesuatu yang halal. Hal ini juga telah disebutkan dalam beberapa riwayat.
Sehubungan dengan penentangan Imam Ali As atas larangan khalifah kedua harus dikatakan bahwa Imam Ali As sendiri di Kufah melakukan pernikahan ini.
Dalam praktik nikah mut’ah tidak dibatasi jumlah berapa banyak wanita yang ingin dinikahi secara mut’ah dan izin istri pertama tidaklah menjadi syarat baik itu dalam nikah mut’ah atau nikah daim.
 
Jawaban Detil
Pertanyaan Anda akan dijawab berdasarkan urutannya sebagai berikut:
  1. Islam sebagai agama paling sempurna membolehkan dan mensyariatkan pernikahan sementara (mut’ah) yang boleh jadi disebakan oleh pelbagai persoalan yang dihadapi sebagian orang sehingga tidak mampu melangsungkan pernikahan tetap. Pernikahan mut’ah dapat digunakan sebagai remedi (obat sementara) di tengah masyarakat. Hal ini merupakan salah satu poin positif dan progressif ajaran Islam yang di samping menjawab kebutuhan seksual secara permanen, juga menyodorkan solusi sementara dan beraturan kepada masyarakat.[1] Al-Quran dalam hal ini menyatakan:
«وَ أُحِلَّ لَكُمْ ما وَراءَ ذلِكُمْ أَنْ تَبْتَغُوا بِأَمْوالِكُمْ مُحْصِنينَ غَيْرَ مُسافِحينَ
فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهِ مِنْهُنَّ  فَآتُوهُنَّ أُجُورَهُنَّ فَريضَةً وَلا جُناحَ عَلَيْكُمْ
فيما تَراضَيْتُمْ بِهِ مِنْ بَعْدِ الْفَريضَةِ إِنَّ اللهَ كانَ عَليماً حَكيماً»
“Dan dihalalkan bagimu selain wanita-wanita yang telah disebutkan itu, (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dinikahi, bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikahi secara mut‘ah di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna) sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah dosa bagimu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Nisa [4]:24)
Ayat ini merupakan ayat-ayat madani yang diturunkan kepada Rasulullah Saw pada masa-masa pertama Hijrah di Madinah. Pada masa itu, kaum Muslimin melangsungkan nikah mut’ah, namun sebagian dari mereka tidak menyerahkan mahar. Kemudian ayat ini turun yang menyatakan bahwa sekiranya kalian telah nikahi secara mut’ah maka berikanlah kepada mereka maharnya dengan sempurna sebagai sebuah kewajiban.[2]
  1. Nikah mut’ah merupakan salah satu pernikahan yang telah mentradisi pada masa jahiliyah dan sebelum kedatangan Islam. Islam banyak menghapus tradisi-tradisi dan aturan-aturan jahiliyah, namun tetap menerima sebagian darinya dengan syarat-syarat dan pakem-pakem tertentu. Nikah mut’ah merupakan salah satu tradisi yang telah diramu dan diperbaiki dan pada masa-masa itu mut’ah dikenal dengan lafaz dan istilah ini. Ayat pun turun berdasarkan percakapan dan terma yang berkembang pada masyarakat saat itu. Dalam buku “Târikh al-Jahiliyah” sehubungan dengan nikah mut’ah disebutkan, “Nikah sementara di lakukan dalam bentuk akad personal antara pria dan wanita yang tidak perawan pada masa jahiliyah dimana dengan penikahan itu pria menyerahkan sejumlah uang kepada wanita sebagai ganti manfaat yang diperoleh. Pernikahan ini berakhir seiring dengan berakhirnya masa perjanjiannya.[3] Akan tetapi pada sebagian perkara, terdapat sebagian pria yang tidak menyerahkan mahar atau upah yang telah disepakati. Allah Swt dalam ayat ini mengingatkan penyimpangan ini dan berfirman bahwa apabila kalian telah nikah mut’ah maka hendaknya kalian menyerahkan upah kepada wanita yang telah kalian peroleh manfaat darinya.
