Please Wait
Hits
33440
33440
Tanggal Dimuat:
2013/12/25
Ringkasan Pertanyaan
Bagaimana penafsiran surat al-Kahfi (18) ayat 18-26?
Pertanyaan
Bagaimana penafsiran surat al-kahfi ayat 18-26
Jawaban Global
Ayat-ayat 18 hingga 26 surah al-Kahfi membahas tentang sebagian kisah Ashabul Kahfi. Kisah Ashabul Kahfi bercerita tentang pria-pria ahli tauhid dan pencari Tuhan yang terpaksa harus melarikan diri dari cengkeraman penguasa musyrik dan zalim di masanya demi untuk menjaga iman mereka. Mereka memilih untuk berlindung dalam sebuah goa dari kejaran antek-antek penguasa.
Ayat-ayat ini dialamatkan kepada Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman kepada Rasul-Nya bahwa setelah berhasil kabur dari penguasa musyrik dan zalim, mereka berlindung ke dalam goa dan kemudian di dalam goa itu mereka secara ajaib terlelap tidur, sedang anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu goa dan tidur dalam kondisi seperti itu. Tidur Ashabul Kahfi berlangsung selama tiga ratus tahun. Setelah tidur yang panjang Kami bangunkan mereka sehingga bangunnya mereka selepas itu menjadi hujjah dan dalil akan dihidupkannya kembali manusia pada hari kiamat.
Demikian juga tentang jumlah Ashabul Kahfi dan bagaimana salah satu dari mereka pergi ke kota setelah bangun untuk menyiapkan makanan, masyarakat yang mengetahui hal itu dan lain sebagainya adalah beberapa hal yang telah disinggung pada ayat-ayat ini.
Ayat-ayat ini dialamatkan kepada Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman kepada Rasul-Nya bahwa setelah berhasil kabur dari penguasa musyrik dan zalim, mereka berlindung ke dalam goa dan kemudian di dalam goa itu mereka secara ajaib terlelap tidur, sedang anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu goa dan tidur dalam kondisi seperti itu. Tidur Ashabul Kahfi berlangsung selama tiga ratus tahun. Setelah tidur yang panjang Kami bangunkan mereka sehingga bangunnya mereka selepas itu menjadi hujjah dan dalil akan dihidupkannya kembali manusia pada hari kiamat.
Demikian juga tentang jumlah Ashabul Kahfi dan bagaimana salah satu dari mereka pergi ke kota setelah bangun untuk menyiapkan makanan, masyarakat yang mengetahui hal itu dan lain sebagainya adalah beberapa hal yang telah disinggung pada ayat-ayat ini.
Jawaban Detil
Ayat-ayat 18 hingga 26 surah al-Kahfi membahas tentang sebagian kisah Ashabul Kahfi. Kisah Ashabul Kahfi bercerita tentang pria-pria ahli tauhid dan pencari Tuhan yang terpaksa harus melarikan diri dari cengkeraman penguasa musyrik dan zalim di masanya demi untuk menjaga iman mereka. Mereka meninggalkan kehidupan dunia dan memilih masuk ke dalam sebuah goa; dengan begitu di samping mereka menjaga imannya juga memberikan pelajaran kepada manusia di sepanjang sejarah bahwa manusia ketika berada di istana penguasa zalim dan musyrik serta menjabat jabatan penting, ia tetap dapat menjaga imannya dan apabila keimanan ini berada di ambang bahaya maka ia melepaskan jabatan itu lalu memilih hidup susah demi menjaga iman dan keyakinannya.
