Please Wait
9519
Boleh jadi alasan mengapa para Imam Maksum As secara personal dan secara serius dan luas tidak menyusun kitab tertentu karena mereka mendahulukan yang lebih penting atas yang penting (taqdim al-aham min al-muhim) dan menyasar pada tujuan-tujuan pokok. Dalam hal ini, para Imam Maksum As lebih banyak meluangkan waktunya untuk menggembleng dan mendidik orang-orang.
Namun tidaklah demikian bahwa para Imam Maksum As tidak menyusun kitab sama sekali, melainkan pada sumber-sumber riwayat, mereka menyusun puluhan kitab dalam beragam bentuk seperti menyusun (sendiri), mendiktekan, menjelaskan dan kemudian dikumpulkan oleh para sahabat yang menyebutkan nama para Imam Maksum As, meski kita tidak dapat secara pasti menerima semua penyandaran ini mengingat banyak kejadian dan peristiwa yang terjadi seperti gangguan yang dibuat oleh para penguasa tiran kepada mereka dan antek-anteknya. Di samping itu, karena kejadian bencana alam seperti banjir, gempa atau perang antar kaum dan suku yang menyebabkan kitab-kitab ini punah dan tidak sampai ke tangan kita.
Terima kasih Anda telah mengemukakan pertanyaan-pertanyaan agama kepada kami. Sekaitan dengan beberapa pertanyaan Anda kami harus menyebutkan beberapa poin penting sebagai berikut:
1. Di antara sebab penting mengapa para Imam Maksum As secara personal dan secara serius tidak menyusun kitab-kitab karena mereka ingin mendahulukan yang lebih penting atas yang penting (taqdim al-aham min al-muhim). Mereka lebih banyak meluangkan waktunya untuk menggembleng, mendidik dan menjaga maktab (school of thought) Syiah melalui jalan membangun asas-asas ijtihad.[1] Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, imamah (kepemimpinan) adalah merupakan tongkat estafet dan kelanjutan kenabian (nubuwwah). Falsafah keberadaan imamah adalah sama dengan falsafah keberadaan kenabian. Dalam al-Qur’an dan riwayat dijelaskan tujuan utama pengutusan para nabi adalah membina orang-orang dan memberikan kehidupan penuh nilai kepada manusia. Al-Qur’an menyatakan, “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan rasul apabila rasul menyerumu kepada suatu yang memberi kehidupan kepadamu.” (Qs. Al-Anfal [8]:24) Demikian juga, pada ayat lainnya, “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul dari golongan mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, dan mengajarkan kepada mereka kitab (Al-Qur’an) dan hikmah, meskipun mereka sebelum itu benar-benar terjerumus dalam jurang kesesatan yang nyata.” (Qs. Al-Jumu’ah [60]:2) Amirul Mukminin As bersabda, “Allah Swt mengutus para nabi untuk menyemaikan mutiara akal manusia. ”[2]
Kedua, membina dan menggembleng orang-orang yang pada akhirnya mereka sendiri yang dapat melakukan istinbâth (inferensi) hukum Ilahi, menyusun kitab-kitab fikih dan lain sebagainya. Di samping dapat memenuhi tujuan utama pengutusan para nabi dan menggelontorkan falsafah (reason d’etre) keberadaan imamah juga menyediakan ruang bagi tersebarnya pengetahuan-pengatahuan Ilahi[3] yang tentu saja akan banyak menuai keberkahan.