  2. Ayat ini berada pada tataran menjelaskan kebolehan, kehalalan, syarat-syarat sahnya pernikahan ini dan bahwa pernikahan ini dipraktikan masyarakat sebelum kedatangan Islam. Allah Swt tetap memperkenalkan pernikahan ini sebagai sesuatu yang halal dan memperbaikinya dengan menjelaskan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Karena itu, pada ayat ini yang mengemuka adalah pembahasan keabsahan dan kebolehan pernikahan semacam ini bukan keharusan (wujub) dan adanya anjuran melakukannya sehingga tidak perlu dinyatakan dengan kata kerja perintah (fi’il amr).[4]
Kebolehan nikah mut’ah dan syarat-syarat lainnya disebutkan dalam banyak riwayat. Dalam Wasâil al-Syiah terdapat lebih dari 32 hadis dalam masalah ini yang akan kami singgung sebagian di antaranya sebagai contoh:
Imam Shadiq As bersabda, “Nikah mut’ah adalah urusan yang tentangnya (kehalalalnya) diturunkan sebuah ayat al-Quran dan (nikah mut’ah ini adalah) sunnah Rasulullah Saw.”[5]
Imam Shadiq As bersabda, “Barang siapa yang tidak meyakini kehalalan mut’ah maka ia bukan dari kami.”[6]
Sebagian riwayat juga menunjukkan adanya anjuran (istihbâb) atau masalah ini. Karena Syiah memandang bid’ah dalam agama mereka yang mengharamkan nikah mut’ah sehingga dalam Syiah, nikah mut’ah dipandang mustahab sebagai upaya untuk melawan bid’ah ini. Melakukan nikah mut’ah sendirinya merupakan sejenis upaya menghidupkan sunnah Rasulullah Saw. Hal ini berulang kali disebutkan dalam pelbagai riwayat. Misalnya sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa kalian tidak boleh meninggalkan dunia ini kecuali kalian sebelumnya telah menghidupkan sunnah Ilahi ini.[7]
Salah satu syarat dan tipologi nikah mut’ah adalah dibolehkan bagi pria untuk nikah mut’ah lebih dari empat – meski ia telah memiliki istri dari pernikahan daim (permanen). Banyak riwayat yang menyebutkan hal ini. Di antaranya adalah Zurarah yang meriwayatkan bahwa ia bertanya kepada Imam Maksum As, “Berapa orang dibolehkan dalam nikah mut’ah?” “Berapa pun yang engkau suka.” Jawab Imam pendek.[8]
Demikian juga, dari sudut pandang syariat Islam, izin dan restu istri pertama tidak diperlukan baik untuk nikah daim atau nikah sementara,[9] kecuali disyaratkan dan dinyatakan sebelumnya dalam akad.
  1. Sehubungan dengan pertanyaan apakah para Imam Maksum As juga melakukan praktik nikah mut’ah atau tidak? Disebutkan dalam riwayat dari Imam Shadiq As yang bersabda bahwa Rasulullah Saw juga melakukan praktik nikah mut’ah.[10] Demikian juga sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Imam Ali As menikah mut’ah dengan seorang wanita dari Bani Nahsyal di Kufah.[11]
Dengan memperhatikan riwayat dan nikah mut’ah ini, kemungkinan besar beliau melakukan nikah mut’ah pada masa pemerintahannya di Kufah yang merupakan pusat pemerintahan Imam Ali. Karena sebelumnya Imam Ali tinggal di Madinah. Riwayat ini dapat menjadi dalil atas praktik nikah mut’ah dan menghidupkan secara dengan praktik nikah mut’ah ini. Di samping itu, Amirul Mukminin Ali As tidak pernah mau menerima sirah Syaikhain (Abu Bakar dan Umar) kecuali dalam pelaksanaan salat tarawih berjamaah yang mula-mula ditentang oleh Imam Ali As; namun masyarakat dengan hiruk pikuk dan melontarkan syiar penentangan sehingga mereka sendiri memilih imam jamaah untuk mereka dan salat ini dikerjakan secara berjamaah. [iQuest]
 

[1]. Diadopsi dari Pertanyaan 347 (Site: 353), Indeks: Problematikan Pelaksanaan Nikah Mut’ah Di Tengah Masyarakat.  