Secara ringkas penafsiran ayat 18 hingga 26 surah al-Kahfi akan diuraikan dalam beberapa poin berikut:
Secara ringkas penafsiran ayat 18 hingga 26 surah al-Kahfi akan diuraikan dalam beberapa poin berikut:
- Ayat 18: Ayat ini menceritakan tentang tidur Ashabul Kahfi. Ayat ini ditujukan kepada Rasulullah Saw dan seluruh orang-orang membaca atau membaca ayat-ayat ini. Ayat ini menyatakan bahwa Ashabul Kahfi terlelap tidur secara ajaib; mata mereka terbuka sementara sebenarnya mereka terlelap dan tertidur nyenyak. Siapa pun yang melihatnya akan menyangka bahwa mereka itu tidak tidur (bangun). Allah Swt berfirman, “Kami membalik-balikkan mereka ke kiri dan ke kanan.” Biasanya orang ketika tertidur akan bergerak dan bolak-balik ke kiri dan ke kanan, dan Allah Swt menggerakkan mereka ke kiri dan ke kenan hingga tetap terdapat tanda-tanda kehidupan karena apabila tidak ada gerak maka tentu badan mereka akan mengalami kelelahan. Sementara anjing mereka menjulurkan kedua lengannya di muka pintu goa dan tidur dalam kondisi seperti itu. Allah Swt melakukan penampakan demikian sehingga orang-orang yang melihatnya akan merasa takut dan tidak berani untuk mendekat dan menyentuhnnya. Al-Quran menyatakan, “Dan jika kamu menyaksikan mereka, tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri) dan tentulah (hati)mu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.” Karena itulah tatkala pasukan Decius yang mencari mereka sampai di mulut goa, panik melihat mereka dan tidak dapat mendekati mereka. Pasukan Decius pun angkat kaki meninggalkan mereka dalam kondisi seperti itu.
- Ayat 19: Ayat ini bercerita tentang bangunnya mereka setelah tidur yang berkepanjangan. Tidur Ashabul Kahfi sedemikian panjang sehingga berdasarkan tahun Syamsiah berlangsung selama tiga ratus tahun lamanya dan apabila menggunakan perhitungan tahun Qamariah maka lama mereka terlelap tidur adalah tiga ratus sembilan tahun di goa itu. Karena itu, tidur mereka mirip kematian dan bangunnya mereka seperti hari kebangkitan. Pada ayat ini, al-Quran menyatakan, “Demikianlah Kami bangunkan mereka.” Artinya sebagaimana Kami mampu membuat mereka tertidur selelap dan senyenyak ini selama ratusan tahun kami juga mampu membangunkan mereka. “Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Salah seorang di antara mereka berkatalah, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.” (Karena mereka tidak mampu menentukan masa tidur mereka), mereka berkata, “Tuhanmu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).”
Setelah bangun dan saling bertanya seperti ini, mereka merasa sangat lapar dan ingin makan. Karena perbekalan mereka telah habis, mereka mengusulkan salah saeorang dari mereka untuk pergi ke kota membeli makanan dengan sisa uang perak yang dimiliki dan melihat manakah makanan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan kita selama di sini. “Sekarang suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik. Lalu dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun.”
- Ayat 20: Karena ia diminta menyembunyikan identitasnya yang sebenarnya seseorang dari mereka bertanya mengapa tiada seorang pun yang boleh mengetahui identitasnya?” Salah seorang menjawab, “Karena apabila musuh mengetahui identitas dan menemukamu maka mereka akan melemparmu atau memaksamu untuk kembali kepada agama mereka (menyembah berhala) dan jika demikian adanya, pastilah engkau tidak akan meraih kejayaan. “Sesungguhnya jika mereka dapat mengetahui tempatmu, niscaya mereka akan melemparmu dengan batu, atau memaksamu kembali kepada agama mereka, dan jika demikian, niscaya kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.”
- Ayat 21: “Dan demikianlah Kami memberitahukan (manusia) tentang mereka agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah (tentang hari kebangkitan) itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.”
Segera kisah hijrah kelompok para lelaki pencari Tuhan dan muwahid ini tersebar di mana-mana dan penguasa zalim murka. Karena itu ia memerintahkan petugas khusus untuk mencari mereka di mana-mana dan apabila mereka menemukan jejaknya supaya pasukan itu menangkap mereka dan menghukumnya.