Imam Khomeini Ra dalam risalah Ijtihâd wa Taqlid dalam menjawab pertanyaan yang mempersoalkan mengapa Imam Shadiq As, lantaran kondisi-kondisi politik di masanya dan masa transisi pemindahan kekuasaan dari Bani Umayyah ke Bani Abbasiyah, mendapatkan kesempatan emas untuk membentuk hauzah dan memberikan pelajaran kepada orang-orang, akan tetapi mereka tidak menyusun risalah Taudhih al-Masâil (risalah fikih) yang menjawab seluruh persoalan dan problematika dihadapi oleh orang-orang Syiah sehingga kita tidak lagi perlu melakukan praktik ijtihad dan juga tidak harus merujuk pada riwayat-riwayat yang pada umumnya dalam bentuk soal-jawab dimana pada banyak hal terdapat kontradiksi dari riwayat-riwayat tersebut. Imam Khomeini menjawab demikian, “Apabila para Imam Maksum As menulis sebuah risalah Taudhih al-Masâil maka kita tidak lagi perlu melakukan ijtihad dan tidak akan ada orang yang pergi menuntut ilmu dan belajar untuk menggondol gelar mujtahid serta hauzah-hauzah Syiah tidak akan pernah berdiri sementara keberadaan hauzah-hauzah ini sendiri merupakan sesuatu yang ideal dan banyak membuahkan hasil yang membanggakan. Para Imam Maksum As ingin hauzah-hauzah ini berdiri supaya dapat membela dan menjaga kehormatan agama pada masa ghaibat. Dengan berdirinya hauzah-hauzah ini banyak ulama besar yang lahir dan tergembleng yang dari satu sisi, dengan menggeluti bidang keilmuan seperti Hadis, Rijal, Tafsir, Sejarah, Teologi, Filsafat, Irfan, Akhlak, Fikih dan Ushul mereka menjaga dan membela pelbagai pengetahuan yang diwarisi dari para Imam Maksum As dan dari sisi lain, mereka berdiri di hadapan pelbagai invasi budaya dan menjaga Syiah dari pelbagai penyimpangan budaya.”[4]
Ketiga, pada seluruh sistem pendidikan, pendidikan secara langsung bertatap-muka masih tetap primadona dan tidak tergantikan posisinya dengan adanya model-model pendidikan yang tidak secara langsung bertatap muka (misalnya open atau virtual university), meski model pendidikan ini telah banyak mengalami kemajuan dan menuai hasil yang menakjubkan.
Keempat, penyusunan kitab yang dilakukan oleh para Imam Maksum As secara serius dan luas, dengan memperhatikan situasi dan kondisi politik dan social pada masanya boleh jadi memiliki hasil yang tidak ideal mengingat posisi khusus para Imam Maksum akan memancing dan memprovokasi para musuh dan penguasa yang berusaha secara maksimal mengeliminir seluruh kitab atau menyelewengkan kitab-kitab tersebut yang tentu saja efek buruk dua hal ini sangat jelas. Sebagai gantinya, para Imam Maksum As menginstruksikan kepada para sahabat untuk melestarikan mazhab dengan meyusun kitab-kitab dan melalui jalan yang lebih baik sehingga mereka mampu menjaga mazhab karena, pertama, kepekaan para musuh dan penguasa kepada sahabat tidak sama dengan kepekaan mereka terhadap para Imam Maksum As. Kedua, apabila terjadi penyimpangan pada kitab-kitab para sahabat maka konsekuensi yang akan ditimbulkan tidak terlalu mengkhawatirkan.[5] Dengan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh para Imam Maksum As sendiri dapat dipahami bahwa apa yang dinukil oleh para sahabat boleh jadi keliru dalam memahami atau menukil riwayat dari para Imam Maksum As. Atas dasar itu, buku-buku Syiah dalam volume besar diperoleh dari hadis-hadis para Imam Maksum As yang dituturkan secara lisan kepada para sahabat dan mereka yang kemudian menulis hadis-hadis tersebut.
2. Beberapa hal yang telah dijelaskan di atas tidak bermakna bahwa para Imam Maksum sama sekali tidak menyusun kitab. Disebutkan dalam sumber-sumber riwayat terdapat puluhan kitab yang disusun oleh para Imam Maksum As.[6] Kitab-kitab tersebut antara lain adalah:
A. Sebagian kitab ini disusun oleh imam sebelumnya dan diwariskan kepada imam selanjutnya sebagai warisan imâmah demikian seterusnya, dari satu imam ke imam lainnya hingga sampai di tangan Imam Keduabelas, Imam Mahdi Ajf.
B. Sebagian kitab ini ditulis dengan dikte imam dan tulisan para murid imam.
C. Sebagian ditulis dengan tulisan imam sendiri sebagai petunjuk untuk orang-orang tertentu atau permintaan sebagian orang atau ditulis secara global.
D. Sebagian kitab yang disandarkan kepada para Imam Maksum As adalah riwayat-riwayat yang dikumpulkan oleh orang lain dalam satu atau beberapa himpunan riwayat. Berikut ini adalah beberapa kitab yang disandarkan kepada para Imam Maksum yang disusun oleh orang lain:
1. Al-Jâmi’ yang merupakan sebuah kitab yang berkisar tentang hukum-hukum halal dan haram yang disusun dengan dikte Rasulullah Saw dan tulisan Imam Ali As.