[2]. Muhammad Ridha Dhamiri, Darsnâmeh Fiqh Maqârin, Pasuk be Syubhat-e Fiqhi, hal. 285, Cetakan Pertama, Muassasah Amuzesy wa Pazyuhesy Madzhahib Islami, Qum, 1384 S.  
[3]. Umar Farukh, Târikh al-Jâhiliyah, hal. 156, Cetakan Kedua.  
[4]. Untuk telaah lebih jauh terkait dengan dalil-dalil ayat ini atas nikah mut’ah dan jawaban-jawaban atas pelbagai syubhat dalam hal ini silahkan lihat, “Darsnâmeh Fiqh Maqârin, Muhammad Ridha Dhamiri, Pasuk be Syubhat-e Fiqhi, hal. 285, Cetakan Pertama, Muassasah Amuzesy wa Pazyuhesy Madzhahib Islami, Qum, 1384 S.
[5]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 6, Muassasah Alu al-Bait, Qum, 1409 H.  
[6]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 8.
[7]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 13.
[8]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 18.  
[9]. Untuk telaah lebih jauh silahkan lihat Pertanyaan 807.  
[10]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 13.
«قَالَ الصَّدُوقُ وَ قَالَ الصَّادِقُ ع إِنِّي لَأَكْرَهُ لِلرَّجُلِ أَنْ يَمُوتَ وَ قَدْ بَقِيَتْ عَلَيْهِ خَلَّةٌ مِنْ خِلَالِ رَسُولِ اللَّهِ ص لَمْ يَأْتِهَا فَقُلْتُ فَهَلْ تَمَتَّعَ رَسُولُ اللَّهِ ص قَالَ نَعَمْ وَ قَرَأَ هَذِهِ الْآيَةَ وَ إِذْ أَسَرَّ النَّبِيُّ إِلى‏ بَعْضِ أَزْواجِهِ حَدِيثاً إِلَى قَوْلِهِ ثَيِّباتٍ وَ أَبْكاراً».
[11]. Wasâil al-Syiah, jil. 21, hal. 10.
«قَالَ وَ رَوَى ابْنُ بَابَوَيْهِبِإِسْنَادِهِ أَنَّ عَلِيّاً ع نَكَحَ امْرَأَةً بِالْكُوفَةِ مِنْ بَنِي نَهْشَلٍ مُتْعَةً.»
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar
Jumlah Komentar 0
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
contoh : Yourname@YourDomane.ext
Silahkan Masukkan Redaksi Pertanyaan Dengan Tepat
<< Libatkan Saya.
Silakan masukkan jumlah yang benar dari Kode Keamanan

Klasifikasi Topik

Pertanyaan-pertanyaan Acak

Populer Hits

  • Ayat-ayat mana saja dalam al-Quran yang menyeru manusia untuk berpikir dan menggunakan akalnya?
    261246 Tafsir 2013/02/03
    Untuk mengkaji makna berpikir dan berasionisasi dalam al-Quran, pertama-tama, kita harus melihat secara global makna “akal” yang disebutkan dalam beberapa literatur Islam dan dengan pendekatan ini kemudian kita dapat meninjau secara lebih akurat pada ayat-ayat al-Quran terkait dengan berpikir dan menggunakan akal dalam al-Quran. Akal dan pikiran ...
  • Apakah Nabi Adam merupakan orang kedelapan yang hidup di muka bumi?
    246364 Teologi Lama 2012/09/10
    Berdasarkan ajaran-ajaran agama, baik al-Quran dan riwayat-riwayat, tidak terdapat keraguan bahwa pertama, seluruh manusia yang ada pada masa sekarang ini adalah berasal dari Nabi Adam dan dialah manusia pertama dari generasi ini. Kedua: Sebelum Nabi Adam, terdapat generasi atau beberapa generasi yang serupa dengan manusia ...