Akhirnya, salah satu dari mereka pergi ke kota untuk menyediakan makanan. Ia masuk ke kota namun ia takjub bukan kepalang, bentuk bangunan telah mengalami perubahan radikal, orang-orang juga tidak ada yang dikenalnya. Model pakaian mereka juga berbeda bahkan tutur kata mereka, adat dan istiadat warga kota. Puing-puing bangunan kemarin kini telah berubah menjadi istana-istana dan istana-istana yang kemarin kini telah menjadi puing-puing! Ia masih berpikir bahwa tidur mereka hanya sehari atau setengah hari. Namun mengapa perubahan terjadi sedemikian radikal dan drastis seperti ini. Rasa takjubnnya semakin bertambah tatkala ia merogoh kantungnya untuk membayar makanan. Penjual makanan melongok uang perak yang berlaku tiga ratus tahun sebelumnya, dan boleh jadi pada nama Decius, raja zalim pada masa itu yang terukir pada koin itu. Tatkala penjual makanan meminta penjelasan, ia menjawab bahwa baru saja ia memiliki uang perak itu! Dan ia kini menyadari bahwa ia dan sahabat-sahabatnya betapa dan berapa lama terlelap tidur. Sebenarnya, orang-orang mengetahui dari mulut ke mulut tidurnya tujuh orang Ashabul Kahfi pada masa Decius. Penjual itu dengan melihat orang itu dan melakukan tanya jawab dengannya, menyadari bahwa orang ini adalah salah satu dari tujuh orang itu dan kini mengetahui kondisi mereka.
Masalah ini laksana bom yang langsung terdengar di seluruh kota. Sekelompok dari mereka tidak percaya bagaimana manusia setelah mati kini kembali hidup. Namun kisah tidurnya Ashabul Kahfi telah menjadi dalil kuat bagi mereka yang mendukung adanya ma’âd jasmani; karena itu al-Quran pada ayat ini menyatakan “Dan demikianlah Kami memberitahukan (manusia) tentang mereka agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah (tentang hari kebangkitan) itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.”
Tidur dan bangun ini yang merupakan bagian dari kematian dan bangkit hidup kembali lebih menakjubkan; karena ratusan tahun berlalu dan badan mereka tidak binasa, padahal mereka tidak makan dan tidak minum. Apakah hal ini bukan dalil atas kekuasaan Tuhan atas segala sesuatu dan segala urusan? Kehidupan setelah kematian dengan pemandangan seperti ini tentu saja akan terjadi.
Orang yang bertugas membeli makanan segera bergegas kembali ke goa dan mengabarkan sahabat-sahabatnya atas peristiwa ini. Semuanya terhenyak dan heran luar biasa. Memikul beban hidup seperti ini berat bagi mereka. Lalu mereka memohon kepada Allah untuk dimatikan dan berpulang ke rahmat Allah dan demikianlah yang terjadi. Mata mereka tertutup dari dunia ini untuk selamanya dan jasad mereka tetap tergeletak di dalam goa hingga orang-orang mendatangi mereka di goa tersebut.
Di sini terdapat orang-orang berselisih dan berbeda pendapat antara pro ma’ad jasmani dan kontra ma’ad jasmani. Para penentang berusaha supaya masalah bangun dan tidurnya Ashabul Kahfi segera dilupakan oleh orang-orang. Al-Quran dalam hal ini menyatakan, “Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, sebagian mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka (supaya mereka tidak terlihat mata lagi untuk selama-lamanya dan janganlah kita memperbincangkan tentang mereka lagi), Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Tetapi orang-orang yang mengetahui rahasia mereka (dan meyakini peristiwa itu sebagai salah satu tanda kebenaran hari kiamat) berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah masjid di atas mereka (supaya kenangan mereka tidak terlupakan).”