2. Al-Jufr adalah kitab yang berisikan tentang pelbagai peristiwa di alam semesta yang ditulis oleh Imam Ali As dalam sebuah kulit domba atau kambing. Karena ditulis di atas kulit domba (jufr)[7] sehingga kitab ini disebut sebagai “Jufr.”[8]
3. Kitab Aliyyin: Tentang kitab ini orang-orang menulis bahwa kitab ini ditulis dengan dikte Rasulullah Saw dan tulisan Imam Ali As yang berkaitan dengan masalah halal dan haram. Kitab ini diteruskan dari imam sebelumnya kepada imam selanjutnya sebagai warisan dan dalam pelbagai kesempatan dijadikan sebagai bukti oleh imam-imam selanjutnya. Sebagian orang berkata bahwa kitab ini adalah kitab Jâmi’ itu sendiri.[9]
4. Mushaf Fatimah: Sebagian orang menulis bahwa kitab ini adalah sebuah kitab yang ditulis dengan dikte Rasulullah Saw dan tulisan Imam Ali As.[10] Sebagian orang berkata bahwa pasca wafatnya Rasulullah Saw, Allah Swt mengutus seorang malaikat untuk mengurangi kesedihan dan kepiluan Hadhrat Zahra Sa. Malaikat tersebut berbincang dengan Puan Besar ini dan hasil dari perbincangan itu adalah Mushaf Fatimah ini yang disusun dengan dikte Hadhrat Fatimah dan tulisan Imam Ali As.[11]
5. Kitab al-Âdâb.
6. Kitab al-Farâidh.
7. Jam’e al-Qur’ân wa Ta’wiluhu atau Jam’e al-Qur’ân ‘ala Tartib al-Nuzûl.
8. Kitâb A’la fihi Sittin Nu’an min Anwâ’ ‘Ulûm al-Qur’ân dari Imam Ali As.
9. Kitâb Fi Zakât al-Ghanam dari Imam Ali As.
10. Kitâb fi Abwâb al-Fiqh dari Imam Ali As.
11. ‘Ahd Nâme Mâlik Asytar dari Imam Ali As.
12. Wasiat ila Muhammad bin Hanafiyyah dari Imam Ali As.
13. Qadhâwât Amir al-Mu’minin (Pengumpulan pelbagai peradilan Amirul Mukminin).
14. Musnad Imâm ‘Ali, kitab ini dikumpulkan oleh Nasai yang bersumber dari riwayat-riwayat Imam Ali As.
15. Nahj al-Balâgha, kitab ini dihimpun oleh Sayid Radhi dari sabda-sabda Imam Ali As.
16. Jannat al-Asmâ dari Imam Ali As.
17. Ghurar al-Hikam wa Durar al-Kilam yang disusun oleh Abdul Wahid Amadi dari sabda-sabda Amirul Mukmin Ali As.
18. Kitab Mu’ammaha-ye Imam Ali As.
19. Al-Amtsal al-Imam Ali bin Abi Thalib. [12]
20. Al-Shahifah al-Kâmilah fi al-Ad’iyah dari Imam Sajjad As.
21. Al-Shahifah al-Tsâniyah al-Sajjâdiyah yang dihimpun oleh Syaikh Hurr Amili.
22. Al-Shahifah al-Tsâlitsah al-Sajjâdiyah yang dikumpulkan oleh Mirza Abdullah Isfahani yang dikenal sebagai Afandi, penyusun kitab Riyâdh al-‘Ulamâ.
23. Al-Shahifah al-Râbi’ah al-Sajjâdiyah yang dihimpun oleh Mirza Husain Nuri.
24. Al-Shahifah al-Khâmisah al-Sajjâdiyah yang dikumpulkan oleh Sayid Muhsin Amin, penyusun kitab A’yân al-Syiah.
25. Risâlah Huqûq dari Imam Sajjad As.[13]
26. Kitab al-Tafsir dari Imam Muhammad Baqir As.
27. Risâlah Imâm Bâqir As.
28. Risalah Imâm Shâdiq be Sa’ad al-Khair.
29. Kitâb al-Hidâyah dari Imam Baqir As.[14]
30. Ju’fur Abyadh. Imam Shadiq As bersabda, “Padaku Jufr Abyad dan kandungannya: Zabur Daud, Taurat Musa, Injil Isa, Shuhuf Ibrahim, Halal dan Haram. Mushhaf Fatimah bukan mushaf Qur’an melainkan terdapat pelbagai hukum yang diperlukan umat manusia di dalamnya.”[15] Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada Mushhaf Fatimah Sa terkandung seluruh berita tentang alam semesta, bukan halal dan haram, sebagaimana yang dijelaskan di atas tentang mushhaf ini.