  • Apa hukumnya berzina dengan wanita bersuami? Apakah ada jalan untuk bertaubat baginya?
    230149 Hukum dan Yurisprudensi 2011/01/04
    Berzina khususnya dengan wanita yang telah bersuami (muhshana) merupakan salah satu perbuatan dosa besar dan sangat keji. Namun dengan kebesaran Tuhan dan keluasan rahmat-Nya sedemikian luas sehingga apabila seorang pendosa yang melakukan perbuatan keji dan tercela kemudian menyesali atas apa yang telah ia lakukan dan memutuskan untuk meninggalkan dosa dan ...
  • Ruh manusia setelah kematian akan berbentuk hewan atau berada pada alam barzakh?
    215015 Teologi Lama 2012/07/16
    Perpindahan ruh manusia pasca kematian yang berada dalam kondisi manusia lainnya atau hewan dan lain sebagainya adalah kepercayaan terhadap reinkarnasi. Reinkarnasi adalah sebuah kepercayaan yang batil dan tertolak dalam Islam. Ruh manusia setelah terpisah dari badan di dunia, akan mendiami badan mitsali di alam barzakh dan hingga ...
  • Dalam kondisi bagaimana doa itu pasti dikabulkan dan diijabah?
    176343 Akhlak Teoritis 2009/09/22
    Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan.Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”. Kata doa dan kata-kata jadiannya ...
  • Apa hukum melihat gambar-gambar porno non-Muslim di internet?
    171633 Hukum dan Yurisprudensi 2010/01/03
    Pertanyaan ini tidak memiliki jawaban global. Silahkan Anda pilih jawaban detil ...
  • Apakah praktik onani merupakan dosa besar? Bagaimana jalan keluar darinya?
    168127 Hukum dan Yurisprudensi 2009/11/15
    Memuaskan hawa nafsu dengan cara yang umum disebut sebagai onani (istimna) adalah termasuk sebagai dosa besar, haram[1] dan diancam dengan hukuman berat.Jalan terbaik agar selamat dari pemuasan hawa nafsu dengan cara onani ini adalah menikah secara syar'i, baik ...
  • Siapakah Salahudin al-Ayyubi itu? Bagaimana kisahnya ia menjadi seorang pahlawan? Silsilah nasabnya merunut kemana? Mengapa dia menghancurkan pemerintahan Bani Fatimiyah?
    158188 Sejarah Para Pembesar 2012/03/14
    Salahuddin Yusuf bin Ayyub (Saladin) yang kemudian terkenal sebagai Salahuddin al-Ayyubi adalah salah seorang panglima perang dan penguasa Islam selama beberapa abad di tengah kaum Muslimin. Ia banyak melakukan penaklukan untuk kaum Muslimin dan menjaga tapal batas wilayah-wilayah Islam dalam menghadapi agresi orang-orang Kristen Eropa.
  • Kenapa Nabi Saw pertama kali berdakwah secara sembunyi-sembunyi?
    140978 Sejarah 2014/09/07
    Rasulullah melakukan dakwah diam-diam dan sembunyi-sembunyi hanya kepada kerabat, keluarga dan beberapa orang-orang pilihan dari kalangan sahabat. Adapun terkait dengan alasan mengapa melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi pada tiga tahun pertama dakwahnya, tidak disebutkan analisa tajam dan terang pada literatur-literatur standar sejarah dan riwayat. Namun apa yang segera ...
  • Kira-kira berapa usia Nabi Khidir hingga saat ini?
    134057 Sejarah Para Pembesar 2011/09/21
    Perlu ditandaskan di sini bahwa dalam al-Qur’an tidak disebutkan secara tegas nama Nabi Khidir melainkan dengan redaksi, “Seorang hamba diantara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami.” (Qs. Al-Kahfi [18]:65) Ayat ini menjelaskan ...