Akhirnya, salah satu dari mereka pergi ke kota untuk menyediakan makanan. Ia masuk ke kota namun ia takjub bukan kepalang, bentuk bangunan telah mengalami perubahan radikal, orang-orang juga tidak ada yang dikenalnya. Model pakaian mereka juga berbeda bahkan tutur kata mereka, adat dan istiadat warga kota. Puing-puing bangunan kemarin kini telah berubah menjadi istana-istana dan istana-istana yang kemarin kini telah menjadi puing-puing! Ia masih berpikir bahwa tidur mereka hanya sehari atau setengah hari. Namun mengapa perubahan terjadi sedemikian radikal dan drastis seperti ini. Rasa takjubnnya semakin bertambah tatkala ia merogoh kantungnya untuk membayar makanan. Penjual makanan melongok uang perak yang berlaku tiga ratus tahun sebelumnya, dan boleh jadi pada nama Decius, raja zalim pada masa itu yang terukir pada koin itu. Tatkala penjual makanan meminta penjelasan, ia menjawab bahwa baru saja ia memiliki uang perak itu! Dan ia kini menyadari bahwa ia dan sahabat-sahabatnya betapa dan berapa lama terlelap tidur. Sebenarnya, orang-orang mengetahui dari mulut ke mulut tidurnya tujuh orang Ashabul Kahfi pada masa Decius. Penjual itu dengan melihat orang itu dan melakukan tanya jawab dengannya, menyadari bahwa orang ini adalah salah satu dari tujuh orang itu dan kini mengetahui kondisi mereka.
Masalah ini laksana bom yang langsung terdengar di seluruh kota. Sekelompok dari mereka tidak percaya bagaimana manusia setelah mati kini kembali hidup. Namun kisah tidurnya Ashabul Kahfi telah menjadi dalil kuat bagi mereka yang mendukung adanya ma’âd jasmani; karena itu al-Quran pada ayat ini menyatakan “Dan demikianlah Kami memberitahukan (manusia) tentang mereka agar manusia itu mengetahui bahwa janji Allah (tentang hari kebangkitan) itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak ada keraguan padanya.”
Tidur dan bangun ini yang merupakan bagian dari kematian dan bangkit hidup kembali lebih menakjubkan; karena ratusan tahun berlalu dan badan mereka tidak binasa, padahal mereka tidak makan dan tidak minum. Apakah hal ini bukan dalil atas kekuasaan Tuhan atas segala sesuatu dan segala urusan? Kehidupan setelah kematian dengan pemandangan seperti ini tentu saja akan terjadi.
Orang yang bertugas membeli makanan segera bergegas kembali ke goa dan mengabarkan sahabat-sahabatnya atas peristiwa ini. Semuanya terhenyak dan heran luar biasa. Memikul beban hidup seperti ini berat bagi mereka. Lalu mereka memohon kepada Allah untuk dimatikan dan berpulang ke rahmat Allah dan demikianlah yang terjadi. Mata mereka tertutup dari dunia ini untuk selamanya dan jasad mereka tetap tergeletak di dalam goa hingga orang-orang mendatangi mereka di goa tersebut.
Di sini terdapat orang-orang berselisih dan berbeda pendapat antara pro ma’ad jasmani dan kontra ma’ad jasmani. Para penentang berusaha supaya masalah bangun dan tidurnya Ashabul Kahfi segera dilupakan oleh orang-orang. Al-Quran dalam hal ini menyatakan, “Ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka, sebagian mereka berkata, “Dirikanlah sebuah bangunan di atas (gua) mereka (supaya mereka tidak terlihat mata lagi untuk selama-lamanya dan janganlah kita memperbincangkan tentang mereka lagi), Tuhan mereka lebih mengetahui tentang mereka.” Tetapi orang-orang yang mengetahui rahasia mereka (dan meyakini peristiwa itu sebagai salah satu tanda kebenaran hari kiamat) berkata, “Sesungguhnya kami akan mendirikan sebuah masjid di atas mereka (supaya kenangan mereka tidak terlupakan).”