31. Risâlah Imâm Syisyum ila Najjasyi (Gubernur Ahwaz) yang dikenal sebagai Risâlah Abdullâh bin Najjasyi.
32. Tauhid Mufaddhal; Imam Shadiq As mendiktekan masalah tauhid dan Mufaddhal bin Umar menulisnya.
33. Kitab Ahli Lajjah dari Imam Shadiq As.
34. Kitab Mishbah al-Syariat wa Miftah al-Haqiqah yang disandarkan kepada Imam Shadiq As.
35. Natsr al-Durar yang disandarkan kepada Imam Shadiq As.
36. Wasiat Hisyam bin Hakam dan Pelbagai Tipologi Akal dari Imam Shadiq As.[16]
37. ‘Ilal al-Ahkam al-Syari’ah yang ditulis oleh Imam Ridha dalam menjawab Masalah-masalah Muhammad bin Sinan.[17]
38. Al-‘Ilal Fadhl bin Syâdzân yang mendengar dari Imam Ridha As kemudian disusunnya menjadi sebuah kitab.
39. Risâlah Dzahabiyah tentang pengobatan dari Imam Ridha As.
40. Fiqh al-Ridhâ As.
41. Shahifah al-Ridhâ atau Musnad al-Ridha dari Imam Ridha As.[18]
42. ‘Uyûn Akhbâr al-Ridhâ As dari Imam Ridha As.[19]
43. Risâlah Jabr wa Tafwidh dari Imam Hadi As.
44. Ajwiba: Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan Yahya bin Aktsam dari Imam Hadi As.
45. Qath’at min Ahkâm al-Din dari Imam Hadi As.
46. Tafsir Mustanad ila Imam Hasan Askari As.
47. Mau’izhâ Qishâr dari Imam Husain Askari As.
48. Risâlah Muntaqib dari Imam Hasan Askari As.
49. Mukatibât al-Rijâl dari Imam Hasan Askari As.[20]
3. Mungkin penting menyebutkan hal ini bahwa secara pasti dan yakin kita tidak dapat menerima penyandaran seluruh kitab-kitab ini, karena adanya jarak waktu antara kita dan masa para Imam Maksum As dan juga mengingat keterbatasan pelbagai penyampaian informasi para Imam Maksum As serta mengingat bahwa kebijakan politik para penguasa yang bersandar pada pelarangan penulisan hadis[21] atau pembatasan para imam dan pengadaan gangguan bagi mereka dan para sahabatnya seperti membakar, pengrusakan rumah-rumah atau terjadinya banyak bencana-bencana alam seperti banjir dan gempa bumi[22] atau pertempuran di antara suku dan kaum[23] yang membuat banyak dari kitab-kitab ini telah punah dan tidak sampai ke tangan kita. [IQuest]
[1]. Jelas bahwa penggunaan metode ini sepanjang sejarah khususnya pada masa para Imam Maksum tidak hadir secara langsung di tengah masyarakat telah memberikan garansi pada lestarinya agama dan mazhab Syiah.
[2]. Nahj al-Balâgha, Khutbah 1.
[3]. Orang-orang ini beramal laksana ensiklopedia dan juru bicara. Dengan hadirnya mereka di tengah ragam masyarakat dengan ucapan dan perbuatannya telah menjadikan diri mereka sebagai sebaik-baiknya unsur dalam tabligh dan penyebaran maarif.
[4]. Silahkan lihat, Târikh Ilmu Ushûl, Mahdi Hadawi Tehrani, hal. 74-76.
[5]. Jelas bahwa konsekuensi distorsi pada sebuah matan yang secara definitif disandarkan kepada para maksum sementara para maksum tidak menyusunnya tentu tidak sama dengan penyimpangan pada matan yang disandarkan kepada salah satu murid imam.
[6]. Silahkan lihat, Software Pârsejû, Pasukh: Wahid Pasukh be Sualat-e Daftar Tablighat Islami, be Pursesy: Luthfan nâm kitâb-hâye imâmân-e mâ râ beguyid. Har kudum az kitab-ha baraye kudum imâman As? Taudhih dahid. Departemen Penjawab Pertanyaan-pertanyaan, Kantor Propaganda Islam. Pertanyaan: Tolong Anda sebutkan nama-nama kitab para imam dan jelaskan masing-masing kitab dan karya imam yang keberapa?