- Ayat 22: Ayat ini menyinggung adanya perselisihan di antara orang-orang terkait dengan Ashabul Kahfi. Di antaranya tentang jumlah mereka. Sebagian mereka berkata bahwa mereka tiga orang dan yang keempat adalah anjing mereka, “Nanti ada orang yang akan mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjing mereka.”
“Dan (yang lain) mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing mereka.”
Seluruh perkataan ini tidak berdasar dan laksana melontarkan panah pada kegelapan, “Sebagai terkaan terhadap hal yang gaib.”
“Dan yang lain lagi mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah tujuh orang yang kedelapan adalah anjing mereka.”
Katakanlah, “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu, janganlah kamu (Muhammad) berdebat tentang hal mereka, kecuali perdebatan lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda Ashabul Kahfi) kepada siapa pun di antara mereka.”
Seluruh perkataan ini tidak berdasar dan laksana melontarkan panah pada kegelapan, “Sebagai terkaan terhadap hal yang gaib.”
“Dan yang lain lagi mengatakan, “(Jumlah mereka) adalah tujuh orang yang kedelapan adalah anjing mereka.”
Katakanlah, “Tuhanku lebih mengetahui jumlah mereka; tidak ada orang yang mengetahui (bilangan) mereka kecuali sedikit.” Karena itu, janganlah kamu (Muhammad) berdebat tentang hal mereka, kecuali perdebatan lahir saja dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda Ashabul Kahfi) kepada siapa pun di antara mereka.”
- Ayat 23: Ayat ini adalah sebuah instruksi umum kepada Rasulullah Saw untuk tidak berkata untuk saya akan mengerjakan pekerjaan ini besok. “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok.”
- Ayat 24: Kelanjutan ayat sebelumnya, ayat ini menyatakan, “Kecuali apabila Allah menghendaki.” Artinya terkait dengan masa datang dan keputusan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan, maka hendaknya engkau menambahkan kalimat, “Insya Allah.” Lantaran, pertama, , engkau tidak mandiri dalam mengambil keputusan dan apabila Tuhan tidak menghendaki maka tiada satu pun orang yang memiliki kemampuan untuk melakukan pekerjaan apa pun. Kedua, memberikan berita pasti bagi manusia yang kekuatan dan kekuasaannya terbatas, tentu tidak benar dan tidak logis. Dan boleh jadi berita itu malah menjadi dusta, kecuali disertai dengan kalimat, “Insya Allah.” Kemudian kelanjutan dari kalimat ini, Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa.” Kalimat ini menyinggung tentang kondisi dimana manusia apabila lupa berkata “Insya Allah”, kapan saja ia ingat maka segera ia membacakannya dan berkata “Insya Allah” yang akan menebus apa yang telah lalu.[1] “Dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada jalan yang lebih dekat kebenarannya daripada ini.”
- Ayat 25: Menjelaskan masa tidur Ashabul Kahf; karena terdapat perbedaan pendapat di antara Ahlulkitab terkait dengan masa tidur Ashabul Kahfi. Di antara beberapa indikasi yang ada pada ayat-ayat sebelumnya secara global dapat disimpulkan bahwa tidur Ashabul Kahfi adalah sebuah tidur yang sangat panjang. Hal ini akan mengundang rasa ingin tahu setiap orang yang mendengarnya dan ingin mengetahui lebih akurat berapa lama gerangan mereka tidur? Al-Quran pada ayat ini dengan tegas meyatakan bahwa Ashabul Kahfi tidur selama tiga ratus sembilan (309) tahun lamanya dalam goa itu.
Patut untuk dicermati bahwa ungkapan al-Quran dalam hal ini bahwa mereka berdiam selama tiga ratus tahun dan kemudian menambahkan sembilan tahun atasnya, “Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi).”
Dalam sebuah riwayat dari Imam Ali As dinukil bahwa al-Quran dengan ungkapan ini menyinggung tentang perbedaan tahun Syamsiah dan tahun Qamariah.[2] Artinya Ashabul Kahfi tertidur selama tigarut tahun lamanya berdasarkan tahun Syamsiah dan apabila menggunakan perhitungan tahun Qamariah maka lama mereka terlelap tidur adalah tiga ratus sembilan tahun di goa itu. Karena itu masa tidur mereka di dalam goa itu adalah tiga ratus sembilan tahun lamanya.
Dalam sebuah riwayat dari Imam Ali As dinukil bahwa al-Quran dengan ungkapan ini menyinggung tentang perbedaan tahun Syamsiah dan tahun Qamariah.[2] Artinya Ashabul Kahfi tertidur selama tigarut tahun lamanya berdasarkan tahun Syamsiah dan apabila menggunakan perhitungan tahun Qamariah maka lama mereka terlelap tidur adalah tiga ratus sembilan tahun di goa itu. Karena itu masa tidur mereka di dalam goa itu adalah tiga ratus sembilan tahun lamanya.
- Ayat 26: Kemudian untuk mengakhiri perbedaan pendapat orang-orang tentang hal ini, katakanlah bahwa Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal dalam goa. Allah Swt berfirman, Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua); kepunyaan-Nya-lah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya; tak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya.”
Akhir ayat Allah Swt menambahkan bahwa tiada satu pun yang berserikat dengannya, “Dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.” Artinya Allah Swt dalam menetapkan hukum tidak bermusyawarah dengan siapa pun. Karena mengetahui segalah rahasia dan hakikat yang tampak dan tersembunyi.[3] [iQuest]
[1]. Dalam riwayat disebutkan, perintah ini diberikan kepada Rasulullah Saw dalam peristiwa pertanyaan tentang kisah Ashabul Kahf, beliau telah berjanji tanpa berkata insya Allah kepada masyarakat. Namun beberapa hari berlalu tidak turun wahyu kepadanya hingga orang-orang putus asa pada akhirnya wahyu turun dan Allah Swt menerangkan kisah Ashabul Kahfi dan dalam pada itu Rasulullah Saw diperintahkan untuk senantiasa berkata insya Allah. Setelah perintah ini, Allah Swt mengingatkan bahwa kapan saja engkau melupakan insya Allah maka ingatlah Tuhanmu; artinya kapan saja engkau ingat maka katakanlah (insya Allah). Fadhl bin Hasan Thabarsi, Majma’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an, jil. 6, hal. 711-712, Nasir Khusruw, Tehran, Cetakan Ketiga, 1372 S.
[2]. Majma’ al-Bayân fi Tafsir al-Qur’ân, jil. 6, hal. 715.
«روی أن یهودیا سأل علی بن أبی طالب (ع) عن مدة لبثهم فأخبر بما فی القرآن فقال أنا نجد فی کتابنا ثلاثمائة فقال (ع) ذاک بسنی الشمس و هذا بسنی القمر».
«روی أن یهودیا سأل علی بن أبی طالب (ع) عن مدة لبثهم فأخبر بما فی القرآن فقال أنا نجد فی کتابنا ثلاثمائة فقال (ع) ذاک بسنی الشمس و هذا بسنی القمر».
[3]. Silahkan lihat, Nasir Makarim Syirazi, Tafsir Nemuneh, jil. 12, hal. 393-396, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, 1374 S; Ahmad Ali Babai, Barguzideh Tafsir Nemuneh, jil. 3, hal. 31-36, Dar al-Kutub al-Islamiyah, Tehran, Cetakan Ketigabelas, 1382 S; Yakub Ja’fari, Kautsar, jil. 6, hal. 399-400.
Terjemahan dalam Bahasa Lain
Komentar