[7]. Jufr adalah sebuah ilmu yang dengannya pelbagai peristiwa yang terjadi di dunia hingga hari Kiamat dapat diketahui. Ilmu ini berada dikuasai oleh Amirul Mukminin As dan para Imam Maksum As dan para ilmuan Barat menyandarkan ilmu ini kepada AHlulbait As. Allamah Dekhoda berkata, “Dalam kitab Kasyf Isthilâhât-e al-Funûn disebutkan, “Ilmu Jufr dan Jâmi’ adalah dua subyek yang ditulis dan disusun oleh Amirul Mukminin Ali As dalam dua kitab. Dalam kitab tersebut disebutkan pelbagai kejadian yang terjadi di dunia hingga hari Kiamat dan tentu saja para Imam Maksum (lainnya) mengetahui ilmu ini pasca Amirul Mukminin Ali As. Segala persoalan yang terkait dengan masa depan mereka keluarkan dari kitab itu. Apa yang disampaikan oleh Imam Ridha As dalam menjawab permintaan Makmun untuk menerima wilayah ahd, “Bahwa tugas menjadi pengganti dan khalifamu aku terima namun hal ini tidak akan pernah terlaksana; artinya sebelum itu terjadi aku akan meninggalkan dunia ini. Sayid Sanad menyandarkan prediksi ini pada ilmu Jufr dan Jâmi’. (Lughat Nâme Dekhâda, jil. 5, hal. 6852). Imam Shadiq As juga bersabda, “Sesungguhnya terdapat pada kami jufr merah dan putih, mushaf Fatimah dan al-Jame’ yang di dalamnya terdapat segala sesuatu yang diperlukan manusia.” Bihâr al-Anwâr, jil. 26, hal. 18. Irsyâd Syaikh Mufid, hal. 257. Ihtijâj Thabarsi, jil. 2, hal. 132. Terkait dengan kriteria kesahihan ilmu ini jelas bahwa prinsip-prinsip dasar yang berada di tangan para maksum bersifat pasti dan definitif. Namun untuk keluar dari siklusnya dan memiliki dimensi edukatifnya – dengan asumsi dapat dicapai – maka ia akan seperti ilmu-ilmu asumtif lainnya. Fondasi-fondasi ilmu ini berdiri di atas jenis olah-olah batin yang sangat pelik. Meski kami tidak menganjurkan Anda untuk mempelajarinya namun Anda dapat mendapatkannya pada literature-literatur berikut ini: 1. Nafâis al-Funun, Syamsuddin Amuli. 2. Sarmâye Sukhanwarân, jil. 1, Muqaddam. 3. Gulzâr-e Akbâri, Nahawandi. 4. Anwâ’ wa Asykâl-e Syenâkht, Ali Ishaq.
[8]. Bashâir al-Darâjât, Hasan bin Farakh, hal. 157 – 159; Ma’âlim al-Madrasatain, Sayid Murtadha Askari, jil. 2, hal. 233.
[9]. Al-Mahâsin, Muhammad bin Khalid Barqi, hal. 193.
[10]. Bashâir al-Darâjât, Hasan bin Farakh, hal. 157-158.
[11]. Ibid, hal. 153; al-Kâfi, Kulaini, Hadis 1, hal. 24.
[12]. A’yân al-Syiah, Sayid Muhsin Amin, jil. 2, hal. 332 – 333.
[13]. Ibid, hal. 457-476.
[14]. Ibid, hal. 476 – 518.
[15]. Al-Kâfi, jil. 1, hal. 240.
[16]. A’yân al-Syiah, Sayid Muhsin Amin, hal. 518 – 521.
[17]. Ibid, hal. 539.
[18]. Ibid, hal. 566 – 568. Bashâir al-Darâjât, hal. 157-158.
[19]. A’yân al-Syiah, hal. 584. Bashâir al-Darâjât, hal. 153. Al-Kâfi, Hadis 1, hal. 24.
[20]. Ibid, hal. 588.
[21]. Silahkan lihat, Tammulât dar Ilm Ushul Fiqh, Mahdi Hadawi Tehrani, Kitab Awwal, Daftar-e Syisyum, hal. 94 – 101.
[22]. Seperti musnahnya kitab-kitab Ibnu Abi Umair; Jâmi’ al-Ruwât Ardabili, jil. 2, hal. 51.
[23]. Seperti pembakaran perpustakaan Syaikh Thusi; Muqaddimah Rijâl Syaikh Thusi, hal. 17.